Syiahindonesia.com – Sejarah kemunculan Syiah tidak bisa dilepaskan dari pergolakan politik pasca wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, bukan dari perbedaan akidah atau ibadah seperti yang banyak digambarkan saat ini. Pada awalnya, Syiah hanyalah gerakan politik yang mendukung kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Namun seiring waktu, gerakan ini mengalami transformasi yang signifikan, berubah dari sekadar loyalitas politik menjadi sebuah aliran keagamaan yang memiliki akidah, fiqih, ritual, dan tafsir tersendiri.
Artikel ini akan mengulas secara runtut dan ilmiah bagaimana proses perubahan Syiah dari gerakan politik menjadi sekte keagamaan, agar umat Islam memahami akar penyimpangan mereka dan tidak terkecoh dengan propaganda Syiah zaman sekarang yang kerap menyamarkan jati dirinya di tengah umat.
1. Awal Mula Syiah: Gerakan Politik Pendukung Ali
Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, umat Islam menghadapi pertanyaan besar: siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan umat? Ahlus Sunnah bersepakat bahwa kepemimpinan diangkat melalui musyawarah (syura), sebagaimana diangkatnya Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama.
Namun, sebagian kecil dari umat saat itu menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib adalah satu-satunya yang berhak menjadi khalifah, karena ia merupakan kerabat dekat Nabi ﷺ dan termasuk yang pertama masuk Islam. Kelompok ini dikenal sebagai:
شيعة علي – Syī‘atu ‘Alī (pengikut Ali)
Namun pada masa itu, perbedaan ini murni bersifat politik, belum menyentuh ranah akidah atau ibadah. Ali sendiri tidak pernah mengklaim memiliki hak ilahiyah atas kekhalifahan, dan tetap membaiat khalifah-khalifah sebelumnya.
2. Transformasi Menjadi Aliran Keagamaan: Peran Abdullah bin Saba’
Perubahan besar mulai terjadi ketika muncul seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’, yang menyusup ke tengah-tengah umat Islam sambil mengaku masuk Islam. Ia memprovokasi dengan ajaran sesat seperti:
-
Ali adalah pewaris sah kepemimpinan Nabi berdasarkan wahyu
-
Ali memiliki sifat ilahiyah
-
Para sahabat yang menolak Ali telah kafir
Bahkan ia menyebarkan keyakinan bahwa Ali tidak mati dan akan kembali sebagai al-Mahdi, doktrin yang kemudian menjadi fondasi konsep raj'ah (kembalinya imam) dalam Syiah.
Sejarawan terkenal Imam al-Tabari dan Ibnu Asakir mencatat pengaruh Abdullah bin Saba’ dalam penciptaan doktrin-doktrin awal Syiah ekstrem (ghuluw).
3. Munculnya Doktrin-Doktrin Keagamaan Baru
Seiring waktu, gerakan politik Syiah mulai mengembangkan ajaran-ajaran agama sendiri, yang menyimpang dari ajaran Islam. Beberapa doktrin keagamaan khas Syiah yang tidak pernah diajarkan Nabi ﷺ atau para sahabat antara lain:
-
Imamah sebagai rukun iman
-
Kemaksuman para imam
-
Taqiyah (berdusta demi menyembunyikan keyakinan)
-
Raj’ah (imam akan kembali menjelang kiamat)
-
Wilayah (kekuasaan mutlak imam atas umat)
-
Nikah mut’ah (pernikahan temporer yang dihalalkan)
Semua ini tidak ada dalam Islam yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, tetapi diadopsi dan dikembangkan dalam tubuh Syiah sebagai dasar “mazhab” mereka.
4. Kodefikasi Mazhab Syiah
Transformasi Syiah menjadi aliran keagamaan diperkuat dengan munculnya kitab-kitab utama Syiah, seperti:
-
Ushul al-Kafi karya Al-Kulaini
-
Man La Yahdhuruhul Faqih karya Syaikh Shaduq
-
Tahdzib al-Ahkam karya Thusi
Kitab-kitab ini menyusun hadis versi Syiah yang berasal dari jalur imam-imam mereka, yang oleh mereka dianggap sebagai satu-satunya jalur otoritatif, bahkan menolak hadis-hadis dari sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah, Abu Hurairah, dan lainnya.
Ini menjadikan Syiah berdiri sebagai agama sendiri yang tidak mengakui sanad, sahabat, maupun fiqih dan akidah Ahlus Sunnah.
5. Peran Negara dan Revolusi Iran dalam Menyebarkan Syiah
Perubahan Syiah menjadi kekuatan keagamaan semakin masif setelah berdirinya negara-negara Syiah seperti:
-
Dinasti Fathimiyah di Mesir
-
Dinasti Safawiyah di Persia (Iran) – yang memaksa rakyatnya memeluk Syiah dengan kekerasan
-
Republik Islam Iran pasca revolusi 1979, dengan sistem Wilayat al-Faqih
Rezim-rezim ini tidak hanya mempromosikan Syiah sebagai mazhab fiqih, tapi sebagai ideologi negara yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, melalui:
-
Beasiswa
-
LSM
-
Yayasan sosial dan pendidikan
-
Kajian “Cinta Ahlul Bait”
-
Media cetak dan digital
6. Akibat dari Perubahan Ini: Perpecahan dan Fitnah Besar
Transformasi Syiah dari gerakan politik menjadi sekte keagamaan telah memicu perpecahan besar dalam tubuh umat Islam, di antaranya:
-
Pengkafiran terhadap mayoritas sahabat Nabi
-
Penolakan terhadap kitab-kitab sahih Sunni
-
Pembenaran terhadap ritual dan praktik syirik
-
Permusuhan terhadap Sunni secara sistematis di negara-negara Syiah
-
Infiltrasi pemikiran sesat ke dalam dunia pendidikan dan dakwah
Syiah tidak lagi sekadar perbedaan pandangan politik, tapi sudah menjadi ideologi keagamaan yang menyimpang secara mendasar dari ajaran Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Kesimpulan: Syiah Bukan Sekadar Mazhab, tapi Gerakan Ideologi
Dari sejarah yang dapat ditelusuri dengan jelas, Syiah berasal dari konflik politik, lalu berubah menjadi sekte keagamaan dengan akidah dan ritual yang menyimpang, hingga saat ini menjadi gerakan ideologis transnasional yang ingin mempengaruhi umat Islam dari dalam.
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
"Dan barang siapa menentang Rasul setelah jelas petunjuk baginya, dan mengikuti jalan selain orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatannya dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
(QS. An-Nisa: 115)
Mari bentengi diri kita dan keluarga dari penyimpangan ini dengan ilmu yang shahih, cinta kepada sahabat Nabi, dan kesetiaan kepada ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: