Dalam wawancara eksklusif bersama Al Jazeera English dari Paris, analis politik senior Marwan Bishara menyebut serangan terbaru “Israel” ke Suriah sebagai tindakan vulgar dan eksibisionis. Ia menilai serangan ini merupakan bagian dari ambisi lama zionis untuk tampil sebagai hegemon baru di kawasan, terutama dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat.
“Ini bukan sekadar serangan militer biasa. Ini adalah bentuk pamer kekuatan, bahwa ‘Israel’ merasa bisa membombardir Damaskus, Beirut, Sana’a, bahkan Teheran jika mereka mau, tanpa konsekuensi nyata,” ujar Bishara dalam siaran langsung yang ditayangkan oleh Al Jazeera English.
Menurutnya, tindakan “Israel” ini bertujuan mengatur tatanan baru kawasan, khususnya dalam konteks pemerintahan baru Suriah di bawah Presiden Ahmad Asy-Syaraa. “Mereka ingin mengatur bagaimana Suriah menjalankan pemerintahannya, termasuk menuntut agar tidak ada pengerahan pasukan tanpa seizin Tel Aviv di wilayah selatan Damaskus,” jelasnya.
Eksploitasi Minoritas dan Pengalihan Isu Gaza
Bishara menegaskan bahwa selain motif geopolitik, serangan ini juga berfungsi untuk mengalihkan perhatian dunia dari genosida yang terus berlangsung di Gaza. “Setiap kali ada tekanan internasional atas kekejaman mereka di Gaza, ‘Israel’ membuka front baru di tempat lain, kali ini Suriah,” katanya.
Dalam wawancara tersebut, Bishara juga mengulas strategi lama “Israel” yang kerap mengklaim diri sebagai pelindung kelompok minoritas, termasuk komunitas Druze. “Ini bukan strategi baru. Sejak tahun 1950-an, ‘Israel’ selalu mencoba mendekati minoritas dan kelompok non-Arab di kawasan untuk merusak kesatuan negara-negara Arab,” ungkapnya.
Ia menyebut narasi “pelindung minoritas” hanyalah taktik daur ulang yang dahulu juga digunakan oleh penjajah Prancis dan Inggris untuk mencampuri urusan dalam negeri negara-negara Arab. “Mereka berpura-pura melindungi minoritas agar bisa melemahkan negara-negara kawasan dan memaksakan kehendak mereka,” tegasnya.
Reaksi Arab: Banyak Kata, Minim Tindakan
Menanggapi potensi reaksi dari negara-negara Arab, Bishara dengan tegas menyatakan bahwa yang akan muncul hanyalah kecaman retoris. “Seperti halnya dalam kasus Gaza, reaksi mereka hanya akan sebatas retorika. Tidak ada tindakan nyata,” ujarnya.
Ia menyindir para pemimpin Arab yang tetap diam meskipun serangan zionis sudah menyasar langsung ibu kota Damaskus, termasuk alun-alun pusat dan kediaman presiden. “Apakah mereka tidak khawatir bahwa besok giliran ibu kota mereka yang jadi sasaran?” kata Bishara.
Strategi Pecah Belah sebagai Doktrin Lama
Bishara menjelaskan bahwa doktrin pecah belah lewat minoritas bukanlah hal baru dalam kebijakan luar negeri “Israel”. Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera English, ia menyatakan bahwa sejak tahun 1950-an, strategi ini telah menjadi bagian dari pendekatan zionis terhadap negara-negara tetangga.
“Mereka mendekati kelompok Kurdi, Druze, bahkan Persia untuk melemahkan identitas nasional negara-negara Arab dan menanamkan dominasi zionis sebagai kekuatan yang ‘mengatur’ kawasan,” kata Bishara.
Ia juga menyebut bahwa dalam setahun terakhir, “Israel” berhasil menghancurkan sistem pertahanan Iran, kemampuan Hizbullah, serta sebagian besar kekuatan militer Suriah, sekaligus membombardir Yaman secara konsisten. “Kini mereka berusaha menggantikan Amerika sebagai hegemon utama di Timur Tengah,” tambahnya.
Posisi Komunitas Druze: Tidak Monolit, Tapi Mayoritas Ingin Tetap Bersama Suriah
Menanggapi perkembangan terbaru bahwa komunitas Druze di Suriah selatan telah mencapai kesepakatan dengan pemerintah pusat untuk integrasi penuh dalam negara, Bishara menyambut positif langkah itu. “Pada prinsipnya, ini adalah hal yang baik. Minoritas seperti Druze seharusnya tetap menjadi bagian dari negara, apa pun bentuk pemerintahannya, dan menolak campur tangan asing,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa komunitas Druze tersebar di Suriah, Lebanon, Yordania, dan “Israel”, dan memiliki sikap politik yang beragam. Di Lebanon, mereka aktif dalam gerakan nasionalis Arab dan menjadi sasaran “Israel” karena sikap mereka yang antikolonial. Sementara di “Israel”, sebagian kecil telah melakukan kompromi dengan bergabung dalam militer zionis, meski secara umum mayoritas Druze di wilayah Arab tetap menolak kolaborasi dengan entitas tersebut.
(Samirmusa/arrahmah.id)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: