Syiahindonesia.com – Ketika membahas aliran Syiah secara lebih mendalam, kita akan menemukan kesamaan mencolok antara konsep kepemimpinan dalam Syiah dengan ajaran Kristen, khususnya terkait konsep Imam Ma’shum dalam Syiah dan Paus dalam Katolik. Meskipun keduanya tumbuh dari akar sejarah dan wahyu yang berbeda, namun pola pemikiran dan pengultusan terhadap pemimpin rohani di antara keduanya sangat mirip dan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni sebagaimana dipahami oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.
1. Imamah dalam Syiah = Kepausan dalam Katolik
Konsep Imamah adalah salah satu pilar utama aqidah Syiah, bahkan mereka menganggapnya sebagai rukun iman setelah kenabian. Dalam Syiah Imamiyah, seorang Imam dianggap ma’shum (terjaga dari dosa), memiliki ilmu laduni, dan memiliki otoritas absolut atas umat, baik dalam urusan agama maupun dunia. Imam ini dianggap sebagai perantara antara Allah dan manusia.
Hal ini sangat mirip dengan konsep Paus dalam Katolik, yang dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi, dan memiliki otoritas untuk menetapkan hukum, bahkan kadang-kadang dianggap tidak bisa salah (infallible) dalam keputusan-keputusan gerejawi.
Ini adalah penyimpangan serius dari Islam yang menegaskan bahwa kenabian telah selesai dengan Nabi Muhammad ﷺ, dan tidak ada otoritas spiritual mutlak setelah wafatnya Rasulullah ﷺ.
"مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ"
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para nabi.”
(QS. Al-Ahzab: 40)
2. Pemimpin yang Tidak Boleh Dikritik
Dalam ajaran Syiah, para Imam tidak boleh dikritik, bahkan perkataan mereka dianggap setara atau bahkan melebihi hadits Nabi ﷺ. Ini identik dengan kedudukan Paus dalam Katolik yang keputusan konsili dan dogma-dogmanya tidak boleh dipertanyakan oleh umat.
Sebaliknya, dalam Islam menurut Ahlus Sunnah, kritik terhadap pemimpin (selama tetap dalam adab dan aturan) diperbolehkan, dan tidak ada satu pun manusia setelah Nabi ﷺ yang perkataannya wajib diikuti mutlak.
3. Pewarisan Keluarga (Nasab)
Syiah menekankan bahwa hanya keturunan Nabi melalui Fatimah dan Ali yang berhak menjadi Imam. Ini mirip dengan pola kepemimpinan gereja awal yang juga cenderung diwariskan secara turun-temurun, atau setidaknya memilih Paus dari kelompok elite tertentu yang memiliki legitimasi khusus.
Padahal Islam datang untuk menghapus fanatisme kabilah dan darah, dan menilai manusia berdasarkan ketakwaan, bukan keturunan.
"إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ"
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
4. Syafaat Mutlak dan Pengampunan Dosa
Syiah meyakini bahwa para Imam dapat memberikan syafaat mutlak, bahkan disebut bisa mengampuni dosa umatnya dan memasukkan pengikutnya ke surga. Ini mirip sekali dengan doktrin pengampunan dosa dalam Katolik melalui Paus atau pendeta.
Padahal, Islam dengan tegas menyatakan bahwa hanya Allah ﷻ yang dapat mengampuni dosa.
"وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ"
“Dan siapa yang dapat mengampuni dosa-dosa selain dari Allah?”
(QS. Ali Imran: 135)
5. Simbolisme dan Ritual Berlebihan
Syiah, sebagaimana Katolik, sangat menekankan simbolisme, ritual, dan penghormatan berlebihan terhadap tokoh-tokoh mereka. Ritual Asyura, ziarah ke Karbala, dan perayaan-perayaan untuk para Imam lebih menyerupai upacara keagamaan Kristen seperti hari wafat Yesus, prosesi jalan salib, atau ziarah ke gereja.
Bahkan ada yang menangis histeris, memukul diri, dan berdoa pada kuburan para imam seperti halnya sebagian Katolik yang berdoa pada patung atau makam para santo.
6. Penutup: Islam Menolak Kultus Individu
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ adalah agama yang menyucikan tauhid, tidak ada tempat bagi pengultusan manusia, baik Nabi maupun keturunannya, apalagi mengangkat mereka menjadi perantara tetap antara Allah dan manusia.
"وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ"
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah): sesungguhnya Aku dekat.”
(QS. Al-Baqarah: 186)
Umat Islam harus waspada terhadap konsep-konsep spiritualitas menyimpang yang mengarah pada pengkultusan, pengampunan dosa oleh manusia, dan keimanan kepada tokoh tertentu secara mutlak. Semua itu adalah bentuk penyimpangan yang nyata dari ajaran Islam yang murni.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: