Pendahuluan
Di antara penyimpangan terbesar dalam akidah Syiah adalah doktrin Wilayat al-Faqih—konsep kepemimpinan absolut oleh seorang ulama Syiah (faqih) yang dianggap mewarisi otoritas para imam mereka. Konsep ini menjadi ideologi resmi Iran modern dan dipromosikan secara global sebagai model politik “Islam”, padahal hakikatnya bertentangan secara jelas dengan syariat, manhaj Ahlus Sunnah, dan ajaran Rasulullah ﷺ.
Artikel ini membahas akar sejarah, penyimpangan akidah, dampak politik, serta bantahan ilmiah berdasarkan Al-Qur'an, hadis sahih, dan pandangan ulama Sunni.
1. Apa itu Wilayat al-Faqih?
Wilayat al-Faqih adalah kepercayaan Syiah bahwa pada masa ketiadaan Imam Mahdi versi mereka (yang ghaib 1.100 tahun), kekuasaan harus diberikan kepada ulama tertinggi Syiah (faqih):
Syiah berkeyakinan bahwa:
-
Imam harus maksum.
-
Imam memiliki otoritas mutlak atas manusia.
-
Seluruh kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan agama harus tunduk kepada imam.
-
Ketika imam ghaib, kekuasaan sementara dipegang oleh Wali Faqih (pemimpin ulama).
Inilah yang menjadi dasar teokrasi Iran.
Pemimpin tertinggi negara dianggap memiliki hak veto atas seluruh pejabat, angkatan bersenjata, hukum, hingga kehidupan rakyat.
2. Akar Keyakinan Ini: Turunan dari Doktrin Imam Maksum
Konsep ini tidak bisa dipisahkan dari keyakinan inti Syiah:
a. Imam dianggap ma‘shum
Syiah mengklaim imam bebas dari dosa dan kesalahan—padahal dalam Islam, kemaksuman hanya milik para nabi.
b. Imam dianggap memiliki kewenangan ilahi
Dalam literatur mereka, imam:
-
mengetahui hal ghaib,
-
dapat mengatur seluruh urusan umat,
-
doanya tidak tertolak,
-
bahkan konon mengatur alam semesta.
Ini jelas bertentangan dengan tauhid rububiyah.
c. Wali Faqih menggantikan Imam ghaib
Karena imam mereka ghaib, kekuasaannya digantikan faqih.
Dengan itu, wilayat al-faqih menjadi sarana ulama Syiah menguasai umat secara politik dan spiritual.
3. Bantahan Syariat: Konsep Ini Bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah
A. Tidak Ada Imam Maksum Selain Para Nabi
Allah menegaskan bahwa kemaksuman hanya untuk para rasul:
﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ﴾
(QS. An-Nisa: 64)
Tidak ada satu pun ayat yang menyebut Ali, Hasan, Husain, atau keturunan mereka sebagai imam maksum.
B. Kepemimpinan dalam Islam Berdasarkan Syura
Allah memerintahkan urusan umat diputuskan melalui musyawarah, bukan ditentukan oleh keturunan atau ulama tertentu:
﴿وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ﴾
(QS. Asy-Syura: 38)
Sistem wilayat al-faqih yang memberi kekuasaan absolut kepada satu orang, tanpa syura dari umat, bertentangan langsung dengan ayat ini.
C. Tidak Ada Kewenangan Ghaib atau Ketuhanan Kecil
Syiah memberikan sifat ketuhanan kepada imam:
-
mengetahui yang ghaib,
-
mengampuni dosa,
-
memberi syafaat tanpa izin Allah,
-
memerintah alam semesta.
Padahal Allah menolak semua itu:
﴿قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ﴾
(QS. Yunus: 49)
Jika Nabi Muhammad ﷺ tidak menguasai hal ghaib, bagaimana mungkin imam Syiah atau Wali Faqih memilikinya?
D. Harus Taat kepada Ulama? Tidak Ada Dasarnya
Dalam Islam, ulama dihormati karena ilmu, tapi bukan pemilik kekuasaan absolut.
Nabi ﷺ bersabda:
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah."
(HR. Ahmad)
Wali Faqih yang dapat mengubah hukum agama karena "otoritas imam" jelas menyimpang dari prinsip ini.
4. Konsekuensi Berbahaya dari Wilayat al-Faqih
A. Menjadi Mesin Politik Iran untuk Ekspansi Agama Syiah
Doktrin ini dijadikan dasar:
-
mendukung milisi bersenjata di Irak, Yaman, Suriah, Lebanon,
-
mendukung pemberontakan Syiah di negara-negara Sunni,
-
memobilisasi rakyat demi kepentingan ulama politik.
Ini bukan ajaran Islam, tetapi ambisi kekuasaan sektarian.
B. Menghalalkan pembunuhan muslim Sunni
Dalam literatur fikih Syiah, muslim Sunni sering dianggap:
-
naṣibī (pembenci Ahlul Bait menurut klaim mereka),
-
halal darahnya,
-
boleh diperangi.
Ini menjadi dasar aksi milisi Syiah di Suriah dan Irak.
C. Melahirkan Ketaatan Buta
Rakyat diwajibkan taat kepada Wali Faqih seolah dia wakil Tuhan.
Ini meniru agama-agama lama yang memberi kuasa mutlak kepada pendeta.
5. Perbedaannya dengan Kepemimpinan Islam Menurut Ahlus Sunnah
| Prinsip | Ahlus Sunnah | Syiah (Wilayat al-Faqih) |
|---|---|---|
| Sumber kekuasaan | Syura umat | Ulama Syiah |
| Ketaatan | Taat selama tidak maksiat | Taat mutlak |
| Kedudukan pemimpin | Manusia biasa | Wakil Imam ghaib / wakil Tuhan |
| Dasar akidah | Al-Qur'an & Sunnah | Doktrin Imam Ghaib |
| Masa jabatan | Bisa diganti | Kekuasaan seumur hidup |
Jelas sekali bahwa wilayat al-faqih bukan bagian dari Islam.
6. Pandangan Ulama Sunni
Para ulama Ahlus Sunnah sudah lama membantah konsep kepemimpinan Syiah.
Ibn Taymiyyah menyebut kelompok ini:
“Mereka adalah kelompok paling jauh dari sunnah Rasul dan paling banyak berdusta.”
Al-Syahrastani mengatakan:
“Kesesatan mereka bermula dari berlebihan dalam memuliakan imam hingga menyerupai kelompok yang menuhankan pemimpin.”
Imam Malik berkata:
“Siapa yang mencela para sahabat, ia tidak punya bagian dalam Islam.”
Karena dasar wilayat al-faqih dibangun di atas penistaan sahabat, otomatis ia tertolak.
7. Kesimpulan: Mengapa Wilayat al-Faqih Bertentangan dengan Islam Hakiki?
1. Mengangkat manusia ke posisi ilahi.
Memberi kekuasaan absolut kepada seorang faqih seakan menjadikannya wakil Tuhan.
2. Menghapus konsep syura dan menggantinya dengan otokrasi ulama.
3. Berdiri di atas doktrin Imam Ghaib yang tidak ada dalam Islam.
4. Menjadi alat politik untuk ekspansi Syiah dan permusuhan terhadap Sunni.
5. Bertentangan dengan tauhid, sunnah, dan ijma’ ulama.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: