Breaking News
Loading...

Kemana tujuan sebenarnya para Imigran Syiah, Australia ataukah Indonesia?
Syiahindonesia.com - Imigran Syiah dari Afghanistan yang saat ini berada di Balikpapan memang diduga masuk lewat jalur ilegal. Mereka sama sekali tidak membawa identitas dan mengandalkan sertifikat pengungsi dan pencari suaka dari UNHCR, lembaga PBB yang bertugas mengurusi pengungsi.

Lantas ke manakah tujuan akhir mereka? Apakah mereka memang sengaja ingin menetap di Indonesia atau hanya sekadar transit untuk menuju ke negara ketiga?

“Dalam kurun waktu satu dekade ini ya, kalau kita baca peta, tujuan akhirnya ke sana (Australia, red),” ujar Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Lamaru Balikpapan, Edu Andarius Aria saat ditemui di Balikpapan pada Kamis, (11/12/2014).

Lembaga PBB yang mengurusi pengungsi, UNHCR, menyatakan sampai dengan akhir November 2014, ada 6,348 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif. Sebagian besar dari mereka berasal dari Afghanistan (60%), Iran (9%), Somalia (6%) dan Iraq (6%). Namun menurut Edu, Indonesia bukanlah sebagai negara tujuan para imigran syiah ini.

“Kalau sekarang ini bukan ya. Indonesia sebagai negara tujuan saya rasa enggak. Tapi masalahnya dia terjebak di sini menunggu keputusan diterima atau tidak ke negara ketiga,” tambahnya.

Berdasarkan penelusuran Fajar Shadiq, anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU) selama di Balikpapan, gelombang imigran syiah di Balikpapan ini berjumlah hampir 300 imigran. Sebanyak 132 orang berada di dalam Rudenim Lamaru Balikpapan, sementara 86 lainnya ditampung di rumah dinas kepala kantor imigrasi Balikpapan yang berada di pusat kota.

Meski tidak ada dokumen yang membolehkan mereka ke Australia, mereka nekat ber-gambling yang penting keluar dari tanah kelahirannya di Afghanistan.

Edu menuturkan, ada dua cara para imigran gelap ini keluar dari negaranya. Yaitudengan cara ilegal maupun cara legal. Mayoritas dari mereka itu ambil jalan pintas dengan memakai cara ilegal. Menjadi manusia perahu, bekerjasama dengan sindikat perdagangan tenaga kerja manusia.

“Nah, karena jumlah perahu ilegal itu semakin banyak ke Australia itu menjadi sebab Australia menerapkan kebijakan mereka (menutup pintu pencari suaka, red),” tambah Edu.

Para imigran inilebih menyukai cara ilegal, karena kalau melalui jalur legal para imigran ini harus menunggu,tanpa ada batas waktu yang jelas. Menurut Edu, seluruh imigran syiah yang berada di Balikpapan ini statusnya sedang menunggu semua. Ada yang menunggu untuk wawancara kedua untuk menjadi pengungsi.Sementara yang sudah jadi pengungsi menunggu ada negara ketiga yang mau menerima mereka.

Lembaga asing bantu pembangunan Rudenim hingga fasilitasi imigran Syiah



Sejak Australia menutup pintu rapat-rapat bagi para pencari suaka dan pengungsi pada 1 Juli 2014 lalu, Indonesia kebanjiran imigran gelap. Mayoritas dari mereka (ada sebanyak 60%; menurut data UNHCR) berasal dari Afghanistan.

Anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Fajar Shadiq melaporkan berdasarkan hasil wawancara dengan para pejabat keimigrasian, Australia memang masih menjadi destinasi favorit bagi para imigran daerah konflik. Mereka datang dengan modus sebagai pencari suaka atau pengungsi hingga kemudian bisa transit di Indonesia.

Dalam proses pengajuannya sebagai pencari suaka politik, ada dua kemungkinan bahwa para imigran ini akan diterima atau ditolak oleh negara ketiga. Kalau diterima mereka menunggu berangkat ke negara yang dituju. Kalau ditolak itulah yang menjadi masalah.

UU Imigrasimemberi mereka dua pilihan; dia bisa dimasukkan ke Rudenim selama 10 tahun, lalu jika lewat dari 10 tahun mereka bisa difasilitasi di luar Rudenim dengancara ditempatkan di community house. Atau dia boleh pulang secara sukarela ke negaranya, dengan difasilitasi oleh NGO internasional bernama International Organization for Migration(IOM).

Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Lamaru Balikpapan, Edu Andarius Aria menyatakan IOM ini merupakan NGO internasional, namun bukan di bawah garis struktural PBB.

“Ini harus dipahami, beberapa wartawan selalu menulis dia (IOM) itu di bawah PBB. Dia bukan dari PBB. Dia support memberikan fasilitas makan apa segala macam. Menjadi fasilitator antara kami dan PBB, tapi dia bukan di bawah PBB. Sumber dananya berasal dari donor, sumbangan dan lainnya,” ungkap Edu saat ditemui JITU di Rudenim Lamaru Balikpapan pada Kamis, (11/12/2014).

Edu mengungkapan, IOM ini merupakan lembaga yang memberi bantuan kepada pihak imigrasi. Dari mulai pembangunannya hingga fasilitasnya kesehariannya. Menurutnya, pihak Australia menjadi salah satu donor yang cukup dominan pada lembaga yang mengurusi para pengungsi ini.

Laporan: Fajar Shadiq

(azm/arrahmah.com/syiahindonesia.com)

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: