Syiahindonesia.com - Sebuah ‘pengadilan di bawah pemberontak al-Houti’ (Hutsi) di Yaman kemarin menjatuhkan hukuman kepada empat wartawan karena tuduhan pengkhianatan, kata seorang pengacara para wartawan, Abdel-Majeed Sabra. Pemberontok Syiah al-Houthi adalah kelompok bersenjata yang didukung Iran.
Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa pengadilan yang dikelola pemberontak itu ‘menghukum empat wartawan karena dituduh melakukan pengkhianatan dan kegiatan mata-mata’. Bagaimanapun Pemerintah Yaman tidak mengaku dan mengutuk keputusan ‘pengadilan pemberontak’.
“Kami mengutuk keras hukuman mati sebagai tidak sah dalam persidangan yang gagal memenuhi standar minimum keadilan dan integritas,” kata Menteri Informasi, Moammar Al-Eryani, mengatakan melalui akun Twitter.
Keempat wartawan itu dituduh “berkolaborasi dengan musuh”, yang berarti bekerja sama dengan koalisi pimpinan Saudi yang telah memerangi pemberontak, kata Abdel-Majeed Sabra mengatakan kepada Associated Press (AP). Sabra mengidentifikasi empat yang dijatuhi hukuman mati tersebut sebagai Abdel-Khaleq Amran, Akram al-Walidi, Hareth Hamid dan Tawfiq al-Mansouri.
Pemberontak al Houthi merebut Ibu Kota Sanaa dari pasukan pemerintah pada 2014. Hal ini telah mendorong intervensi militer gabungan Negara Arab yang dipimpin oleh Saudi pada tahun berikutnya.
Perang yang sedang berlangsung telah menelan korban puluhan ribu jiwa. Di samping itu telah menyebabkan negara termiskin di dunia Arab itu menghadapi bencana kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai yang terburuk di dunia.
Tahun lalu Amnesty International meminta Houthi untuk membebaskan orang-orang itu, yang merupakan bagian dari kelompok yang ditahan pada 2015 dan ditahan selama empat tahun. Para wartawan menderita pemukulan dan ditahan di sel isolasi, kata kelompok hak asasi itu.
“Orang-orang ini dihukum karena secara damai menggunakan hak mereka untuk kebebasan berekspresi,” kata Amnesty.
Sembilan dari mereka ditangkap dalam penggerebekan di sebuah hotel di Sanaa. Sementara satu orang ditahan di rumah oleh militant al-Houthi.
“Wartawan, pembela hak asasi manusia, para penentang politik dan minoritas agama termasuk di antara mereka yang bisa didakwa dengan pengadilan tidak adil atas tuduhan palsu atau rekayasa pengadilan ini,” kata Amnesty dikutip AFP. Tuduhan mata-mata juga bisa membawa pada hukuman berdasarkan hukum di Yaman.
Pengadilan di ibu kota yang dikuasai pemberontak, Sanaa, menghukum keenam wartawan lainnya atas tuduhan “menyebarkan berita palsu dan desas-desus” untuk membantu koalisi yang dipimpin Saudi. Namun memerintahkan pembebasan mereka setelah waktu bertugas, kata Sabra.
Sabra mengatakan Houthi tidak mengizinkan pengacara untuk menghadiri persidangan.
Kelompok-kelompok HAM menuduh semua pihak dalam konflik empat tahun, termasuk koalisi dan pemerintah Yaman, melakukan penahanan sewenang-wenang. Konflik itu, yang dilihat secara luas di wilayah tersebut sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran, telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan, kutip Middle East Eye. hidayatullah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa pengadilan yang dikelola pemberontak itu ‘menghukum empat wartawan karena dituduh melakukan pengkhianatan dan kegiatan mata-mata’. Bagaimanapun Pemerintah Yaman tidak mengaku dan mengutuk keputusan ‘pengadilan pemberontak’.
“Kami mengutuk keras hukuman mati sebagai tidak sah dalam persidangan yang gagal memenuhi standar minimum keadilan dan integritas,” kata Menteri Informasi, Moammar Al-Eryani, mengatakan melalui akun Twitter.
Keempat wartawan itu dituduh “berkolaborasi dengan musuh”, yang berarti bekerja sama dengan koalisi pimpinan Saudi yang telah memerangi pemberontak, kata Abdel-Majeed Sabra mengatakan kepada Associated Press (AP). Sabra mengidentifikasi empat yang dijatuhi hukuman mati tersebut sebagai Abdel-Khaleq Amran, Akram al-Walidi, Hareth Hamid dan Tawfiq al-Mansouri.
Pemberontak al Houthi merebut Ibu Kota Sanaa dari pasukan pemerintah pada 2014. Hal ini telah mendorong intervensi militer gabungan Negara Arab yang dipimpin oleh Saudi pada tahun berikutnya.
Perang yang sedang berlangsung telah menelan korban puluhan ribu jiwa. Di samping itu telah menyebabkan negara termiskin di dunia Arab itu menghadapi bencana kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai yang terburuk di dunia.
Tahun lalu Amnesty International meminta Houthi untuk membebaskan orang-orang itu, yang merupakan bagian dari kelompok yang ditahan pada 2015 dan ditahan selama empat tahun. Para wartawan menderita pemukulan dan ditahan di sel isolasi, kata kelompok hak asasi itu.
“Orang-orang ini dihukum karena secara damai menggunakan hak mereka untuk kebebasan berekspresi,” kata Amnesty.
Sembilan dari mereka ditangkap dalam penggerebekan di sebuah hotel di Sanaa. Sementara satu orang ditahan di rumah oleh militant al-Houthi.
“Wartawan, pembela hak asasi manusia, para penentang politik dan minoritas agama termasuk di antara mereka yang bisa didakwa dengan pengadilan tidak adil atas tuduhan palsu atau rekayasa pengadilan ini,” kata Amnesty dikutip AFP. Tuduhan mata-mata juga bisa membawa pada hukuman berdasarkan hukum di Yaman.
Pengadilan di ibu kota yang dikuasai pemberontak, Sanaa, menghukum keenam wartawan lainnya atas tuduhan “menyebarkan berita palsu dan desas-desus” untuk membantu koalisi yang dipimpin Saudi. Namun memerintahkan pembebasan mereka setelah waktu bertugas, kata Sabra.
Sabra mengatakan Houthi tidak mengizinkan pengacara untuk menghadiri persidangan.
Kelompok-kelompok HAM menuduh semua pihak dalam konflik empat tahun, termasuk koalisi dan pemerintah Yaman, melakukan penahanan sewenang-wenang. Konflik itu, yang dilihat secara luas di wilayah tersebut sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran, telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan, kutip Middle East Eye. hidayatullah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: