Breaking News
Loading...

Bagi Syi’ah Tidak Ada Jihad Kecuali Setelah Kehadiran Al-Mahdi
Baiklah, kami akan kemukakan suatu fakta yang mungkin tidak diketahui oleh orang-orang yang simpati kepada Syi’ah dan orang-orang yang menyerukan kerukunan dengan mereka demi jihad melawan orang-orang kafir, sebagaimana anggapan mereka. Fakta tersebut ialah bahwasanya jihad dalam madzhab Syi’ah itu diharamkan hingga munculnya imam mereka yang kedua belas. Itulah sebabnya sejarah tidak pernah mencatat dan tidak akan mencatat jihad yang dilakukan oleh Syi’ah melawan orang-orang kafir.

Diriwayatkan oleh seorang ulama Syi’ah ahli hadits yang tsiqat bernama Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini dalam kitab Al-Kafi (VIII/295), dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam, ia berkata, “Setiap bendera yang dikibarkan sebelum munculnya Al-Qa’im maka yang melakukannya adalah thaghut yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.” Riwayat ini diketengahkan oleh guru kaum Syi’ah Al-Hurr Al-Amili dalam kitab Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/37).

Diriwayatkan oleh seorang ulama ahli hadits Syi’ah, Al-Haaj Husain An-Nuri Ath-Thabrasi dalam kitab Mustadrak Al-Wasa’il (II/248), Daar Al-Kutub Al-Islamiyah – Teheran, dari Abu Ja’far ‘Alaihis salam, ia berkata, “Perumpamaan orang diantara kita Ahlul Bait yang keluar untuk berjihad sebelum kedatangan Al-Qa’im ‘Alaihis salam adalah seperti perumpamaan seekor burung pipit yang terbang lalu jatuh dari sarangnya kemudian dibuat mainan oleh anak-anak kecil.”

Diriwayatkan oleh Al-Hurr Al-Amili dalam kitab Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/36), dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam, ia berkata, “Wahai Sudair, tetaplah tinggal di rumahmu. Jadilah kamu seorang penghuni di antara para penghuninya. Berdiamlah sepanjang malam dan siang. Jika kamu telah mendengar bahwa As-Sufyani telah muncul, maka pergilah kepada kami walaupun dengan berjalan kaki.”

Disebutkan dalam Ash-Shahifah As-Sajadiyat Al-Kamilah, hal. 16, Daar Al-Haura’ – Bairut Libanon, sebuah riwayat dari Abu Abdillah ‘Alaihis salam, ia berkata, “Siapapun diantara kami Ahlul Bait yang keluar demi berjihad sebelum datangnya Al-Qa’im kita, untuk menolak kezhaliman atau untuk membela kebenaran, niscaya ia akan tertimpa bencana. Kedatangan Al-Qa’im akan menambah kekuatan golongan kita.”

Disebutkan dalam Mustadrak Al-Wasa’il (II/248), sebuah riwayat dari Abu Ja’far ‘Alaihis salam, ia berkata, “Setiap bendera yang dikibarkan sebelum munculnya Al-Qa’im maka yang melakukannya adalah thaghut.”

Disebutkan dalam Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/36), sebuah riwayat dari Ali bin Al-Husain ‘Alaihis salam, ia berkata, “Demi Allah, seseorang diantara kita yang berangkat berjihad sebelum kedatangan Al-Qa’im, maka ia adalah seperti perumpamaan seekor burung pipit yang terbang dari sarangnya, dan sebelum sepasang sayapnya siap mengepak ia ditangkap oleh anak-anak kecil lalu dibuat main-main.”

Ayatullah Al-Khomeini, salah seorang ulama yang menjadi rujukan kaum Syi’ah, menyatakan bahwa yang berhak memerintah untuk memulai berjihad ialah Al-Qa’im. Lebih lanjut ia mengatakan dalam Tahrir Al-Wasilah (I/482), “Di zaman tidak adanya waliyul amri dan sulthan al-ashri – semoga Allah mensegerakan kemunculannya – maka yang berwenang menggantikannya ialah Al-Ammah. Mereka adalah para ulama ahli fiqih yang memenuhi syarat-syarat untuk mengeluarkan fatwa dan keputusan dalam masalah-masalah politik serta wewenang-wewenang lain seorang imam, kecuali dalam hal perintah untuk memulai berjihad.”

Apakah orang-orang seperti mereka itu bisa diharapkan berdampingan dengan kita kaum Ahli Sunnah dalam berjihad memerangi orang-orang kafir?

Dalam lintas sejarah, apakah kita lupa akan pengkhianatan dan hujatan mereka terhadap perkembangan Islam? Bukankah sekali tempo mereka suka bersikap khianat? Dan pada tempo yang lain mereka bersikap seolah mendukung orang-orang kafir yang sedang kita perangi? Padahal peranan mereka sangat diharapkan.

Yang pasti dan yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa mereka akan bersikap pasif manakala mereka dapati kelompok Ahlus Sunnah dalam keadaan kuat. Tetapi jika didapati orang-orang Ahlus Sunnah sedang lemah, mereka akan segera bangkit untuk menyerang dan menghancurkannya. Waspadalah terhadap ucapan mereka yang tidak jelas, dalam segala hal yang tampaknya mereka sepakat dengan kalian, sangat boleh jadi itu adalah sikap taqiyah mereka.

Bukankah guru mereka, An-Najafi sudah menganggap kafir setiap orang yang berani berselisih dengan orang-orang Syi’ah?

Apakah kalian tidak tahu bahwa orang-orang Ahlus Sunnah yang terbunuh di sebuah wilayah perbatasan demi membela kaum Muslimin, adalah para korban pembunuhan di dunia dan sekaligus para korban pembunuhan di akhirat? Itu menurut keyakinan mereka.

Diriwayatkan oleh Al-Mula Muhsin yang diberi julukan Al-Faidh Al-Kasyani dalam kitab Al-Wafi (IX/15); juga oleh Al-Hurr Al-Amili dalam Wasa’il Asy-Syi’ah (XI/21); dan oleh Muhammad Hasan An-Najafi dalam Jawahir Al-Kalam (XXI/40), dari Abdullah bin Sinan, ia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah ‘Alaihis salam, ‘Aku menjadi tebusan anda, bagaimana pendapat anda tentang orang-orang yang terbunuh oleh musuh di sebuah wilayah perbatasan?’ Ia menjawab, ‘Celaka. Mereka terburu-buru sebagai para korban di dunia dan sekaligus sebagai para korban di akhirat. Demi Allah, yang disebut syahid hanyalah golongan kita sekalipun mereka mati di atas tempat tidurnya’.”

Simak kata-katanya “Yang disebut syahid hanyalah golongan kita.” Sementara orang-orang Ahlus Sunnah yang menjadi korban dalam peperangan melawan orang-orang kafir dari umat Nashrani, musyrik, Budha, dan komunis dianggap orang-orang yang buru-buru menjerumuskan diri ke dalam kecelakaan dan kebinasaan!

Syaikh Muhammad Ahmad Arafat, anggota Ikatan Ulama-ulama Senior Al-Azhar mengomentari riwayat tersebut dalam mukaddimah kitab Al-Wasyi’at fi Naqdi Aqa’id Asy-Syi’ah, karya Musa Jarullah, sebagai berikut, “Seandainya ada segolongan di antara kita sedang berperang melawan orang-orang kafir di Mesir, niscaya mereka akan absen ikut memerangi orang-orang yang memusuhi tersebut berdasarkan kaidah ini. Itulah rahasianya kenapa pihak koloni begitu antusias menyebarkan madzhab Syi’ah di Negara-negara Islam.”

Analisa Syaikh Al-Fadhil tepat. Salah seorang Al-Fadhil yang kami percaya bercerita kepada kami, bahwa ia ikut dalam pertempuran yang sengit antara kaum Muslimin dan orang-orang Kafir di India dalam kurun waktu lebih dari empat puluh tahun. Dan orang-orang Syi’ah sama sekali tidak mau ikut terlibat dalam membela orang-orang Ahlus Sunnah yang tengah menghadapi pertempuran tersebut.

Kami ingin mengatakan, siapa yang menjamin tidak adanya persekutuan tersembunyi antara orang-orang Syi’ah dengan orang-orang kafir India? Bukankah dalam keyakinan mereka, kita ini adalah para pembangkang?

[Mengungkap Hakikat Syi’ah, Agar Kita Tidak Terpedaya, Abdullah Al-Mushili]


************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: