Pendahuluan
Salah satu strategi paling halus dan berbahaya yang digunakan oleh kelompok Syiah dalam menyebarkan pahamnya adalah melalui jalur seni dan budaya. Mereka memahami bahwa tidak semua orang dapat didekati lewat debat akidah atau tulisan teologis. Sebaliknya, melalui film, drama, musik, dan ritual budaya, ide-ide Syiah dapat disusupkan dengan cara yang menghibur, emosional, dan tampak “netral”.
Padahal di balik pesan-pesan itu tersembunyi upaya menanamkan kecintaan pada Ahlul Bait versi Syiah, sekaligus menanamkan kebencian terhadap sahabat Nabi ﷺ dan kaum Sunni secara perlahan.
1. Propaganda Melalui Film dan Serial Televisi
Sejak revolusi Iran tahun 1979, pemerintah Syiah Iran menjadikan industri perfilman sebagai alat dakwah ideologis. Banyak film yang mereka produksi mengandung pesan anti-Sunni dan glorifikasi terhadap tokoh-tokoh Syiah ekstrem.
Contohnya:
-
Film “The Message” versi Iran dan “Imam Ali” yang menggambarkan tokoh-tokoh sahabat besar seperti Mu‘awiyah dan Aisyah dengan citra negatif.
-
Serial “Mukhtar al-Thaqafi” menampilkan pembalasan atas kematian Husain, dengan gaya yang memancing emosi dan simpati berlebihan kepada Syiah.
Dengan cara ini, penonton awam tanpa sadar mulai menganggap versi sejarah Syiah sebagai “fakta sejarah”.
2. Ritual Budaya yang Mengandung Doktrin
Ritual seperti Hari Asyura, Arba‘in, dan Majlis Ta‘ziyah menjadi wahana terbesar penyebaran ide Syiah. Di banyak negara, acara ini dikemas sebagai perayaan budaya atau ekspresi cinta kepada Ahlul Bait, padahal di dalamnya terkandung unsur:
-
Pengkultusan terhadap Husain hingga menyerupai penyembahan.
-
Pencelaan terhadap sahabat seperti Yazid, bahkan kadang disamakan dengan Sunni.
-
Pengulangan narasi kebencian terhadap sejarah Islam awal versi Syiah.
Melalui drama, nyanyian, dan teater Asyura, mereka menyentuh sisi emosional masyarakat agar mudah menerima narasi sesat.
3. Seni Musik dan Syair Religius
Syiah juga aktif menggunakan qasidah dan nasyid yang dikemas indah namun sarat doktrin. Syair-syair ini berisi:
-
Pujian berlebihan kepada para imam mereka.
-
Keyakinan bahwa keselamatan hanya melalui para imam.
-
Ratapan atas “kezaliman terhadap Ahlul Bait” dengan menyalahkan umat Islam lain.
Musik-musik ini kini disebarkan luas melalui YouTube, TikTok, dan media sosial, dan disamarkan sebagai lagu-lagu islami atau salawat padahal isinya menyimpang.
4. Literatur, Teater, dan Kaligrafi
Dalam seni tulis dan sastra, Syiah mengangkat kisah Karbala sebagai tema utama — menggambarkan Husain sebagai korban kezaliman umat Islam sendiri.
Mereka menggunakan drama dan teater Karbala untuk membangkitkan simpati, lalu menanamkan ide bahwa “Ahlus Sunnah adalah penyebab penderitaan Ahlul Bait.”
Bahkan dalam kaligrafi, banyak karya seni Syiah yang menampilkan nama Ali lebih besar daripada Nabi Muhammad ﷺ, atau menulis “Ya Ali Madad” (Wahai Ali tolonglah kami) — bentuk ghuluw yang menyalahi tauhid.
5. Penyusupan Melalui Budaya Populer
Beberapa strategi modern Syiah:
-
Film internasional dengan aktor Muslim untuk menarik simpati.
-
Festival budaya dan pameran seni di negara-negara Sunni dengan dalih “dialog lintas mazhab”.
-
Konten media sosial yang menggambarkan perjuangan Husain secara universal — padahal tujuan akhirnya adalah menarik orang agar bersimpati kepada Syiah.
6. Pandangan Ulama Sunni
Para ulama Ahlus Sunnah telah lama memperingatkan bahaya ini.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Rafidhah (Syiah ekstrem) adalah kelompok yang paling banyak berdusta dan paling pandai menipu umat dengan berbagai cara.”
(Minhaj as-Sunnah, 1/13)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga menegaskan:
“Syiah menyebarkan kebatilan mereka bukan hanya lewat kitab dan pidato, tapi juga lewat syair, ratapan, dan kisah-kisah yang mengelabui hati orang awam.”
7. Tanggung Jawab Kaum Muslimin
Untuk menghadapi strategi halus ini, umat Islam perlu:
-
Menumbuhkan kesadaran kritis terhadap film dan karya seni yang menyimpang.
-
Memproduksi karya seni islami yang lurus sesuai akidah Ahlus Sunnah.
-
Mendidik generasi muda agar memahami sejarah Islam dengan sumber sahih, bukan versi Syiah.
Kesimpulan
Seni dan budaya bukanlah hal yang netral dalam pandangan Syiah — ia adalah senjata ideologis untuk menanamkan paham mereka secara halus dan sistematis.
Kaum Sunni yang tidak waspada bisa terseret oleh narasi emosional yang diselimuti “cinta Ahlul Bait”, padahal hakikatnya adalah pintu masuk menuju akidah Rafidhah.
Islam mengajarkan kita mencintai Ahlul Bait dengan cara yang benar — tanpa ghuluw, tanpa kebencian terhadap sahabat, dan tanpa manipulasi sejarah.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: