Breaking News
Loading...

Secercah Harapan Perdamaian di Yaman
Syiahindonesia.com - Pada selasa (5/11) Pemerintahan Yaman dan kelompok separatis Yaman Selatan (STC) menandatangani kesepakatan melalui Perjanjian Riyadh untuk mengakhiri perebutan kekuasaan di selatan Yaman. Kesepakatan ini ditengahi oleh Arab Saudi selama hampir satu bulan perundingan antara kedua pihak.

Sebelumnya, pada bulan Agustus baik pemerintahan Yaman dan kelompok separatis Yaman Selatan (STC) terlibat perebutan kekuasaan di Aden, ibukota sementara Yaman. Adapun pertikaian ini telah memecah kekuatan koalisi antara pemerintahan, kelompok separatis Yaman Selatan dan koalisi Arab (Arab Saudi -- Uni Emirat Arab (UEA)) dalam memerangi kelompok pemberontak Houthi yang menguasai wilayah utara Yaman.

Dilansir dari Reuters, melalui Perjanjian Riyadh, putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman mengatakan bahwa perjanjian ini akan membuka jalan komunikasi untuk mencapai solusi politik dan mengakhiri perang.

Kesepakatan menitikberatkan pada pembentukan kabinet baru yang tidak lebih dari 24 menteri (terdiri dari perwakilan kedua pihak) dalam 30 hari. Selain itu, pasukan militer dan keamanan akan ditempatkan dibawah Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri. Kelompok separatis Yaman Selatan juga bersedia bergabung dalam pembicaraan politik apapun untuk mengakhiri perang.


Berawal dari Perlawanan terhadap Pemberontak Houthi

Mulanya, pemerintahan Abd-Rabbu Mansour Hadi pada tahun 2015 mendapat serangan dari kelompok pemberontak Houthi di wilayah utara Yaman. Kaum pemberontak Houthi berasal dari aliran Syiah Zaidi dan disebut-sebut mendapat bantuan dari Iran. Penyerangan ini telah memaksa pemerintah untuk keluar dari ibukota Sanaa dan mencari bantuan internasional. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) melalui Koalisi Arab membantu pemerintahan Hadi untuk melawan pemberontak Houthi.

Selain adanya bantuan internasional. Gerakan Separatis Yaman Selatan juga turut membantu perjuangan pemerintah Hadi melawan pemberontakan Houthi. Gerakan separatis Yaman Selatan telah aktif sejak tahun 2007 menyuarakan perpisahan Yaman Selatan dari Republik Yaman. Kondisi ini dipicu oleh ketidaksepahaman atas persatuan Yaman Selatan dan Yaman Utara pada tahun 1990.

Dukungan dari Gerakan Separatis Yaman Selatan terhadap Presiden Hadi kemudian melemah seiring berkembangnya ide pemisahan Yaman Selatan yang kembali mencuat lewat deklarasi pembentukan Dewan Transisi pada tahun 2017.

Dewan Transisi Selatan (STC) dan Dukungan Uni Emirat Arab (UEA)


Deklarasi pembentukan Dewan Transisi itu telah memancing kemarahan Presiden Hadi. Ia lalu menonaktifkan Gubernur Aden, Aidarus al-Zubaidi. Situasi tersebut membuat terpecahnya dukungan untuk pemerintah dan terbentuknya Dewan Transisi Selatan (STC) yang diketuai sendiri oleh Aidarus al-Zubaidi.

Sementara itu, UEA yang telah ikut membantu pemerintahan Yaman dalam perang melawan pemberontak Houthi, pada tahun 2016 membentuk Pasukan Sabuk Keamanan di kota Aden. Pasukan Sabuk Keamanan merekrut anggota dari Gerakan Separatis Yaman Selatan. Dengan terbentuknya STC, UEA yang telah memberikan bantuan finansial, melatih dan mempersenjatai Kelompok Separatis Yaman Selatan dalam Pasukan Sabuk Keamanan disebut-sebut telah memberikan dukungan terhadap pemisahan Yaman Selatan. kompasiana.com

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: