Turbah, tempat sujud pengungsi Syiah saat salat.
Syiahindonesia.com - Jam menunjuk pukul 04.30 ketika serombongan penghuni Rumah Susun Puspa Agro, Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, bersiap menunaikan Salat Subuh. Ruang sempit di lantai 2 dan 3 menjadi musala darurat selama beberapa tahun, sejak mereka terusir dari Sampang. Terdengar lantunan kunut dikumandangkan imam, pada rakaat kedua, sebelum rukuk.
Usai solat dan wirid, anak-anak berhimpun, mendaras juz amma, hingga pukul 05.00 WIB. Tampak di sudut ruangan, Ummi Kulsum memantau kegiatan itu.
Mengenakan mukena pink, istri Ustaz Tajul Muluk itu kemudian mempersilakan Ngopibareng duduk di bangku kayu, depan kamarnya. Kamar berukuran 6x5 telah dihuninya selama tujuh tahun terakhir dan disebut sebagai rumahnya. Pagi itu, Ummi menjamu Ngopibareng dengan segelas teh hangat.
Perempuan berusia 43 tahun itu mulai berkisah. Ia berharap bisa pulang dan hidup tenang. Ada banyak hal yang membuatnya tak tenang di rusun.
"Tidurnya gimana, ruangan bersekat-sekat untuk 5 orang. Kalau pulang yang cowok sampai tidur di luar pakai karpet. Di sini pun ngga muat, numpuk-numpuk kayak pindang” ungkapnya. Bersama Tajul, ia dikarunia lima orang anak.
Ia lantas menawarkan ketan manis hangat yang disajikan di atas piring.
Rumah yang sempit terpaksa disekat agar cukup untuk ruang tamu, ruang tidur, dapur dan musala. Jika hujan, air merembes di sana-sini. Pun tak ada tambahan rumah atau ruang baru bagi penghuni yang menikah.
"Sudah sering dilakukan protes ke pemprov (Pemprov Jatim) tapi belum ada tanggapan” sesal Ummi.
Ia juga was-was akan diusir setiap saat. Rumor yang berkembang di rusun membuatnya tak bisa tidur nyenyak. ngopibareng.id
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Syiahindonesia.com - Jam menunjuk pukul 04.30 ketika serombongan penghuni Rumah Susun Puspa Agro, Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, bersiap menunaikan Salat Subuh. Ruang sempit di lantai 2 dan 3 menjadi musala darurat selama beberapa tahun, sejak mereka terusir dari Sampang. Terdengar lantunan kunut dikumandangkan imam, pada rakaat kedua, sebelum rukuk.
Usai solat dan wirid, anak-anak berhimpun, mendaras juz amma, hingga pukul 05.00 WIB. Tampak di sudut ruangan, Ummi Kulsum memantau kegiatan itu.
Mengenakan mukena pink, istri Ustaz Tajul Muluk itu kemudian mempersilakan Ngopibareng duduk di bangku kayu, depan kamarnya. Kamar berukuran 6x5 telah dihuninya selama tujuh tahun terakhir dan disebut sebagai rumahnya. Pagi itu, Ummi menjamu Ngopibareng dengan segelas teh hangat.
Perempuan berusia 43 tahun itu mulai berkisah. Ia berharap bisa pulang dan hidup tenang. Ada banyak hal yang membuatnya tak tenang di rusun.
"Tidurnya gimana, ruangan bersekat-sekat untuk 5 orang. Kalau pulang yang cowok sampai tidur di luar pakai karpet. Di sini pun ngga muat, numpuk-numpuk kayak pindang” ungkapnya. Bersama Tajul, ia dikarunia lima orang anak.
Ia lantas menawarkan ketan manis hangat yang disajikan di atas piring.
Rumah yang sempit terpaksa disekat agar cukup untuk ruang tamu, ruang tidur, dapur dan musala. Jika hujan, air merembes di sana-sini. Pun tak ada tambahan rumah atau ruang baru bagi penghuni yang menikah.
"Sudah sering dilakukan protes ke pemprov (Pemprov Jatim) tapi belum ada tanggapan” sesal Ummi.
Ia juga was-was akan diusir setiap saat. Rumor yang berkembang di rusun membuatnya tak bisa tidur nyenyak. ngopibareng.id
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: