Syiahindonesia.com – Salah satu penyimpangan terbesar dalam ajaran Syiah adalah bagaimana mereka menempatkan imam di posisi yang hampir setara, bahkan lebih tinggi, dari para nabi. Meski secara lisan mereka menyangkal menganggap imam sebagai nabi, namun isi kitab-kitab utama Syiah justru menunjukkan bahwa para imam dianggap memiliki sifat dan kedudukan yang hanya pantas dimiliki oleh nabi bahkan oleh Allah sendiri.
1. Imam dalam Pandangan Syiah Bukan Sekadar Pemimpin
Dalam Islam, seorang pemimpin hanyalah manusia biasa yang dipilih untuk memimpin umat berdasarkan musyawarah dan keadilan. Namun bagi Syiah, imam adalah makhluk suci yang ditunjuk langsung oleh Allah, memiliki ilmu ghaib, dan tidak pernah berbuat dosa (ma’shum).
Mereka bahkan meyakini bahwa bumi ini tidak akan pernah kosong dari seorang imam; jika tidak ada imam, maka dunia akan hancur. Keyakinan ini jelas menyalahi prinsip Islam yang menegaskan bahwa tidak ada manusia yang ma’shum kecuali para nabi dan rasul.
2. Imam Diberi Sifat Ilahi
Dalam banyak literatur Syiah seperti Al-Kafi karya Al-Kulaini, Bihar al-Anwar karya Al-Majlisi, dan Tuhaf al-Uqul, para imam digambarkan memiliki kekuasaan dan ilmu seperti Tuhan. Misalnya:
“Para imam mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi.” (Al-Kafi, jilid 1, hal. 260)
“Para imam memiliki kekuasaan untuk memberi dan mencabut kehidupan.” (Bihar al-Anwar, jilid 26, hal. 82)
Padahal Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
﴿قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ﴾
"Katakanlah: tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib selain Allah." (QS. An-Naml: 65)
Ayat ini sangat jelas membantah keyakinan Syiah bahwa imam mereka mengetahui perkara ghaib.
3. Menyamakan Imam dengan Nabi
Syiah berpendapat bahwa imamah adalah kelanjutan dari kenabian. Mereka menganggap tugas imam adalah meneruskan misi para nabi dalam menjaga agama dan memberi petunjuk kepada manusia. Bahkan dalam Ushul al-Kafi disebutkan bahwa kedudukan imam lebih tinggi daripada nabi non-rasul.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا نَبِيَّ بَعْدِي
"Tidak ada nabi setelahku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah bukti penutup kenabian. Maka siapa pun yang menisbatkan fungsi kenabian kepada selain Rasulullah ﷺ, berarti telah menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
4. Syiah dan Konsep Wahyu Terselubung
Sebagian ulama Syiah berpendapat bahwa para imam menerima “ilham” dan “pengetahuan langsung” dari Allah. Dalam praktiknya, konsep ini sangat mirip dengan wahyu, hanya saja mereka mengganti istilahnya agar tidak terlihat menyalahi penutup kenabian.
Namun, Islam menegaskan bahwa wahyu sudah berhenti setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Tidak ada lagi manusia yang bisa mengklaim mendapat wahyu atau bimbingan langsung dari Allah.
5. Bahaya Pemahaman Ini
Keyakinan bahwa imam memiliki kedudukan seperti nabi membawa dampak besar:
-
Mengaburkan batas antara manusia dan nabi.
-
Membuka jalan bagi pengkultusan ekstrem.
-
Menggeser tauhid menjadi penghormatan berlebihan terhadap manusia.
-
Mengundang syirik dan kesesatan dalam ibadah.
Padahal Allah telah berfirman:
﴿إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ﴾
"Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku." (QS. Al-Kahfi: 110)
Jika Rasulullah ﷺ sendiri menegaskan bahwa beliau hanyalah manusia yang diberi wahyu, maka bagaimana mungkin para imam yang bukan nabi bisa memiliki kedudukan di atas itu?
Kesimpulan
Syiah mungkin tidak secara terang-terangan menyebut imam mereka sebagai nabi, tetapi keyakinan dan penghormatan berlebihan terhadap para imam menunjukkan bahwa mereka telah menempatkannya pada derajat yang lebih tinggi dari nabi. Inilah penyimpangan yang sangat berbahaya bagi akidah umat Islam.
Umat harus berhati-hati terhadap ajaran semacam ini, karena ia merusak tauhid dan menodai kemurnian risalah yang dibawa Rasulullah ﷺ.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: