Syiahindonesia.com – Salah satu ciri menonjol dari ajaran Syiah yang membedakannya secara fundamental dari Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah sikap berpura-pura dalam menampakkan keyakinan agama mereka. Sikap ini bukan sekadar kebiasaan sosial, tapi merupakan bagian dari doktrin resmi yang dikenal sebagai “taqiyah” (التَّقِيَّة). Bagi Syiah, berpura-pura bukanlah aib, melainkan ibadah dan strategi untuk menyebarkan paham mereka di tengah umat Islam yang mayoritas Sunni. Lalu, mengapa Syiah sering berpura-pura dalam beragama? Mari kita kupas secara ilmiah dan historis.
Apa Itu Taqiyah?
Taqiyah adalah ajaran dalam Syiah yang mengizinkan bahkan mewajibkan penganutnya untuk menyembunyikan keyakinan sesungguhnya jika berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, terutama di tengah mayoritas Sunni. Bahkan, dalam banyak situasi, taqiyah dijadikan strategi dakwah dan penyebaran paham secara tersembunyi.
Imam mereka, Ja’far Ash-Shadiq, pernah berkata sebagaimana tercatat dalam literatur Syiah:
"التَّقِيَّةُ دِينِي وَدِينُ آبَائِي، لَا دِينَ لِمَنْ لَا تَقِيَّةَ لَهُ"
“Taqiyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tidak ada agama bagi orang yang tidak melakukan taqiyah.”
(Al-Kafi, Juz 2, hlm. 217)
Alasan Mengapa Syiah Sering Berpura-Pura
1. Taqiyah adalah Prinsip Agama Mereka
Berbeda dengan Islam Ahlus Sunnah yang menjunjung kejujuran, keikhlasan, dan keterbukaan, Syiah menganggap menyembunyikan kebenaran dan menampakkan sesuatu yang lain sebagai bentuk ibadah.
Dalam banyak kesempatan, Syiah akan:
-
Menyembunyikan kebencian terhadap para sahabat Nabi ﷺ.
-
Menampakkan bahwa mereka mencintai Al-Qur’an, padahal sebagian dari mereka meyakini ada perubahan dalam mushaf.
-
Mengaku Sunni di depan publik, tapi di lingkaran dalam menyebarkan doktrin Syiah.
2. Melindungi Diri di Negara Mayoritas Sunni
Syiah menyadari bahwa ajaran mereka bertentangan secara tajam dengan Islam murni. Karena itu, di negara-negara seperti Indonesia yang mayoritas Sunni, mereka berpura-pura menjadi bagian dari Ahlus Sunnah, agar tidak ditolak mentah-mentah oleh masyarakat.
Tindakan ini dibenarkan oleh ayat yang mereka tafsirkan sesuai hawa nafsu:
إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
“…kecuali jika kamu takut terhadap mereka, maka hindarilah dengan cara taqiyah.”
(QS. Ali Imran: 28)
Namun tafsir Ahlus Sunnah menjelaskan bahwa ayat ini hanya berlaku saat ada ancaman nyata terhadap nyawa, bukan untuk dijadikan prinsip permanen.
3. Misi Infiltrasi dan Penyebaran Paham
Dalam strategi gerakan Syiah, taqiyah dijadikan alat utama untuk:
-
Menyusup ke lembaga pendidikan, politik, dan media.
-
Mengelabui umat Islam agar tertarik pada Syiah tanpa mengetahui hakikatnya.
-
Menarik simpati publik dengan istilah “persatuan umat”, “cinta ahlul bait”, dll.
Padahal di belakang layar, doktrin utama mereka tetap bersikap antagonis terhadap Ahlus Sunnah, dan penuh permusuhan terhadap sahabat serta istri Nabi ﷺ.
Contoh Nyata Taqiyah di Indonesia
Beberapa fenomena yang sering ditemukan:
-
Pengajar di kampus yang mengaku Sunni tapi menyelipkan pemikiran Syiah dalam ceramahnya.
-
Penerbit buku yang menghilangkan identitas Syiah dalam buku-buku Syiah, lalu dijual bebas di toko buku Islam.
-
Ustadz-ustadz media sosial yang menggunakan bahasa Sunni dan penampilan Islami, tapi menyebarkan narasi pro-Syiah secara halus.
-
Ritual Asyura yang dibungkus sebagai “kecintaan kepada cucu Nabi”, padahal di dalamnya terdapat ritual pemukulan, ratapan, dan narasi kebencian kepada para sahabat.
Tanggapan Ulama Ahlus Sunnah
Para ulama Ahlus Sunnah telah mewaspadai bahaya taqiyah sejak dahulu, dan memperingatkan bahwa agama tidak dibangun di atas kebohongan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان"
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Islam yang murni adalah agama kebenaran, bukan kamuflase.
Kesimpulan: Waspadai Taqiyah, Bentengi Diri dengan Ilmu
Sikap berpura-pura Syiah bukanlah sekadar pilihan individu, tapi bagian dari strategi penyebaran paham sesat mereka. Umat Islam Indonesia perlu:
-
Mengenali ciri-ciri taqiyah.
-
Menolak penyusupan paham Syiah di lembaga pendidikan dan dakwah.
-
Membentengi diri dengan akidah Ahlus Sunnah yang lurus.
-
Tidak tertipu oleh istilah “cinta ahlul bait” atau “persatuan umat” yang dibungkus taqiyah.
Karena pada akhirnya, agama adalah kejujuran, bukan penyamaran. Dan Islam yang ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ adalah agama yang terang dan lurus, tidak penuh dengan kebohongan dan penyusupan.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: