Breaking News
Loading...

Sikap Umat Islam terhadap Ghadir Khum (Bag. 2)
Illustrasi pengangkatan imam Ali oleh Rasulullah versi yang dibuat oleh kaum Syiah
Oleh: Muhajirin, LC

Sebagai bukti dalam buku “Mafatih Al-Jinan” karya Abbas Al-Qummi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama, dan diterbitan oleh pustakan Al-Huda atau ICC Jakarta, teraktub pada hal 150 dan 172 tentang doa dan adab ziyarah ke maqbarah Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu :

Hal 150 :

لعن الله جاحد ولايتك بعد الإقرار، وناكث عهدك بعد الميثاق

“Semoga Allah melanat orang yang membangkang dari berwilayah kepadamu (Ali) setelah sebelumnya dia mengkuinya, dan melanggar sumpahnya kepadamu setelah dia mengikat sumpah.”
Yang dimaksud dalam doa laknat ini menurut Syiah tentu para Sahabat yang mengetahui peristiwa Ghadir Khum namun justru mereka melanggarnya dengan mengabaikan Ali Radhiyallahu Anhu pasca wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terutama Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallah Anhum Ajma’in.

Pada halaman 172 :

والعن من غصب وليك حقه وأنكر عهده وجحده بعد اليقين والإقرار……..اللهم العن أول ظالم ظلم آل محمد ومانعيهم حقوقهم، اللهم خص أول ظالم وغاصب لآل محمد باللعن

“Ya Allah laknatlah orang yang merampas hak walimu (Ali) dan dan mengingkari janjinya serta membangkang darinya setelah sebelumnya yakin dan mengakuinya ………… ya Allah laknatlah orang zhalim pertama yang mezhalimi keluarga Muhammad dan menghalangi dari mendapatkan haknya, ya Allah khususkan laknat kepada orang zhalim pertama dan yang telah merampas hak keluarga Muhammad.”
Maksud dalam doa laknat ini tentu Abu Bakar Radhiyallahu Anhu yang dianggap syiah sebagai orang pertama yang merampas hak khilafah Ali Radhiyallahu Anhu dan menghalangi Fatimah Radhiyallahu Anha dari mendapatkan warisan tanah Fadak, dan sesungguhnya Abu Bakar bersih dari segala tuduhan mereka.

Dan sayangnya buku tersebut belum ada revisi dari pihak ABI (Ahlu Bait Indonesia) yang sering menggaungkan persatuan sunni Syiah dan masih belum ditarik dari percetakan dan penjualan.

Sikap ekstrim

Perayaan Ghadir Khum –baik disadari atau tidak disadari– menyakiti hati dan perasaan mayoritas umat Islam. Ini hal yang wajar, mengingat, perayaan Ghadir Khum melebihi Idul Fitri dan Idul Adlha, dua syariat hari raya yang dikenal dalam Islam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

“Ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya yang padanya mereka bersenang-senang. Maka beliau bersabda: Dua hari apa ini? Mereka menjawab: Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu idul adha dan idul fitri.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1039]
Karenanya, selain dua hari raya tersebut (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha) peristiwa-peristiwa besar dan penting di zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, seperti; peristiwa hijrah dan kemenangan dalam peperangan, peristiwa Fathu Makkah dan beberapa peristiwa besar lainnya tidak dijadikan sebagai hari raya karena memang tidak ada nash baik sharih (terang-terangan) atau muawwal bil qaraa`in (yang tersirat dengan indikasi lain yang menyertainya) memerintahkan untuk menjadikannya sebagai hari raya.

Sementara kaum Syiah menjadikan Ghadir Khum bahkan meyakininya lebih baik dan utama dari pada Idul Fithri dan Idul Adha, padahal merayakan hari tersebut saja tidak ada dasarnya dalam Islam sebagaimana dijelaskan sebelumnya.*

(hidayatullah.com/syiahindonesia.com)

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: