Breaking News
Loading...

SYIAH DI KALIMANTAN SELATAN ( Bag 4 Dari 6 Tulisan)

 SYIAH DI BANJARBARU  DAN MARTAPURA

Banjarbaru 


Banjarbaru berjarak sekitar 27 Km dari Banjarmasin, yang merupakan ibukota baru dari Kalimantan Selatan. Di sini terdapat Majlis tak bernama yang dipimpin oleh Habib Abdullah al-Habsyi, selaku Ketua ABI wilayah Kalimantan Selatan. Ia pernah menuntut ilmu di pondok pesantren YAPI sampai selesai. Ia salah satu Habib dan Ulama terkenal di Kalimantan Selatan, khususnya Martapura dan Banjarbaru yang majlisnya dihadiri ratusan orang lebih dari Banjarbaru dan Martapura. 


Ia juga menjadi tempat bertanya para pengikut Syi‟ah di sana bahkan dari seluruh daerah Kalimantan Selatan. Kegiatan majlisnya, selain pengajian umum yang didatangi berbagai kalangan termasuk dari anggota Syi‟ah sendiri, juga melaksanakan amalan rutin ritual Syi‟ah 2 kali seminggu, malam Rabu dan malam Jum‟at dari jamaah Syi‟ah Banjarbaru dan Martapura.(19Wawancara dengan Habib Ali, 20 Maret 2014.)

Martapura 



Daerah Martapura sekitar 40 Km dari Banjarmasin, yang terkenal sebagai kota Serambi Mekkah. Disebut Serambi Mekkah karena daerah ini pernah menjadi pusat keilmuan Islam pada akhir abad ke-18 sampai awal abad ke 19 bersama-sama Palembang dan Pattani (Thailand Selatan). Di sini, dari dulu sampai sekarang menjadi basis keagamaan Kaum Tuha (NU) yang banyak melahirkan ulama-ulama besar. Salah satu pentolan Syi‟ah di daerah ini adalah Habib Ali al-Habsyi SE. Ia juga termasuk salah satu pengurus ABI wilayah Kalimantan Selatan. Ia dahulu, pada mulanya bukan penganut Syi‟ah, melainkan berasal dari penganut Sunni. Ia mengaku mulai pertama tertarik dengan Syi‟ah, ketika masih remaja saat menjadi Ketua Remaja Masjid dari Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin.

 
Ketertarikannya semakin kuat, tatkala ia menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Unlam dengan membaca banyak buku-buku Syi‟ah dan para penulis yang apresiatif terhadap Syi‟ah seperti karya-karya Haidar Bagir, Jalaluddin Rahmat, Ali Syariati, SH. Nasr, Murtada Mutahhari, Thabathaba‟i dan lain-lain. Ketika ia sudah yakin untuk memilih Syi‟ah sebagai keyakinannya, maka semakin intens saja ia mempelajari ajaran-ajaran Syi‟ah terutama seluruh pemikiran Ayatullah Ruhullah Khumaini yang menjadi marja‟nya. 


Keseriusannya itu tampak pada upayanya untuk mengakses seluruh buah pikiran Khumaini dalam bentuk apapun, bahkan demi untuk kedekatan dengan idolanya itu, tampak pada dinding rumahnya di ruang tamu banyak terpampang tokoh-tokoh Syi‟ah terutama Khumaini.( Wawancara dengan Habib Ali 15 Maret 2014.) 


Pada sekitar tahun 2000-an, ia dan kawan-kawan sempat mendirikan Yayasan Ar-Ridha di Jalan Pendidikan, Sekumpul, Martapura yang sekarang menjadi rumah kediamannya. Melalui yayasan ini telah dibangun sebuah perpustakaan yang banyak menyediakan buku-buku bacaan yang berisi ajaran Syi‟ah atas sumbangan kedutaan Iran, Jakarta, Penerbit Mizan dan Yayasan Mutahhari, Bandung dan perorangan dari anggota Syi‟ah. 


Perpustakaan ini dulu, banyak dikunjungi oleh para mahasiwa Unlam Banjarbaru, terdiri dari Fakultas Pertanian, Perikanan, Kehutanan, Mipa, Matematika, Informatika-Komputer, Komunikasi dan Psikologi, dan para santri pondok pesantren-pondok pesantren yang ada di seputar Martapura.
Para mahasiswa dan santri tersebut tidak sekadar membaca literatur-literatur Syi‟ah yang ada, tetapi juga ada yang bertanya dan mengajak Habib Ali diskusi tentang seluk-beluk ajaran Syi‟ah. Namun sayang, tak berapa lama yayasan ini bubar dan tak pernah bangkit kembali. 


Habib Ali di Martapura bisa diterima oleh berbagai kalangan sehingga ia bisa masuk kemana-mana dan mudah bergaul kepada siapapun. Di samping, ia dikenal sebagai intelektual dan aktivis muda Syi‟ah, ia aktif juga di berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), Forlog (Forum Dialog Antar Agama), Cakrawala Hijau dan LK3 (Lembaga Kajian Keislaman Kemasyarakatan). 


Ia sering diminta menjadi narasumber dalam berbagai seminar terutama ekonomi baik tingkat lokal, nasional maupun regional. Ia juga sering diminta menjadi fasilitator dalam pelatihan pemberdayaan ekonomi dan koperasi di beberapa lembaga ekonomi dan pondok pesantren. 


Tidak hanya sampai di situ, pada tahun 2005 ia dengan niat tulus dan semangat pemberdayaan ekonomi umat, mendirikan BMT Ahsanu Amala secara sederhana di Jl. A. Yani Km.45 Martapura bersama rekanannya membidik peredaran uang dan membudayakan menabung bagi masyarakat di sini terutama kaum ibu-ibu majlis ta‟lim. Kini bangunan BMTnya sudah cukup megah dengan omset mencapai milyaran lebih dari nasabah yang berjumlah ribuan lebih. 


Sementara di rumahnya sendiri di Jl. Pendidikan, Sekumpul, Martapura, Habib Ali juga menampung 30-an lebih anak jalanan untuk dibina dan diberdayakannya. Di depan rumahnya, ia bangun semacam balai atau pendopo untuk tempat diskusi bebas anak-anak binaannya untuk merumuskan bersama program-program yang harus dijalankan sehari-hari. 


Selain itu, ia juga menyisihkan sebagian rezekinya setiap bulan dengan memberikan santunan 50-an Syarifah yang berstatus janda dan sudah tua dengan sembako yang diperkirakan cukup untuk satu bulan. Mungkin dari sejumlah kerja pemberdayaan itu, dua tahun yang lalu Ma‟arif Institute memberikan penghargaan Ma‟arif Award kepadanya.(Wawancara dengan Habib Ali, 20 Maret 2014.)


Bersambung ke bagian kelima 


Sumber : Sumber tulisan ini adalah sebuah karangan ilmiah oleh saudara HUMAIDY, seorang mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Antasari Banjarmasin yang dipublikasikan pada tahun 2014. Dan kami tampilkan secara berseri mengingat tulisan yang lumayan panjang.( AHMAD HASYIM - Admin)




************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: