Syiahindonesia.com – Salah satu praktik paling kontroversial yang menjadi pembeda antara ajaran Ahlus Sunnah dan Syiah adalah nikah mut’ah, yaitu pernikahan sementara yang dibatasi oleh waktu tertentu dan disepakati kedua pihak di awal akad. Bagi Syiah, nikah mut’ah dianggap sebagai bagian dari syariat Islam yang sah. Namun, dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah, nikah mut’ah adalah praktik yang telah diharamkan secara mutlak oleh Rasulullah ﷺ dan tergolong perzinaan terselubung.
Lantas, benarkah nikah mut’ah adalah bagian dari syariat, ataukah hanya kedok legalisasi zina dengan balutan akad?
1. Definisi Nikah Mut’ah Menurut Syiah
Nikah mut’ah adalah akad antara pria dan wanita dengan syarat waktu tertentu dan mahar tertentu. Setelah masa waktu yang disepakati habis, maka akad pun otomatis batal tanpa perlu talak. Tidak ada nafkah, warisan, atau tanggung jawab setelahnya.
Dalam kitab Syiah Tahdzib al-Ahkam, disebutkan:
"عن أبي عبد الله عليه السلام قال: ليس شيء من المتعة حراماً، إنما هي حلالٌ مبرور."
“Dari Abu Abdillah (Imam Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata: Tidak ada sedikit pun dari mut’ah yang haram, mut’ah itu halal dan diberkahi.”
(Tahdzib al-Ahkam, Jilid 7, hal. 251)
Pernyataan ini menjadi pijakan utama Syiah untuk membolehkan nikah mut’ah, bahkan menganjurkannya.
2. Rasulullah ﷺ Telah Mengharamkan Nikah Mut’ah
Dalam Islam yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ, nikah mut’ah pernah dibolehkan di awal Islam karena kondisi darurat, namun kemudian diharamkan secara tegas dan permanen oleh Rasulullah ﷺ. Larangan tersebut bukan pendapat sahabat, tapi langsung dari lisan Nabi.
قال رسول الله ﷺ: "يا أيها الناس، إني قد كنت أذنت لكم في الاستمتاع من النساء، وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة"
“Wahai manusia, aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan mut’ah dengan wanita, namun kini Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat.”
(HR. Muslim)
Hadits ini shahih dan sangat jelas, bahwa larangan mut’ah berlaku hingga hari kiamat, bukan sementara atau untuk kondisi tertentu.
3. Mut’ah: Menodai Martabat Wanita Muslimah
Nikah mut’ah dalam praktiknya sangat merendahkan wanita. Seorang wanita bisa dinikahi untuk waktu sejam, sehari, atau seminggu dengan imbalan tertentu, lalu ditinggalkan begitu saja setelah selesai “akad”.
Wanita tidak mendapatkan hak-hak seperti dalam pernikahan biasa:
-
Tidak mendapat nafkah
-
Tidak berhak atas warisan
-
Tidak mendapatkan status resmi sebagai istri
-
Tidak ada iddah yang pasti
Dalam banyak kasus, mut’ah dijadikan alat pemuasan nafsu, bahkan dipraktikkan oleh lelaki hidung belang dan digunakan dalam bisnis prostitusi terselubung di negara-negara Syiah seperti Iran.
4. Mut’ah Menjadi Gerbang Zina yang Dihalalkan
Rasulullah ﷺ sangat keras dalam melarang bentuk-bentuk perzinaan. Islam menutup semua celah menuju zina, termasuk larangan berkhalwat, menyentuh lawan jenis non-mahram, hingga bercampur baur tanpa mahram. Tapi dalam mut’ah, semua itu justru dilegalkan atas nama "nikah".
Padahal Allah berfirman:
"وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا"
“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”
(QS. Al-Isra: 32)
Mut’ah mengabaikan semua nilai kesucian, kehormatan wanita, dan tujuan pernikahan Islami yang sebenarnya, yaitu membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
5. Fatwa dan Ijma' Ulama Tentang Pengharaman Mut’ah
Semua ulama Ahlus Sunnah dari zaman sahabat hingga hari ini sepakat bahwa nikah mut’ah telah diharamkan. Ini merupakan ijma’ (konsensus ulama) yang tidak boleh dilanggar.
Bahkan khalifah kedua, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, pernah menyatakan di hadapan para sahabat:
"متعتان كانتا على عهد رسول الله ﷺ وأنا أنهى عنهما وأعاقب عليهما: متعة النساء ومتعة الحج"
Tapi perlu dicatat: pengharaman mut’ah bukan keputusan Umar sendiri, melainkan penguat terhadap larangan yang sudah ditetapkan Rasulullah ﷺ.
6. Bahaya Mut’ah bagi Masyarakat
Nikah mut’ah membuka pintu:
-
Perzinaan yang dilegalkan
-
Perdagangan wanita terselubung
-
Anak-anak tanpa nasab jelas
-
Kerusakan tatanan keluarga
-
Penyebaran penyakit seksual
-
Penyimpangan moral generasi muda
Dalam sejarah Syiah, bahkan mut’ah tidak mengenal batas jumlah, dan tidak harus didasari oleh kesaksian wali, yang menjadikan praktik ini jauh lebih liar dari syariat pernikahan Islam yang benar.
Kesimpulan: Mut’ah adalah Legalisasi Zina Berkedok Syariat
Berdasarkan Al-Qur’an, hadits shahih, dan ijma’ ulama, nikah mut’ah adalah haram dan tidak termasuk dalam syariat Islam yang sah. Ajaran mut’ah justru mencoreng nama Islam dan membuka jalan kerusakan moral dan sosial.
Jangan sampai umat Islam tertipu dengan propaganda Syiah yang membungkus zina dengan istilah “mut’ah”. Nikah dalam Islam adalah ikatan suci yang penuh tanggung jawab, bukan transaksi instan demi syahwat.
Mari jaga kemurnian Islam dari ajaran yang menyimpang. Mut’ah bukan syariat, tapi jebakan sesat!
قال رسول الله ﷺ: "تركت فيكم ما إن تمسكتم به لن تضلوا بعدي: كتاب الله وسنتي"
“Aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat setelahku: Kitab Allah dan Sunnahku.”
(HR. Malik)
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: