Breaking News
Loading...

Allahu Akbar! Koalisi Saudi Gempur Basis Teroris Houthi di Sanaa
Syiahindonesia.com - Jet tempur pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi menggempur beberapa lokasi yang ditengarai markas kelompok Houthi, termasuk Ibu Kota Sanaa, Kamis (16/5). Agresi ini membalas serangan drone terhadap jalur pipa minyak Riyadh, Selasa (14/5) lalu.

Dua hari sebelumnya, dua kapal tanker Saudi disabotase hingga mengalami kerusakan parah. Pelaku sabotase belum diketahui, tapi Houthi mengklaim bertanggung jawab atas serangan drone. Alasannya, Saudi melakukan "genosida" saat memimpin koalisi Arab untuk mengintervensi perang Yaman sejak 2015.

Saudi menyebut militan pemberontak di Yaman itu beraksi atas suruhan Iran.

"Tindakan terorisme itu diperintahkan rezim di Teheran dan dilaksanakan oleh Houthi. Mereka memicu tensi di kawasan, meskipun upaya politik sedang berlangsung," kata Wakil Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman.

Pengeboman markas Houthi terjadi saat perwakilan PBB di Yaman masih berusaha keras mencari solusi damai untuk mengakhiri perang empat tahun, yang membuat rakyat sipil menderita dan kekurangan pangan. Tahun lalu, PBB memfasilitasi perundingan damai antara Houthi dan rezim Yaman di Swedia. Hasilnya cukup positif, di antaranya Houthi bersedia mundur dari Hodeida, kota pelabuhan yang berfungsi sebagai jalur utama distribusi bantuan internasional.

Koalisi menyatakan serangan terkini "mengenai target-target militer Houthi", terutama gudang penyimpanan amunisi.

Televisi Al-Masirahn milik Houthi melaporkan sedikitnya ada 19 serangan udara, dengan 11 di antaranya menyasar Sanaa. Menurut dokter Mokhtar Mohammed dari Rumah Sakit Republik, sebuah bom mengenai kompleks permukiman di Sanaa, menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 10 orang.

Tensi kawasan Teluk memanas dalam beberapa pekan terakhir, terutama setelah Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan perlawanan terhadap sanksi Amerika Serikat (AS). Selain mengancam penutupan Selat Hormuz, jalur utama pelayaran kapal minyak di Persia, Teheran juga siap mengabaikan komitmen Perjanjian Nuklir 2015 sehingga memulihkan kapabilitas membuat bom atom.

Presiden Donald Trump mundur dari perjanjian itu pada tahun lalu, lantas melarang komunitas dunia membeli minyak Iran. AS juga sudah menyiagakan kapal induk pengangkut pesawat pengebom B-52 di Teluk untuk mengantisipasi serangan terhadap kepentingan AS di kawasan, dan bahkan mewacanakan invasi skala besar ke Iran.

Gelagat persiapan serangan militer semakin jelas ketika Washington menarik pulang sejumlah staf kedutaan dan konsulat dari Irak, kendati beralasan keselamatan mereka terancam oleh kelompok-kelompok bersenjata pro-Iran.

Saudi, pengekspor minyak mentah terbesar dunia, merupakan sekutu utama AS dan konsumen terbesar perdagangan senjata.

Perang Psikologis AS

Dua kelompok bersenjata Irak yang pro-Iran membantah tuduhan mempersiapkan serangan besar terhadap warga AS, yang memaksa Washington memerintahkan evakuasi sebagian diplomat dari Baghdad dan Arbil.

Nasr al-Shomari, komandan militan Harakat al-Nujaba dukungan Iran, menyampaikan kepada AFP bahwa alasan itu hanyalah "akal-akalan" Washington untuk menciptakan "keresahan" di Irak. Terpisah, pemimpin kelompok Asaib Ahl al-Haq Layth al-Azari, juga pro-Iran, menyebutnya sebagai "perang psikologis" ala AS.

Dua kelompok militan itu merupakan bagian organisasi Hashed al-Shaabi, berisi mayoritas Syiah, yang berperan penting dalam mengalahkan "Negara Islam (IS)" di Irak.

Pejabat senior Kemenlu AS, tak mau disebut namanya, mengatakan ancaman terhadap personel kedutaan berasal dari milisi Irak yang "dikomando dan dikontrol" Korps Garda Revolusioner Iran. "Kelompok-kelompok ini langsung berhubungan dengan Iran," ujarnya.

Shomari menepis tuduhan tersebut. "Jika kami membuat pernyataan, AS menganggapnya ancaman. Jika AS menyerang, apakah sebutannya?" Azari sepakat dan menyatakan langkah AS sebagai "provokasi yang bertujuan meningkatkan level perang psikologis" terkait tensi panas dengan Iran.

Sementara itu, Menlu Iran Mohammad Javad Zarif menuding Washington memicu ketegangan hingga level yang tidak bisa diterima. "Iran masih berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri," katanya dalam kunjungan ke Jepang, Kamis, yang dilanjutkan ke China keesokan harinya. Harnas.co

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: