Kesalahan Pokok dalam Metode Tafsir Syiah
Kelompok Syiah memiliki metode penafsiran yang berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka sangat bergantung pada apa yang mereka sebut sebagai "tafsir batini" atau penafsiran batin yang bersifat simbolis dan penuh dengan makna tersembunyi. Mereka cenderung menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tidak secara kontekstual atau tekstual, tetapi secara takwil berlebihan untuk mendukung keyakinan mereka, khususnya terkait keimaman dan wilayah (kepemimpinan spiritual-politik) Ahlul Bait.
Misalnya, ayat:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
"Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman…" (QS. Al-Ma’idah: 55)
Dalam tafsir Syiah, ayat ini dijadikan dalil atas keimaman Ali bin Abi Thalib, padahal makna “wali” dalam konteks ini lebih tepat dipahami sebagai penolong dan pelindung kaum Muslimin secara umum, bukan menunjuk pada kepemimpinan eksklusif orang tertentu. Penafsiran sempit dan tendensius ini dilakukan Syiah demi menjustifikasi klaim bahwa kepemimpinan umat Islam seharusnya hanya berada di tangan keturunan Ali.
Pemalsuan Makna Ayat untuk Kepentingan Politik
Salah satu bahaya besar dari tafsir Syiah adalah memanipulasi makna ayat untuk kepentingan politik dan sektarian. Banyak ayat yang ditafsirkan dengan menyisipkan nama-nama tokoh mereka, padahal tidak ada satu pun nama dari para imam Syiah yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Mereka mengklaim bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki makna rahasia yang hanya diketahui oleh para imam mereka.
Sebagai contoh:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan." (QS. Al-Qadr: 1)
Menurut tafsir Syiah, "Lailatul Qadr" diartikan sebagai Sayyidah Fatimah, dan ayat ini disebut-sebut mengisyaratkan kelahiran atau keistimewaan keluarga Ali. Ini adalah bentuk tafsir yang tidak ilmiah dan menjauh dari makna yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tafsir Al-Qur’an Berdasarkan Riwayat-Riwayat Lemah
Syiah sangat bergantung pada riwayat-riwayat dari imam-imam mereka yang tidak diakui oleh mayoritas ulama hadis. Mereka memiliki sumber-sumber tafsir sendiri seperti Tafsir Al-Qummi dan Tafsir Al-Ayyashi yang penuh dengan riwayat daif (lemah) bahkan maudhu’ (palsu). Berbeda dengan tafsir Ahlus Sunnah seperti Tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, atau Tafsir Al-Baghawi yang menyaring dengan ketat sanad dan matan hadis.
Ulama besar seperti Imam Asy-Syafi’i telah mengingatkan agar umat Islam tidak menerima riwayat dari Rafidhah (sebutan untuk Syiah ekstrem) karena mereka dikenal sebagai pendusta. Imam Malik pun menyatakan:
"Jangan kamu ambil ilmu dari ahlul bid’ah dan jangan kamu menyampaikan riwayat dari mereka."
Klaim Al-Qur’an Tidak Lengkap dan Disembunyikan
Salah satu keyakinan ekstrem Syiah yang sangat berbahaya adalah tuduhan bahwa mushaf Al-Qur’an yang ada saat ini tidak lengkap dan telah dikurangi oleh para sahabat, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Ini jelas merupakan kekufuran karena bertentangan dengan firman Allah:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya." (QS. Al-Hijr: 9)
Dengan meyakini bahwa Al-Qur’an telah berubah, mereka secara tidak langsung menuduh Allah tidak mampu menjaga kitab-Nya. Ini adalah bentuk penyimpangan yang sangat serius.
Pandangan Ulama Ahlus Sunnah tentang Tafsir Syiah
Mayoritas ulama Ahlus Sunnah menolak tafsir Al-Qur’an versi Syiah karena mengandung banyak penyimpangan. Tafsir yang sahih harus memenuhi syarat-syarat seperti:
-
Berdasarkan bahasa Arab yang fasih.
-
Konsisten dengan asbabun nuzul.
-
Sesuai dengan penafsiran para sahabat Nabi ﷺ.
-
Tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Sementara tafsir Syiah menyelisihi semua prinsip ini. Oleh karena itu, umat Islam harus waspada dan tidak mengambil ilmu agama, apalagi tafsir, dari kalangan Syiah.
Penutup: Kewaspadaan Umat Islam Indonesia
Penyebaran paham Syiah di Indonesia bisa mengancam akidah umat Islam, terutama generasi muda yang tidak memiliki dasar ilmu agama yang kuat. Salah satu cara efektif untuk menangkalnya adalah dengan memahami metode tafsir yang benar, mengenali ciri-ciri tafsir menyimpang, serta mempelajari Al-Qur’an dan Sunnah dari sumber-sumber yang terpercaya.
Syiah bukan hanya berbeda dalam cabang, tetapi sudah menyimpang dalam hal ushuluddin (pokok agama), termasuk dalam masalah Al-Qur’an. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menganggapnya sebagai perbedaan biasa.
Semoga Allah menjaga negeri ini dari penyebaran ajaran sesat Syiah dan memberikan kita hidayah untuk selalu berada di atas kebenaran Ahlus Sunnah wal Jamaah.
(albert/syiahindonesia.com)
0 komentar: