Syiahindonesia.com - Dalam berbagai tradisi dan ritual Syiah, terdapat satu praktik yang dikenal sebagai Chadar atau penggunaan kain khusus dalam berbagai upacara keagamaan. Tradisi ini sering dikaitkan dengan penghormatan terhadap figur-figur tertentu dalam ajaran Syiah, terutama Sayyidah Fatimah dan Sayyidah Zainab. Namun, sejauh mana praktik ini memiliki dasar dalam ajaran Islam yang sahih? Artikel ini akan membahasnya secara kritis berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan hadits.
Asal-Usul dan Makna Chadar dalam Syiah
Chadar dalam tradisi Syiah merujuk pada kain panjang yang digunakan oleh perempuan sebagai bentuk kesopanan dan simbol kehormatan. Namun, dalam beberapa ritual Syiah, kain ini memiliki makna yang lebih dalam, bahkan dianggap sebagai simbol spiritual dan bagian dari ibadah. Praktik ini berkembang dalam tradisi Syiah, khususnya di Iran dan India, di mana penggunaan kain ini sering dikaitkan dengan peringatan Asyura dan ritual lainnya.
Chadar dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, kesopanan dalam berpakaian adalah suatu kewajiban bagi laki-laki dan perempuan. Namun, menjadikan kain tertentu sebagai bagian dari ritual khusus yang tidak diajarkan oleh Rasulullah ﷺ memerlukan kajian lebih dalam. Al-Qur'an mengajarkan kewajiban menutup aurat tanpa menyebutkan adanya kain khusus sebagai simbol keagamaan tertentu:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’"
(QS. Al-Ahzab: 59)
Dari ayat ini, jelas bahwa perintah dalam Islam adalah mengenakan jilbab sebagai bentuk kesopanan, tanpa adanya konsep kain tertentu yang memiliki keistimewaan spiritual atau ritual khusus.
Tidak Ada Dalil Sahih yang Mendasari Ritual Chadar
Dalam hadits-hadits Rasulullah ﷺ, tidak ditemukan riwayat yang menyebutkan bahwa beliau atau para sahabat menjadikan kain tertentu sebagai bagian dari ibadah atau ritual khusus. Dalam ajaran Ahlus Sunnah, ibadah harus memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Sunnah. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak."
(HR. Bukhari, no. 2697; Muslim, no. 1718)
Dari hadits ini, jelas bahwa setiap inovasi dalam agama yang tidak memiliki landasan dalam Al-Qur'an dan Sunnah akan tertolak.
Pengaruh Budaya Persia dalam Ritual Chadar
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap munculnya ritual-ritual dalam Syiah adalah pengaruh budaya Persia. Setelah penaklukan Persia oleh kaum Muslimin, banyak elemen budaya lokal yang bercampur dengan ajaran Syiah, termasuk ritual penggunaan kain dalam peribadatan. Hal ini semakin memperjelas bahwa ritual ini lebih merupakan tradisi budaya daripada ajaran Islam yang murni.
Kesimpulan
Berdasarkan dalil-dalil yang telah dibahas, tidak ditemukan dasar yang kuat dalam Islam untuk menjadikan Chadar sebagai bagian dari ritual ibadah. Islam hanya mensyariatkan kesopanan dalam berpakaian tanpa menjadikan kain tertentu sebagai simbol spiritual atau bagian dari ritual. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk selalu merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah yang sahih dalam memahami ajaran agama, serta menjauhi tradisi-tradisi yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam.
(albert/Syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: