Syiahindonesia.com - Salah satu perbedaan mendasar antara Sunni dan Syiah adalah konsep “Imamah”. Bagi Syiah, Imamah adalah rukun iman setelah kenabian — bahkan mereka meyakini bahwa iman tidak sah kecuali dengan keyakinan terhadap Imam. Sebaliknya, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menjadikan Imamah sebagai pilar utama dalam akidah. Lantas mengapa perbedaan ini bisa terjadi? Apa akar masalahnya? Dan mana yang sesuai dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah?
1. Pengertian Imamah dalam Ajaran Syiah
Dalam Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah Imamiyah), Imamah adalah kepemimpinan spiritual dan politik yang ditunjuk langsung oleh Allah. Mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه adalah imam pertama, diikuti oleh sebelas imam keturunan Husain bin Ali.
Keyakinan ini tidak hanya soal kepemimpinan biasa, tetapi Syiah juga menganggap:
-
Imam maksud (bebas dari dosa),
-
Imam memiliki ilmu gaib,
-
Imam lebih tinggi dari nabi kecuali Nabi Muhammad ﷺ.
Dalam kitab Usul al-Kafi, salah satu kitab utama Syiah disebut:
إِنَّ الْإِمَامَ مَنْصُوصٌ عَلَيْهِ مِنَ اللَّهِ، وَإِنَّهُ لَا يَكُونُ إِلَّا مَعْصُومًا
“Sesungguhnya Imam ditetapkan oleh Allah dan dia tidak mungkin kecuali dalam keadaan maksum.”
(Al-Kafi, 1/278)
2. Ahlus Sunnah: Imamah adalah Masalah Fiqh, Bukan Akidah
Berbeda dengan Syiah, Ahlus Sunnah berpandangan bahwa kepemimpinan (khilafah/imamah) adalah urusan ijtihadiyah dan muamalah, bukan bagian dari rukun iman. Kepemimpinan tidak harus ditunjuk oleh wahyu, melainkan ditentukan oleh musyawarah kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi setelah wafatnya Nabi ﷺ.
وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
“Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.”
(QS. Asy-Syura: 38)
Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah secara tegas menunjuk pengganti, tetapi membiarkan umat bermusyawarah, sebagaimana dilakukan para sahabat dalam memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama.
3. Mengapa Syiah Menjadikan Imamah sebagai Rukun Iman?
Alasan utama Syiah menjadikan Imamah sebagai pilar iman adalah karena mereka menganggap para imam sebagai penerus kenabian. Dalam pandangan mereka, wahyu mungkin telah berhenti, tapi bimbingan ilahi terus berlangsung melalui para imam. Ini menjadikan Imam memiliki kedudukan yang sangat tinggi, bahkan dalam sebagian riwayat, lebih tinggi dari para rasul (kecuali Rasulullah ﷺ).
Padahal Allah telah menutup kenabian dan kepemimpinan ilahi dengan Nabi Muhammad ﷺ:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍۢ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۦنَ
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.”
(QS. Al-Ahzab: 40)
Menjadikan Imam sebagai pewaris wahyu atau sumber hukum ilahi setelah Nabi adalah bentuk ghuluw (melampaui batas).
4. Ketidaksesuaian Konsep Imamah Syiah dengan Sejarah
Jika benar bahwa Imamah adalah rukun iman, maka seharusnya seluruh umat Islam mengetahuinya sejak awal. Namun faktanya:
-
Para sahabat tidak mengetahui konsep ini.
-
Tidak ada perintah dalam Al-Qur’an untuk beriman kepada 12 Imam.
-
Ali sendiri tidak pernah menyatakan bahwa dirinya adalah imam yang wajib diikuti secara mutlak.
Bahkan Ali رضي الله عنه berba’iat kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman, dan tidak menentang kepemimpinan mereka. Jika Imamah adalah bagian dari iman, mengapa Ali sendiri tidak memperjuangkannya sejak awal?
5. Syiah Berdalil dengan Hadits Ghadir Khum, Benarkah?
Syiah sering berdalil bahwa Nabi ﷺ menunjuk Ali sebagai pengganti beliau di peristiwa Ghadir Khum, dengan sabdanya:
مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ
“Barang siapa yang aku adalah mawla-nya, maka Ali adalah mawla-nya.”
Namun, kata “mawla” dalam bahasa Arab memiliki banyak makna: penolong, teman, pelindung, dll. Para sahabat tidak pernah memahami itu sebagai perintah untuk menjadikan Ali sebagai pemimpin. Bahkan setelah itu, Nabi ﷺ tidak menegaskan hal tersebut sebagai wasiat kekhalifahan.
6. Bahaya Konsep Imamah dalam Syiah
Konsep Imamah dalam Syiah berimplikasi serius dalam akidah, karena:
-
Menganggap para Imam lebih tinggi dari para nabi.
-
Menjadikan imam sebagai sumber syariat baru (seperti nikah mut’ah).
-
Membolehkan taqiyah (berbohong demi kepentingan mazhab).
-
Menafikan keimanan orang yang tidak beriman kepada Imam.
Ini bertentangan dengan prinsip Islam bahwa petunjuk sudah sempurna di masa Nabi ﷺ, dan tidak ada penerus kenabian dalam bentuk apapun.
7. Kesimpulan: Mengapa Sunni Tidak Mengimani Imamah Seperti Syiah?
Ahlus Sunnah tidak mengimani konsep Imamah ala Syiah karena:
-
Tidak ada dalil yang jelas dan tegas dari Al-Qur’an dan hadits.
-
Para sahabat tidak pernah memahami Imamah sebagai rukun iman.
-
Konsep ini bertentangan dengan penutupan wahyu dan kenabian.
-
Imamah dalam Islam adalah perkara duniawi, bukan akidah.
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian...”
(QS. Al-Ma’idah: 3)
Maka menambahkan Imamah sebagai rukun iman setelah Nabi wafat adalah bentuk menambah-nambahkan agama.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: