Syiahindonesia.com – Salah satu perbedaan mendasar antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Syiah terletak pada pemahaman terhadap qadha dan qadar (takdir). Ahlus Sunnah memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta adalah atas kehendak Allah ﷻ, namun manusia tetap memiliki ikhtiar dalam batas yang Allah tetapkan. Sedangkan dalam ajaran Syiah, konsep ini banyak disalahpahami, sehingga menimbulkan keyakinan yang menyimpang dari aqidah Islam yang lurus.
1. Konsep Qadha dan Qadar dalam Islam (Sunni)
Ahlus Sunnah meyakini bahwa qadha dan qadar mencakup empat tingkatan:
-
Ilmu Allah – Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi.
-
Penulisan – Semua yang terjadi telah tercatat di Lauh Mahfuzh.
-
Kehendak Allah – Segala sesuatu terjadi dengan izin dan kehendak Allah.
-
Penciptaan Allah – Allah menciptakan seluruh perbuatan makhluk.
Dalilnya:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ketentuan (qadar).” (QS. Al-Qamar: 49)
Hadits juga menegaskan:
آمَنْتُ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“…beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan qadar yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)
2. Penyimpangan Syiah dalam Memahami Qadha dan Qadar
Syiah memiliki banyak penyimpangan terkait takdir, di antaranya:
a. Imam Ma’shum sebagai Pengendali Takdir
Syiah meyakini bahwa para Imam mereka memiliki kekuasaan atas alam semesta. Imam dianggap mampu mengubah nasib manusia, mengatur rezeki, bahkan menentukan kehidupan dan kematian. Keyakinan ini jelas bertentangan dengan tauhid, sebab hanya Allah ﷻ yang memiliki kuasa penuh atas qadha dan qadar.
b. Konsep Badā’ (البداء)
Syiah memperkenalkan doktrin badā’, yaitu keyakinan bahwa Allah bisa mengubah keputusan-Nya setelah menentukannya. Artinya, menurut mereka, Allah bisa “meralat” takdir-Nya. Ini adalah keyakinan yang sangat berbahaya, karena menuduh Allah ﷻ tidak memiliki ilmu yang sempurna.
c. Kehendak Imam Lebih Tinggi daripada Takdir
Dalam banyak riwayat Syiah, doa atau restu dari seorang Imam dianggap bisa membatalkan ketetapan Allah. Padahal, dalam Islam, doa hanyalah bentuk permohonan hamba kepada Allah ﷻ, bukan pengganti atau pengubah kehendak-Nya yang mutlak.
3. Dampak Penyimpangan Ini
-
Merusak aqidah tauhid, karena memberikan sifat rububiyah (mengatur alam) kepada makhluk.
-
Menjadikan umat bergantung pada Imam, bukan kepada Allah ﷻ.
-
Menimbulkan keraguan terhadap kesempurnaan ilmu Allah, karena adanya keyakinan bahwa Allah bisa berubah keputusan.
4. Jawaban Ahlus Sunnah terhadap Syiah
Ulama Ahlus Sunnah menegaskan bahwa keyakinan Syiah tentang qadha dan qadar adalah batil. Allah ﷻ berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Tiada suatu musibah pun menimpa kecuali dengan izin Allah; barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa semua ketetapan berada di tangan Allah semata, bukan di tangan Imam atau makhluk mana pun.
Kesimpulan
Penyimpangan Syiah dalam memahami qadha dan qadar – dengan konsep badā’, keyakinan bahwa Imam mengatur alam, serta anggapan bahwa takdir bisa berubah oleh kehendak makhluk – adalah bentuk penyimpangan serius dari aqidah Islam. Umat Islam harus mewaspadai hal ini dan tetap berpegang pada aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menegaskan bahwa segala sesuatu terjadi hanya dengan ilmu, kehendak, dan kuasa Allah ﷻ.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: