Syiahindonesia.com - Sebagai tindak lanjut dari hasil mudzakarah Aliansi Nasional Anti Syiah yang berlangsung beberapa pekan lalu, organisasi yang diketuai oleh Ust. Athian Ali ini melayangkan surat kepada Presiden Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.
Surat tersebut merupakan sikap dan desakan kepada pemerintah RI dan seluruh jajarannya dalam rangka membendung aliran Syiah di Indonesia.
Berikut isi dari surat Pernyataan Sikap Mudzakarah Nasinoal Aliansi Anti Syiah (ANNAS):
PERNYATAAN SIKAP
MUDZAKARAH NASIONAL
ALIANSI NASIONAL ANTI SYIAH (ANNAS)
Bahwa ajaran syiah dan pendukungnya bukan saja dapat dikategorikan sesat dan menyesatkan akan tetapi juga sangat membahayakan. Bahaya bagi akidah umat sudah pasti karena merusak sendi-sendi keimanan yang digariskan dalam nash Al Qur’an, demikian juga dengan ibadah, muamalah dan perilaku (ahlak) yang jauh berbeda dengan yang dijalankan umat Islam selama ini. Syiah telah menghancurkan kaifiyat dan akhlaqul kariimah yang dituntunkan Rosulullah SAW. Budaya dusta (taqiyah), caci maki (la’nah), serta menyakiti diri (tathbir) akan meruntuhkan pembangunan karakter mulia umat dan bangsa. Sulit mencari mashlahat dari keberadaan ajaran Syiah di Indonesia, selain mafsadat.
Gerakan syiah di Indonesia berawal dari kegiatan pengajian dan membuat lembaga pendidikan lalu menggumpal dalam yayasan-yayasan dan organisasi kemasyarakatan. Bereskalasi ke panggung politik baik menjadi anggota parlemen maupun menyusup ke lembaga politik strategis. Mendapat suaka politik dari pemegang otoritas kekuasaan dan mendapat dukungan dari negara syiah Iran. Inilah gerakan masif syiah yang memberi pengaruh besar pada aspek budaya, pendidikan, ekonomi, dan keagamaan di Indonesia. Buku-buku dan media sosial turut menyemarakkan pengembangan gerakan. Sebagaimana habitatnya yang merupakan aktivitas politik, syiah telah sampai pada marhalah penunjukkan jati dirinya ini.
Strategi penguatan eksistensi dengan pola kolaborasi adalah pilihan perjuangan. Bersama-sama dengan kelompok minoritas lain (baik agama, sekte, maupun etnis) penganut syiah meneriakkan perlindungan hak asasi manusia, kesetaraan dalam kebhinekaan, serta kebebasan berserikat dan berkumpul atas jaminan konstitusi. Para pengamat, cendekiawan, maupun pemuka agama yang berfikiran liberal cenderung mendukung eksistensi dan pengembangan ajaran syiah atas dasar paradigma HAM yang sempit dan sepihak tersebut. Beberapa aparat pemeritahan pun terpengaruh oleh cara pandang yang kabur (myopsis) ini. Bahkan organisasi keagamaan Islam mainstream juga tak luput dari kader-kader yang berpandangan serupa. Akibatnya gerakan syiah mendapat dukungan moral besar untuk berkembang. MUI yang telah mengingatkan akan penyimpangan syiah di Indonesia harus bekerja keras mensosialisasikan dan meyakinkan umat dan bangsa akan penyimpangannya. Meskipun demikian di sisi lain kita bersyukur kesadaran umat maupun aparat tentang sesat dan bahayanya ajaran syiah bagi bangsa dan negara mulai tumbuh. Gerakan antisipasi pun bermunculan. Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) pun hadir memenuhi panggilan ulama, tokoh masyarakat, maupun umat Islam tentang perlunya sikap dan strategi bersama menghadapi perkembangan yang mengkhawatirkan ini. Bersama dengan organisasi kemasyarakatan Islam, lembaga da’wah, serta gerakan-gerakan Islam lainnya bertekad untuk bekerjasama mengantisipasi gerakan ideologi transnasional syiah ini. Mengingatkan umat, bangsa dan negara akan bahaya perkembangan faham syiah di bumi ahlus sunnah wal jama’ah Indonesia. Membiarkan ajaran syiah berkembang sama saja dengan membiarkan negara ke depan untuk berada dalam arena konflik yang akan merusak tatanan dan kedamaian hidup berbangsa dan bernegara. Kepentingan global akan serta merta ikut memperkeruh stabilitas negara dengan menunggangi friksi atau konflik akibat perkembangan syiah di Indonesia tersebut. Oleh karenanya tak ada pilihan lain bagi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) untuk “Bersama-sama seluruh kekuatan umat, bangsa, dan negara” melindungi agama, bangsa dan negara dari penyusupan dan intervensi faham dan ideologi Syiah yang jelas-jelas didukung penuh oleh negara Syiah Iran.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka dalam memenuhi tanggungjawab keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan, maka Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) melalui Mudzakarah Nasional di Bandung ini menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama,
Bahwa makna “Anti” dari Aliansi Anti Syiah bukan dimaknai sebagai gerakan radikal atau intoleran, melainkan tekad kuat dan sikap tegas untuk mengantisipasi bahaya yang ditimbulkan dari perkembangan Syiah di negara Indonesia yang berfahamkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. ANNAS berjuang untuk melindungi kepentingan agama, bangsa, dan negara dari ekspansi ideologi makar Syiah yang nyata-nyata didukung negara Iran sebagaimana yang terjadi di negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Yaman, Lebanon, Bahrain dan Suriah.
Kedua,
Mengingatkan bahwa Syiah baik rafidhah, ghulat, zaidiyah atau apa pun sepanjang tidak melandaskan diri pada Al Qur’an dan As Sunnah serta tidak memuliakan istri dan shahabat-shahabat Rosulullah SAW, maka ajaran itu sesat, menyesatkan, dan membahayakan. Pembagian sekte Syiah tidak relevan dengan fakta perkembangan syiah di Indonesia yang nyatanya adalah Syiah Imamiyah-Itsna Assyariyah yang didukung dan dikendalikan oleh negara Syiah Iran. Syiah bukan semata-mata ajaran teologis melainkan suatu gerakan politik yang mengarahkan misi penyebarannya pada “pengambilalihan kekuasaan” melalui apa yang disebut dengan ekspor Revolusi Syiah Iran.
Ketiga,
Mengajak umat Islam baik secara individu maupun yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan Islam, lembaga-lembaga da’wah, maupun gerakan-gerakan Islam lainnya, untuk bersama-sama menyatukan langkah strategis menghadapi skenario syiahisasi yang teragendakan rapih oleh organisasi kemasyarakatan, yayasan-yayasan, lembaga pendidikan, serta husainiyat-husainiyat yang seluruhnya terafiliasi pada gerakan sesat Syiah. Bagi mereka yang terpengaruh dan memungkinkan untuk disadarkan, maka tugas ANNAS bersama seluruh komponen perjuangan umat anti Syiah untuk melakukan penyadaran dengan penuh hikmah. Sedangkan bagi organisasi dan para penggerak militan syiahisasi perlu diantisipasi melalui penggalangan kekuatan yang bersifat perlawanan-perlawanan.
Keempat,
Mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat segera untuk mengeluarkan Fatwa tegas tentang sesat dan bahayanya faham Syiah. Hal ini berguna untuk proses penyadaran bagi mereka yang terlanjur ikut faham sesat Syiah tanpa pemahaman yang dalam, dan sangat berguna pula bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan kepada mereka yang dikategorikan melakukan perbuatan penodaan agama melalui ajaran Syiah. Perlu disadari bersama bahwa kini kita berada dalam situasi “darurat syiah”.
Kelima,
Mendesak Presiden dan jajaran pemerintah Republik Indonesia untuk lebih peka dan segera bertindak merespons perkembangan faham Syiah dengan sikap tegas dengan melarang institusi pengembangan Syiah. Menutup dan membubarkannya. Menyadari jika ada dukungan syiah pada pemerintah maka hal itu hanya siasat sekedar batu loncatan untuk memperkuat kedudukan politik ataupun suaka politik. Ideologi Imamah yang berkiblat pada kepemimpinan negara Iran jelas tak bisa berpadu dengan ideologi negara Pancasila. Ideologi imamah adalah ideologi makar bagi negara Indonesia.
Keenam,
Mendesak aparat intelijen baik dari Kepolisian, TNI, Badan Intelijen Negara untuk lebih intens mengendus pergerakkan faham Syiah. Sebagaimana di negara-negara Timur Tengah di negara-negara Sunni yang dilanda konflik Sunni-Syiah munculnya kekuatan bersenjata Syiah disebabkan kurang berjalannya system pendeteksian dan pencegahan dini intelijen terhadap pertahanan dan keamanan Negara terhadap perkembangan Syiah dukungan Iran sehingga meningkat dari yang bersifat pengajian menjadi kekuatan politik dan militer.
Ketujuh,
Mewaspadai pola pengembangan faham Syiah dengan modus “taqrib” yaitu pendekatan antara Sunni dan Syiah. Mustahil untuk dapat dekat apalagi bersatu antara keduanya karena di samping adanya perbedaan mendasar keimanan (aqidah) juga bawaan ajaran Syiah itu adalah menafikan kehormatan bahkan melaknat keberadaan orang-orang yang dicintai Rosulullah SAW baik istri-istri maupun shahabat-shahabatnya. Konflik adalah suatu keniscayaan karena Sunni akan membela mati-matian kehormatan orang-orang dekat dan dicintai oleh Rosulullah SAW tersebut. Menghindari konflik antara Sunni dan Syiah bukan dengan cara “mendekatkan” antara keduanya, melainkan dengan meminimalisasi bahkan mengeliminasi faham syiah dari bumi Indonesia yang berfahamkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Kedelapan,
Mendesak Pemerintah untuk membatasi hubungan dengan Pemerintah Iran. Investasi Iran bukan semata murni bisnis melainkan bagian dari program syiahisasi di Indonesia. Pemberian beasiswa dan berdirinya “Iranian Corner” di berbagai Perguruan Tinggi menjadi bagian pengembangan jaringan Syiah melalui dunia akademik. Peran Kedutaan Besar Iran melalui Islamic Cultural Centre (ICC) yang menjadi “Markas Besar” bagi infiltrasi dan invasi upaya hegemoni ideologi transnasional Imamah ke dunia Islam khususnya Indonesia harus segera dihentikan. Tutup Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Iran, karena misi yang diembannya bukan semata misi kebudayaan melainkan menjalankan program syiahisasi secara sistematis dan terkomando dengan dana yang sangat besar.
Kesembilan,
Kementrian Agama dituntut untuk meningkatkan kerjasamanya dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia sehubungan semakin intensnya para missionaris Syiah baik dari Iran, Afganistan, Irak maupun Lebanon yang tanpa pengawasan ketat telah masuk dan menyebarkan faham sesat Syiah di Indonesia. Harus ada pengaturan yang jelas dan ketat aspek keimigrasian mengenai aktivitas penyebaran faham sesat Syiah oleh para missionaris asing di Indonesia ini. Lembaga-lembaga Syiah yang mendatangkannya mesti diawasi dan diberi sanksi atas pelanggarannya. Demikian juga dengan para “pengungsi” Syiah yang ditampung di berbagai Rumah Detensi Imigrasi patut untuk segera diselesaikan, sebab jika dibiarkan berlarut-larut maka akan menjadi masalah rumit dikemudian hari.
Kesepuluh,
Dalam rangka membentengi keluarga muslim dari penyesatan Syiah, maka kepada seluruh komponen umat untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah, pesantren, atau lembaga pendidikan lain yang dikelola oleh Yayasan-Yayasan Syiah dan aliran sesat lainnya. Demikian pula, perlu gerakan penyadaran kepada para tenaga pengajar yang banyak diantaranya tidak faham atau tidak menyadari bahwa proses belajar mengajar yang dilakukannya itu menjadi bagian sistemik dari pengembangan faham sesat Syiah dan aliran sesat lainnya. Beredar buku-buku bahan ajar yang nyatanya baik keseluruhan maupun sisipannya adalah ajaran Syiah. Demikian juga dengan akses ke media sosial Syiah perlu pengawasan semua pihak agar anak-anak didik dan generasi muda muslim tidak mudah terkecoh oleh program penyesatan ajaran Syiah tersebut. “Yaa ayyuhalladziina aamanuu quu anfusakum wa ahliikum naaro...” (QS At Tahrim 6)
Demikian Pernyataan Sikap Mudzakarah Nasional ANNAS ini dikemukakan sebagai rasa tanggung jawab keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan kita dengan semata-mata mengharap ridlo Allah SWT. Semoga Allah SWT membantu dan memudahkan serta melindungi umat Islam dari gerakan penyesatan dalam berbagai cara dan bentuknya. Aamiin.
Bandung, 17 Shaffar 1437 H/29 November 2015 M,
Pimpinan Pusat Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS),
Ketua,
ttd
KH. ATHIAN ALI M. DA’I, Lc., MA.
(nisyi/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Surat tersebut merupakan sikap dan desakan kepada pemerintah RI dan seluruh jajarannya dalam rangka membendung aliran Syiah di Indonesia.
Berikut isi dari surat Pernyataan Sikap Mudzakarah Nasinoal Aliansi Anti Syiah (ANNAS):
PERNYATAAN SIKAP
MUDZAKARAH NASIONAL
ALIANSI NASIONAL ANTI SYIAH (ANNAS)
Bahwa ajaran syiah dan pendukungnya bukan saja dapat dikategorikan sesat dan menyesatkan akan tetapi juga sangat membahayakan. Bahaya bagi akidah umat sudah pasti karena merusak sendi-sendi keimanan yang digariskan dalam nash Al Qur’an, demikian juga dengan ibadah, muamalah dan perilaku (ahlak) yang jauh berbeda dengan yang dijalankan umat Islam selama ini. Syiah telah menghancurkan kaifiyat dan akhlaqul kariimah yang dituntunkan Rosulullah SAW. Budaya dusta (taqiyah), caci maki (la’nah), serta menyakiti diri (tathbir) akan meruntuhkan pembangunan karakter mulia umat dan bangsa. Sulit mencari mashlahat dari keberadaan ajaran Syiah di Indonesia, selain mafsadat.
Gerakan syiah di Indonesia berawal dari kegiatan pengajian dan membuat lembaga pendidikan lalu menggumpal dalam yayasan-yayasan dan organisasi kemasyarakatan. Bereskalasi ke panggung politik baik menjadi anggota parlemen maupun menyusup ke lembaga politik strategis. Mendapat suaka politik dari pemegang otoritas kekuasaan dan mendapat dukungan dari negara syiah Iran. Inilah gerakan masif syiah yang memberi pengaruh besar pada aspek budaya, pendidikan, ekonomi, dan keagamaan di Indonesia. Buku-buku dan media sosial turut menyemarakkan pengembangan gerakan. Sebagaimana habitatnya yang merupakan aktivitas politik, syiah telah sampai pada marhalah penunjukkan jati dirinya ini.
Strategi penguatan eksistensi dengan pola kolaborasi adalah pilihan perjuangan. Bersama-sama dengan kelompok minoritas lain (baik agama, sekte, maupun etnis) penganut syiah meneriakkan perlindungan hak asasi manusia, kesetaraan dalam kebhinekaan, serta kebebasan berserikat dan berkumpul atas jaminan konstitusi. Para pengamat, cendekiawan, maupun pemuka agama yang berfikiran liberal cenderung mendukung eksistensi dan pengembangan ajaran syiah atas dasar paradigma HAM yang sempit dan sepihak tersebut. Beberapa aparat pemeritahan pun terpengaruh oleh cara pandang yang kabur (myopsis) ini. Bahkan organisasi keagamaan Islam mainstream juga tak luput dari kader-kader yang berpandangan serupa. Akibatnya gerakan syiah mendapat dukungan moral besar untuk berkembang. MUI yang telah mengingatkan akan penyimpangan syiah di Indonesia harus bekerja keras mensosialisasikan dan meyakinkan umat dan bangsa akan penyimpangannya. Meskipun demikian di sisi lain kita bersyukur kesadaran umat maupun aparat tentang sesat dan bahayanya ajaran syiah bagi bangsa dan negara mulai tumbuh. Gerakan antisipasi pun bermunculan. Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) pun hadir memenuhi panggilan ulama, tokoh masyarakat, maupun umat Islam tentang perlunya sikap dan strategi bersama menghadapi perkembangan yang mengkhawatirkan ini. Bersama dengan organisasi kemasyarakatan Islam, lembaga da’wah, serta gerakan-gerakan Islam lainnya bertekad untuk bekerjasama mengantisipasi gerakan ideologi transnasional syiah ini. Mengingatkan umat, bangsa dan negara akan bahaya perkembangan faham syiah di bumi ahlus sunnah wal jama’ah Indonesia. Membiarkan ajaran syiah berkembang sama saja dengan membiarkan negara ke depan untuk berada dalam arena konflik yang akan merusak tatanan dan kedamaian hidup berbangsa dan bernegara. Kepentingan global akan serta merta ikut memperkeruh stabilitas negara dengan menunggangi friksi atau konflik akibat perkembangan syiah di Indonesia tersebut. Oleh karenanya tak ada pilihan lain bagi Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) untuk “Bersama-sama seluruh kekuatan umat, bangsa, dan negara” melindungi agama, bangsa dan negara dari penyusupan dan intervensi faham dan ideologi Syiah yang jelas-jelas didukung penuh oleh negara Syiah Iran.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka dalam memenuhi tanggungjawab keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan, maka Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) melalui Mudzakarah Nasional di Bandung ini menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama,
Bahwa makna “Anti” dari Aliansi Anti Syiah bukan dimaknai sebagai gerakan radikal atau intoleran, melainkan tekad kuat dan sikap tegas untuk mengantisipasi bahaya yang ditimbulkan dari perkembangan Syiah di negara Indonesia yang berfahamkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. ANNAS berjuang untuk melindungi kepentingan agama, bangsa, dan negara dari ekspansi ideologi makar Syiah yang nyata-nyata didukung negara Iran sebagaimana yang terjadi di negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Yaman, Lebanon, Bahrain dan Suriah.
Kedua,
Mengingatkan bahwa Syiah baik rafidhah, ghulat, zaidiyah atau apa pun sepanjang tidak melandaskan diri pada Al Qur’an dan As Sunnah serta tidak memuliakan istri dan shahabat-shahabat Rosulullah SAW, maka ajaran itu sesat, menyesatkan, dan membahayakan. Pembagian sekte Syiah tidak relevan dengan fakta perkembangan syiah di Indonesia yang nyatanya adalah Syiah Imamiyah-Itsna Assyariyah yang didukung dan dikendalikan oleh negara Syiah Iran. Syiah bukan semata-mata ajaran teologis melainkan suatu gerakan politik yang mengarahkan misi penyebarannya pada “pengambilalihan kekuasaan” melalui apa yang disebut dengan ekspor Revolusi Syiah Iran.
Ketiga,
Mengajak umat Islam baik secara individu maupun yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan Islam, lembaga-lembaga da’wah, maupun gerakan-gerakan Islam lainnya, untuk bersama-sama menyatukan langkah strategis menghadapi skenario syiahisasi yang teragendakan rapih oleh organisasi kemasyarakatan, yayasan-yayasan, lembaga pendidikan, serta husainiyat-husainiyat yang seluruhnya terafiliasi pada gerakan sesat Syiah. Bagi mereka yang terpengaruh dan memungkinkan untuk disadarkan, maka tugas ANNAS bersama seluruh komponen perjuangan umat anti Syiah untuk melakukan penyadaran dengan penuh hikmah. Sedangkan bagi organisasi dan para penggerak militan syiahisasi perlu diantisipasi melalui penggalangan kekuatan yang bersifat perlawanan-perlawanan.
Keempat,
Mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat segera untuk mengeluarkan Fatwa tegas tentang sesat dan bahayanya faham Syiah. Hal ini berguna untuk proses penyadaran bagi mereka yang terlanjur ikut faham sesat Syiah tanpa pemahaman yang dalam, dan sangat berguna pula bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan kepada mereka yang dikategorikan melakukan perbuatan penodaan agama melalui ajaran Syiah. Perlu disadari bersama bahwa kini kita berada dalam situasi “darurat syiah”.
Kelima,
Mendesak Presiden dan jajaran pemerintah Republik Indonesia untuk lebih peka dan segera bertindak merespons perkembangan faham Syiah dengan sikap tegas dengan melarang institusi pengembangan Syiah. Menutup dan membubarkannya. Menyadari jika ada dukungan syiah pada pemerintah maka hal itu hanya siasat sekedar batu loncatan untuk memperkuat kedudukan politik ataupun suaka politik. Ideologi Imamah yang berkiblat pada kepemimpinan negara Iran jelas tak bisa berpadu dengan ideologi negara Pancasila. Ideologi imamah adalah ideologi makar bagi negara Indonesia.
Keenam,
Mendesak aparat intelijen baik dari Kepolisian, TNI, Badan Intelijen Negara untuk lebih intens mengendus pergerakkan faham Syiah. Sebagaimana di negara-negara Timur Tengah di negara-negara Sunni yang dilanda konflik Sunni-Syiah munculnya kekuatan bersenjata Syiah disebabkan kurang berjalannya system pendeteksian dan pencegahan dini intelijen terhadap pertahanan dan keamanan Negara terhadap perkembangan Syiah dukungan Iran sehingga meningkat dari yang bersifat pengajian menjadi kekuatan politik dan militer.
Ketujuh,
Mewaspadai pola pengembangan faham Syiah dengan modus “taqrib” yaitu pendekatan antara Sunni dan Syiah. Mustahil untuk dapat dekat apalagi bersatu antara keduanya karena di samping adanya perbedaan mendasar keimanan (aqidah) juga bawaan ajaran Syiah itu adalah menafikan kehormatan bahkan melaknat keberadaan orang-orang yang dicintai Rosulullah SAW baik istri-istri maupun shahabat-shahabatnya. Konflik adalah suatu keniscayaan karena Sunni akan membela mati-matian kehormatan orang-orang dekat dan dicintai oleh Rosulullah SAW tersebut. Menghindari konflik antara Sunni dan Syiah bukan dengan cara “mendekatkan” antara keduanya, melainkan dengan meminimalisasi bahkan mengeliminasi faham syiah dari bumi Indonesia yang berfahamkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Kedelapan,
Mendesak Pemerintah untuk membatasi hubungan dengan Pemerintah Iran. Investasi Iran bukan semata murni bisnis melainkan bagian dari program syiahisasi di Indonesia. Pemberian beasiswa dan berdirinya “Iranian Corner” di berbagai Perguruan Tinggi menjadi bagian pengembangan jaringan Syiah melalui dunia akademik. Peran Kedutaan Besar Iran melalui Islamic Cultural Centre (ICC) yang menjadi “Markas Besar” bagi infiltrasi dan invasi upaya hegemoni ideologi transnasional Imamah ke dunia Islam khususnya Indonesia harus segera dihentikan. Tutup Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Iran, karena misi yang diembannya bukan semata misi kebudayaan melainkan menjalankan program syiahisasi secara sistematis dan terkomando dengan dana yang sangat besar.
Kesembilan,
Kementrian Agama dituntut untuk meningkatkan kerjasamanya dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia sehubungan semakin intensnya para missionaris Syiah baik dari Iran, Afganistan, Irak maupun Lebanon yang tanpa pengawasan ketat telah masuk dan menyebarkan faham sesat Syiah di Indonesia. Harus ada pengaturan yang jelas dan ketat aspek keimigrasian mengenai aktivitas penyebaran faham sesat Syiah oleh para missionaris asing di Indonesia ini. Lembaga-lembaga Syiah yang mendatangkannya mesti diawasi dan diberi sanksi atas pelanggarannya. Demikian juga dengan para “pengungsi” Syiah yang ditampung di berbagai Rumah Detensi Imigrasi patut untuk segera diselesaikan, sebab jika dibiarkan berlarut-larut maka akan menjadi masalah rumit dikemudian hari.
Kesepuluh,
Dalam rangka membentengi keluarga muslim dari penyesatan Syiah, maka kepada seluruh komponen umat untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah, pesantren, atau lembaga pendidikan lain yang dikelola oleh Yayasan-Yayasan Syiah dan aliran sesat lainnya. Demikian pula, perlu gerakan penyadaran kepada para tenaga pengajar yang banyak diantaranya tidak faham atau tidak menyadari bahwa proses belajar mengajar yang dilakukannya itu menjadi bagian sistemik dari pengembangan faham sesat Syiah dan aliran sesat lainnya. Beredar buku-buku bahan ajar yang nyatanya baik keseluruhan maupun sisipannya adalah ajaran Syiah. Demikian juga dengan akses ke media sosial Syiah perlu pengawasan semua pihak agar anak-anak didik dan generasi muda muslim tidak mudah terkecoh oleh program penyesatan ajaran Syiah tersebut. “Yaa ayyuhalladziina aamanuu quu anfusakum wa ahliikum naaro...” (QS At Tahrim 6)
Demikian Pernyataan Sikap Mudzakarah Nasional ANNAS ini dikemukakan sebagai rasa tanggung jawab keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan kita dengan semata-mata mengharap ridlo Allah SWT. Semoga Allah SWT membantu dan memudahkan serta melindungi umat Islam dari gerakan penyesatan dalam berbagai cara dan bentuknya. Aamiin.
Bandung, 17 Shaffar 1437 H/29 November 2015 M,
Pimpinan Pusat Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS),
Ketua,
ttd
KH. ATHIAN ALI M. DA’I, Lc., MA.
(nisyi/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: