Syiahindonesia.com – Umat Islam di seluruh dunia sejak dahulu telah menghadapi berbagai ujian, salah satunya adalah perpecahan internal yang muncul antara kelompok Ahlus Sunnah (Sunni) dan Syiah. Perpecahan ini bukanlah sekadar perbedaan furu'iyah (cabang hukum), tetapi menyangkut akidah, prinsip agama, dan fondasi keimanan. Pertanyaannya, mengapa perpecahan ini tidak pernah benar-benar berakhir hingga hari ini? Mengapa usaha rekonsiliasi selalu menemui jalan buntu?
Artikel ini akan mengulas secara mendalam alasan mengapa jurang perbedaan antara Sunni dan Syiah terus terbuka lebar, dan mengapa umat Islam harus mewaspadai ajaran Syiah yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah.
1. Perbedaan Akidah yang Bersifat Prinsipil, Bukan Sekadar Cabang
Syiah tidak hanya berbeda dalam masalah ibadah atau fiqih, tetapi juga dalam hal pokok agama (ushuluddin). Di antara perbedaan prinsipil yang tidak bisa didamaikan:
-
Sunni meyakini kepemimpinan (khilafah) adalah urusan ijtihadiyah dan bukan bagian dari rukun iman.
-
Syiah meyakini imamah sebagai bagian dari rukun iman dan bahwa hanya keturunan Ali bin Abi Thalib yang berhak menjadi pemimpin.
-
Sunni mencintai semua sahabat Nabi ﷺ dan tidak mencela mereka.
-
Syiah Rafidhah justru mengkafirkan mayoritas sahabat, bahkan mencela istri Nabi seperti Aisyah radhiyallahu ‘anha.
"وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ... رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ"
“Dan orang-orang yang terdahulu (beriman) dari kalangan Muhajirin dan Anshar... Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.”
(QS. At-Taubah: 100)
Bagaimana mungkin umat bisa bersatu jika salah satu kelompok mengkafirkan sahabat-sahabat utama yang dijamin Allah ridha terhadap mereka?
2. Konsep Imamah dan Ghuluw terhadap Keturunan Nabi
Syiah meyakini bahwa para imam dari keturunan Ali adalah maksum (terjaga dari dosa), memiliki ilmu ghaib, bahkan memiliki otoritas melebihi para nabi. Ini bertentangan dengan konsep dalam Islam bahwa hanya Rasulullah ﷺ yang maksum dan tidak ada manusia setelahnya yang memiliki sifat semacam itu.
قال رسول الله ﷺ: "لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، فإنما أنا عبد، فقولوا: عبد الله ورسوله"
“Jangan kalian berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orang Nasrani memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya.”
(HR. Bukhari)
Jika terhadap Nabi pun kita dilarang berlebihan, apalagi terhadap manusia biasa yang tidak dijamin wahyu?
3. Syiah Menyebarkan Narasi Kebencian dan Fitnah terhadap Sahabat
Selama Syiah masih menyebarkan kutukan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah, maka perdamaian hakiki tidak akan pernah terjadi. Kitab-kitab utama Syiah seperti Bihar al-Anwar penuh dengan cercaan terhadap para sahabat yang dijunjung tinggi oleh Sunni.
Bagaimana mungkin umat bisa bersatu jika tokoh-tokoh yang satu dimuliakan, tapi oleh yang lain dikutuk setiap hari?
4. Kepentingan Politik dan Ekspansi Syiah Global
Iran sebagai pusat Syiah global memiliki agenda penyebaran ideologi ke seluruh dunia, termasuk ke negara-negara Sunni. Mereka menyusup lewat jalur pendidikan, budaya, media, dan bantuan sosial. Tujuannya bukan sekadar kerukunan, tapi mengubah struktur keyakinan masyarakat.
Konflik Sunni-Syiah tidak akan pernah selesai jika yang satu berusaha mempertahankan kemurnian Islam, sementara yang lain berusaha menanamkan ideologi batil dengan cara terselubung.
5. Hadits-Hadits Palsu Jadi Pegangan Syiah
Umat Sunni hanya menerima hadits-hadits yang sahih dari sumber yang terpercaya. Sementara Syiah memiliki kitab-kitab hadits yang banyak mengandung kebohongan, seperti menyatakan bahwa para imam lebih tinggi dari malaikat dan nabi, atau bahwa Al-Qur’an telah diubah oleh para sahabat.
قال رسول الله ﷺ: "من كذب علي متعمدًا فليتبوأ مقعده من النار"
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Selama sumber ajaran Syiah tidak berdasarkan hadits sahih, maka mustahil terjadi kesatuan.
6. Perbedaan dalam Konsep Sumber Hukum
Sunni menjadikan Al-Qur’an, hadits shahih, ijma’, dan qiyas sebagai sumber hukum. Sementara Syiah menjadikan ucapan imam dan riwayat mereka yang tidak jelas sanadnya sebagai hujjah yang lebih tinggi dari sunnah Nabi. Ini menyebabkan pertentangan fatal dalam memahami Islam.
7. Kesetiaan Syiah Lebih pada Imam daripada Nabi
Syiah mengajarkan untuk taat mutlak kepada imam mereka, bahkan meyakini imam adalah perantara doa kepada Allah. Konsep ini mendekati syirik karena menggantikan posisi Nabi ﷺ dan langsungnya hubungan antara hamba dan Rabb-nya.
Penutup: Persatuan Tidak Akan Terwujud Jika Akidah Menyimpang
Perpecahan Sunni-Syiah tidak pernah berakhir karena akarnya bukan sekadar politik atau sosial, tapi akidah dan prinsip iman. Umat Islam harus menyadari bahwa tidak semua yang mengaku Islam itu membawa ajaran yang murni. Kita wajib menyaring setiap ajaran berdasarkan Al-Qur’an dan hadits yang sahih sesuai pemahaman para sahabat.
"وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ... نُصْلِهِ جَهَنَّمَ"
“Barang siapa menentang Rasul... Kami akan memasukkannya ke dalam neraka Jahannam.”
(QS. An-Nisa: 115)
Persatuan umat Islam hanya bisa terjadi di atas akidah yang lurus, bukan kompromi terhadap kebatilan. Kita tidak akan bisa bersatu dengan orang yang mencela sahabat Nabi, meragukan Al-Qur’an, dan mengedepankan imam-imam fiktif melebihi Rasulullah ﷺ sendiri.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: