Breaking News
Loading...

Syiah dan Konsep Mut’ah yang Bertentangan dengan Islam


Syiahindonesia.com
– Salah satu ajaran paling kontroversial dalam mazhab Syiah adalah nikah mut’ah, yaitu pernikahan sementara dengan batas waktu tertentu dan imbalan tertentu. Ajaran ini tidak hanya bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ, tetapi juga merusak kehormatan wanita dan tatanan keluarga dalam Islam.

Syiah menganggap mut’ah sebagai “ibadah” dan bahkan “cara mendekatkan diri kepada Allah”, padahal para ulama Ahlus Sunnah sepakat bahwa mut’ah adalah zina yang dilegalkan dengan topeng agama.


1. Apa Itu Nikah Mut’ah Menurut Syiah

Dalam kitab-kitab Syiah seperti Al-Kafi karya Al-Kulaini, nikah mut’ah didefinisikan sebagai akad antara laki-laki dan perempuan dengan syarat:

  • Durasi tertentu (misalnya satu jam, satu hari, satu bulan, dst),

  • Mahar tertentu,

  • Tanpa wali, tanpa saksi, dan tanpa kewajiban nafkah atau warisan.

Setelah waktu habis, ikatan pernikahan otomatis berakhir, dan wanita tersebut boleh menikah lagi dengan orang lain setelah satu kali haid.

Artinya, mut’ah adalah “kontrak hubungan sementara” yang dibungkus istilah agama.


2. Pandangan Islam Tentang Nikah Mut’ah

Islam memang sempat mengizinkan mut’ah pada masa awal Islam, saat kondisi perang dan kesulitan. Namun kemudian diharamkan untuk selamanya oleh Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ، وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Wahai manusia, dahulu aku pernah mengizinkan kalian melakukan nikah mut’ah, namun kini Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat.”
(HR. Muslim no. 1406)

Dan dalam ayat Al-Qur’an Allah berfirman tentang pernikahan yang sah:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ، إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki.”
(QS. Al-Mu’minun: 5–6)

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa hanya dua jenis hubungan yang halal: dengan istri sah atau budak, bukan kontrak sementara seperti mut’ah.


3. Bukti Bahwa Mut’ah Diharamkan

Para sahabat besar seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Ibn Abbas sepakat bahwa mut’ah telah diharamkan oleh Rasulullah ﷺ setelah Fathu Makkah.

Ali bin Abi Thalib sendiri berkata:

“Rasulullah ﷺ melarang nikah mut’ah pada hari Khaibar.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, sangat aneh ketika Syiah mengklaim mencintai Ali tetapi menolak perkataan beliau sendiri yang dengan jelas melarang mut’ah.


4. Dampak Sosial dan Moral dari Mut’ah

Konsep mut’ah membuka pintu kerusakan moral yang sangat besar, di antaranya:

  1. Menghalalkan zina dengan akad semu.

  2. Menghancurkan kehormatan wanita, menjadikannya objek kenikmatan sementara.

  3. Menghapus tanggung jawab keluarga dan anak, sebab anak hasil mut’ah sering tidak diakui nasabnya.

  4. Menyuburkan prostitusi berkedok agama, sebagaimana yang terjadi di Iran dan sebagian negara Syiah lainnya.

Ironisnya, Syiah menganggap mut’ah sebagai amal yang berpahala. Dalam kitab Man La Yahduruhu Al-Faqih, disebutkan:

“Barang siapa melakukan mut’ah sekali, derajatnya seperti Hasan; dua kali, seperti Husain; tiga kali, seperti Ali; dan empat kali, seperti Nabi Muhammad ﷺ.”
Pernyataan ini jelas dusta besar dan penghinaan terhadap Rasulullah ﷺ.


5. Sikap Ulama Ahlus Sunnah

Para ulama Ahlus Sunnah dengan tegas menyatakan bahwa nikah mut’ah = zina.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Nikah mut’ah adalah batil. Barang siapa melakukannya, maka ia telah berzina.”

Imam Malik rahimahullah menambahkan:

“Mut’ah itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak memahami kehormatan wanita.”


6. Mengapa Syiah Tetap Mempertahankan Mut’ah

Syiah mempertahankan konsep ini karena mut’ah menjadi sarana pengendalian sosial dan politik di masyarakat mereka. Dengan mut’ah, mereka:

  • Dapat memperbanyak keturunan “pengikut Syiah”,

  • Mempromosikan kebebasan seksual dengan label “ibadah”,

  • Dan menampilkan wajah agama yang permisif untuk menarik simpati kalangan muda.

Namun di sisi lain, mut’ah justru menghancurkan fondasi keluarga yang menjadi inti ajaran Islam.


7. Kesimpulan

Mut’ah bukanlah bentuk pernikahan islami, melainkan praktik jahiliah yang dihalalkan kembali oleh Syiah.
Islam telah menutup rapat pintu mut’ah karena ia membuka jalan menuju zina, kerusakan moral, dan kehancuran keluarga.

Kaum Muslimin wajib mewaspadai penyebaran ide mut’ah — terutama di dunia maya — karena sering dikemas dengan istilah manis seperti “nikah kontrak” atau “mut’ah syar‘i”, padahal hakikatnya pelanggaran terhadap hukum Allah dan penghinaan terhadap kehormatan wanita.


(albert/syiahindonesia.com)



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: