Breaking News
Loading...

Kritik atas Akidah Raj’ah Syiah


Syaihindonesia.com -
Berawal dari konsep imamah yang menjadi inti ajaran Syiah Itsna Asyariyah yang mana konsep ini oleh Syiah dijadikan rukun agama, padahal menurut pandangan Ahlusunnah wal Jamaah imamah adalah cabang agama, bukan ushul agama. Semua problem Syiah muncul dari konsep imamah seperti maksumnya para imam, mengubah al-Qur’an, raj’ah dan sebagainya.

Dari beberapa contoh di atas yang akan kita bahas adalah raj’ah (inkarnasi) yaitu kembalinya para imam untuk menampakkan wujudnya setelah gaib atau hidup setelah mati. Raj’ah dengan arti seperti ini menunjukkan kecendrungan terhadap ajaran Yahudi seperti dalam cerita Nabi Uzair dan Nabi Harun sebagaimana yang termaktub dalam Tafsir Ibnu Katsir juz 1 hal 314.

Pemikiran raj’ah tampak pada permulaan kemunculan Syiah sendiri oleh Abdullah bin Saba’ yang menggembar-gemborkan atas kembalinya Nabi Muhammad SAW dan Sayidina Ali KRW. Ia mengatakan bahwa Ali tidak terbunuh, bahkan Ali diangkat ke langit sebagaimana Nabi Isa AS. Pemikiran ini sudah menjadi keyakinan mayoritas Syiah.

Syiah Imamiyah Isna Asyariyah beranggapan bahwa imam terakhir mereka yaitu Imam Muhammad al-Mahdi al-Munthadhar akan Kembali. Mereka meyakini al–Munthadhar masuk ke sardab (basement) di rumah ayahnya dan akan keluar di akhir zaman serta akan memenuhi bumi dengan keadilan.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya mengatakan sampai hari ini Syiah masih setia menunggu kedatangan sang imam yang disebut al–Munthadhar. Setiap malam setelah shalat Maghrib mereka berdiri di depan pintu sardab di Samarra menuggu kedatangan al-Mahdi.

Para ahli tafsir Syiah berpandangan banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan keberadaan raj’ah seperti Surat Anbiya’ayat 95. Kata mereka ayat ini termasuk yang paling tepat menunjukkan keberadaan raj’ah, karena seseorang dari golongan Islam tidak akan mengingkari bahwa semua manusia akan dibangkitkan kembali di hari kiamat.

Penafsiran ayat seperti di atas adalah pemahaman yang sangat dangkal. Jika ayat ini dibuat dalil, maka ayat ini menjadi hujah pada mereka bukan untuk mereka alias senjata makan tuan. Jika yang dimaksud adalah tetapnya kebangkitan, maka kebangkitan di hari kiamat bukan di dunia. Penafsiran yang benar untuk ayat ini adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal 205 yaitu setiap penduduk desa yang dibinasakan sebab dosa-dosa mereka serta mereka akan dibangkitkan di dunia sebelum hari kiamat.

Kesimpulannya pemikiran raj’ah adalah pemikiran yang tidak bisa diterima oleh akal apalagi dalam agama sebab tidak ada nas al-Quran dan Hadis.

M Nuril Ashabi Lutfi | Annajahsidogiri.id



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: