Syiahindonesia.com - Syiah Rafidhah adalah musuh Islam dan negeri-negeri Islam. Sejarah adalah fakta yang tidak pernah berdusta. Mereka adalah kepanjangan tangan Yahudi dalam memusuhi Islam dan negeri Islam, karena kelahiran Syiah Rafidhah sebagai sekte sesat, secara historis tidak lepas dari peran Yahudi.
Rafidhah dan Yahudi ibarat dua saudara kembar. Banyak kesamaan dan kemiripan di antara keduanya. Rafidhah adalah anak Yahudi. Hakikat ini tidak boleh dilupakan, agar kita waspada dan memahami berbagai makar Yahudi dan Rafidhah terhadap Islam dan negara Indonesia serta negeri Islam lainnya.
Di masa kejayaan Islam, Yahudi berhasil menanamkan salah satu agennya, Abdullah bin Saba’ al-Himyari menyusup di tengah kaum muslimin. Lelaki dari negeri Yaman ini secara lahiriah menampakkan keislamannya pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, namun hakikatnya seorang zindiq (munafik). Ia adalah seorang Yahudi yang telah menyiapkan berbagai makar.
Di balik topeng kemunafikannya inilah, ia menghembuskan api kerusakan yang demikian besar di tengah umat hingga berkobar kerusakan demi kerusakan. Peran Ibnu Saba’ sangat besar dalam tragedi pembunuhan Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Demikian pula peristiwa-peristiwa berikutnya pada masa Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Termasuk kelahiran agama Syiah Rafidhah, dialah yang membidaninya.
Dalam upaya menyusupkan pemahaman-pemahaman sesatnya, Ibnu Saba’ menyisir wilayah-wilayah Islam dari Hijaz, Bashrah, Kufah, dan Syam. Akan tetapi, di negeri-negeri tersebut usahanya gagal. Abdullah bin Saba’ kemudian menuju Mesir. Di negeri inilah, dia bisa menyemai pemahaman-pemahaman sesatnya dan berhasil mengelabui sebagian umat yang jahil hingga terprovokasi.
Ibnu Saba’ melakukan gerakan propaganda anti-‘Utsman bin ‘Affan. Masyarakat dihasut agar menentang pemerintah. Fitnah dan api kebencian terhadap pemerintah disebar. Tuduhan-tuduhan miring tertuju kepada pribadi Utsman radhiallahu ‘anhu dan pemerintahannya, dia ramu dengan pikiran-pikiran busuknya. Keadaan bertambah parah hingga terjadilah musibah besar, terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Dalam tragedi pembunuhan Utsman bin Affan, Yahudi—melalui Abdullah bin Saba—berhasil memengaruhi kaum muslimin yang jahil untuk keluar dari prinsip-prinsip agama yang sangat agung, yaitu (1) taat kepada waliyul amr (pemerintah) muslim, (2) prinsip mencintai sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum, dan (3) mengikuti jalan al-Khulafa ar-Rasyidin.
Kabut kelam menyelimuti kaum muslimin. Api fitnah tak kunjung memadam. Sepeninggal Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, ia melancarkan makar baru. Ia membangkitkan fanatisme buta terhadap kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya. Akhirnya, tertanam akidah (keyakinan) di kalangan para pengikut Abdullah bin Saba’ bahwa keimamahan (kepemimpinan) yang pertama dipegang oleh ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan berakhir pada imam ke-12, Muhammad bin al-Husain al-Mahdi.
Inilah keyakinan kalangan Syiah; sebuah keyakinan yang sesat. (‘Aqa’idu asy-Syiah, asy-Syaikh Mahmud Abdul Hamid al-‘Asqalani, hlm. 21)
Antara Ibnu Saba’ al-Yahudi dan Syiah Rafidhah
Rafidhah (Syiah) adalah agama baru yang berakar dari agama Yahudi. Sisi kesamaan antara agama Syiah Rafidhah dan Yahudi banyak kita dapati. Semua itu menunjukkan keterkaitan yang sangat erat antara Yahudi dan Rafidhah.
Berikut adalah beberapa sisi kesamaan antara Rafidhah dan pemikiran Ibnu Saba’ al-Yahudi.
Dia adalah orang pertama yang menyebarkan keyakinan rububiyah dan uluhiyah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Ali radhiallahu ‘anhu adalah ilah (sesembahan) dan Rabb (pengatur alam semesta).
Keyakinan Ibnu Saba’ ini ada pada Rafidhah. Referensi Syiah sendiri yang menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ menyebarkan keyakinan kufur tersebut. Lihat sebagai bukti pada kitab rujukan mereka: (1) Rijal al-Kisysyi hlm. 98 cetakan Karbala, dan (2) Tanqihul Maqal fi Ahwali ar-Rijal (2/183—184) cetakan Najef 1350 H.[1]
Ibnu Saba’ adalah orang pertama yang memunculkan akidah wasiat, yaitu keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewasiatkan kepada Ali radhiallahu ‘anhu untuk menjadi khalifah sepeninggal beliau.
Keyakinan wasiat Ibnu Saba’ ini ada pada Rafidhah, bahkan bagian penting dari akidah Rafidhah. Bukankah hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara agama Rafidhah dan Ibnu Saba? Keyakinan wasiat Ibnu Saba’ adalah hasil pemikiran Yahudinya sebelum ia menyusup di tengah-tengah muslimin.
Buku-buku rujukan Syiah sendiri yang menetapkan bahwa keyakinan wasiat berasal dari Abdullah bin Saba’. Al-Mamaqani dalam bukunya Tanqih al-Maqal (2/184) menukil ucapan Muhammad bin ‘Umar al-Kisysyi—seorang tokoh Rafidhah, “Ahlul ilmi menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ dahulu seorang Yahudi lalu masuk Islam dan berwala’ kepada ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Ketika masih beragama Yahudi, dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun adalah orang yang mendapat wasiat dari Musa. Adapun setelah masuk Islam, dia juga mengatakan hal semisal (yakni wasiat –pen.) terhadap ‘Ali.”[2]
Ibnu Saba’ adalah orang pertama yang menyebarkan kebencian terhadap Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu.
Keyakinan ini adalah bagian terpenting dalam akidah Rafidhah.
Abu Ishaq al-Fazari menyebutkan riwayat dengan sanadnya kepada Suwaid bin Ghafalah, bahwa dia mengunjungi ‘Ali radhiallahu ‘anhu di masa kekhalifahannya. Suwaid berkata, “Sungguh, aku melewati suatu kaum yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar. Mereka juga menyatakan bahwa engkau menyembunyikan celaan padakeduanya (yakni Abu Bakr dan ‘Umar). Di antara kaum itu adalah Abdullah bin Saba’.”—dan dia adalah orang pertama yang menampakkan keyakinan ini.
Ali berkata, “Apa urusanku dengan si hitam yang busuk ini (Ibnu Saba’)?! Aku berlindung kepada Allah dari memendam dalam hati sesuatu terhadap keduanya selain kebaikan.” Kemudian ‘Ali radhiallahu ‘anhu membuang Ibnu Saba’ ke Madain.
Ibnu Hajar rahimahullah membawakan riwayat kisah di atas dalam Lisanul Mizan (3/290) dengan sanad yang sahih.
Itulah beberapa akidah Ibnu Saba’ si Yahudi yang diembuskan di tengah kaum muslimin untuk merusak akidah. Akidah tersebut benar-benar serupa dengan akidah Rafidhah (Syiah) yang memang ditumbuhkan oleh Ibnu Saba’ al-Yahudi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya, Minhajus Sunnah, menyebutkan banyak sisi kesamaan Syiah Rafidhah.[3]
Tidak diragukan, ketika akidah batil ini masuk dalam tubuh kaum muslimin dan berkembang di sebuah negeri Islam, akan sangat mudah bagi musuh-musuh Islam melumpuhkan negeri Islam.
Wallahul Musta’an.
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc
[1] Lihat Ibnu Saba’ Haqiqah La Khayal karya Dr. Sa’di al-Hasyimi.
[2] Dinukil dari ta’liq Muhibudin al-Khathib terhadap kitab al-Muntaqa Min Minhajil I’tidal hlm. 318.
[3] Untuk menyembunyikan hubungan mesranya dengan Yahudi, Syiah Rafidhah bersama dengan orientalis berusaha menghilangkan jejak Ibnu Saba’. Namun, usaha mereka sia-sia. Sebab, keberadaan Ibnu Saba’ adalah kesepakatan (ijma’) Ahli Hadits, Ahlus Sunnah wal Jamaah, demikian pula kesepakatan ahli tarikh. Bahkan, kitab-kitab rujukan Rafidhah sendiri menetapkan keberadaan Ibnu Saba’.
Apakah masuk akal, jika mereka mengingkari kitab-kitab yang mereka sucikan dan agungkan? Mustahil tentunya, kecuali jika mereka telah dungu atau kehilangan akal, atau telah berubah menjadi kera sebagaimana nenek moyang mereka. Dan inilah kenyataannya! asysyariah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
Rafidhah dan Yahudi ibarat dua saudara kembar. Banyak kesamaan dan kemiripan di antara keduanya. Rafidhah adalah anak Yahudi. Hakikat ini tidak boleh dilupakan, agar kita waspada dan memahami berbagai makar Yahudi dan Rafidhah terhadap Islam dan negara Indonesia serta negeri Islam lainnya.
Di masa kejayaan Islam, Yahudi berhasil menanamkan salah satu agennya, Abdullah bin Saba’ al-Himyari menyusup di tengah kaum muslimin. Lelaki dari negeri Yaman ini secara lahiriah menampakkan keislamannya pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, namun hakikatnya seorang zindiq (munafik). Ia adalah seorang Yahudi yang telah menyiapkan berbagai makar.
Di balik topeng kemunafikannya inilah, ia menghembuskan api kerusakan yang demikian besar di tengah umat hingga berkobar kerusakan demi kerusakan. Peran Ibnu Saba’ sangat besar dalam tragedi pembunuhan Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Demikian pula peristiwa-peristiwa berikutnya pada masa Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Termasuk kelahiran agama Syiah Rafidhah, dialah yang membidaninya.
Dalam upaya menyusupkan pemahaman-pemahaman sesatnya, Ibnu Saba’ menyisir wilayah-wilayah Islam dari Hijaz, Bashrah, Kufah, dan Syam. Akan tetapi, di negeri-negeri tersebut usahanya gagal. Abdullah bin Saba’ kemudian menuju Mesir. Di negeri inilah, dia bisa menyemai pemahaman-pemahaman sesatnya dan berhasil mengelabui sebagian umat yang jahil hingga terprovokasi.
Ibnu Saba’ melakukan gerakan propaganda anti-‘Utsman bin ‘Affan. Masyarakat dihasut agar menentang pemerintah. Fitnah dan api kebencian terhadap pemerintah disebar. Tuduhan-tuduhan miring tertuju kepada pribadi Utsman radhiallahu ‘anhu dan pemerintahannya, dia ramu dengan pikiran-pikiran busuknya. Keadaan bertambah parah hingga terjadilah musibah besar, terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Dalam tragedi pembunuhan Utsman bin Affan, Yahudi—melalui Abdullah bin Saba—berhasil memengaruhi kaum muslimin yang jahil untuk keluar dari prinsip-prinsip agama yang sangat agung, yaitu (1) taat kepada waliyul amr (pemerintah) muslim, (2) prinsip mencintai sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum, dan (3) mengikuti jalan al-Khulafa ar-Rasyidin.
Kabut kelam menyelimuti kaum muslimin. Api fitnah tak kunjung memadam. Sepeninggal Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, ia melancarkan makar baru. Ia membangkitkan fanatisme buta terhadap kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib dan anak keturunannya. Akhirnya, tertanam akidah (keyakinan) di kalangan para pengikut Abdullah bin Saba’ bahwa keimamahan (kepemimpinan) yang pertama dipegang oleh ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu dan berakhir pada imam ke-12, Muhammad bin al-Husain al-Mahdi.
Inilah keyakinan kalangan Syiah; sebuah keyakinan yang sesat. (‘Aqa’idu asy-Syiah, asy-Syaikh Mahmud Abdul Hamid al-‘Asqalani, hlm. 21)
Antara Ibnu Saba’ al-Yahudi dan Syiah Rafidhah
Rafidhah (Syiah) adalah agama baru yang berakar dari agama Yahudi. Sisi kesamaan antara agama Syiah Rafidhah dan Yahudi banyak kita dapati. Semua itu menunjukkan keterkaitan yang sangat erat antara Yahudi dan Rafidhah.
Berikut adalah beberapa sisi kesamaan antara Rafidhah dan pemikiran Ibnu Saba’ al-Yahudi.
Dia adalah orang pertama yang menyebarkan keyakinan rububiyah dan uluhiyah Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Ali radhiallahu ‘anhu adalah ilah (sesembahan) dan Rabb (pengatur alam semesta).
Keyakinan Ibnu Saba’ ini ada pada Rafidhah. Referensi Syiah sendiri yang menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ menyebarkan keyakinan kufur tersebut. Lihat sebagai bukti pada kitab rujukan mereka: (1) Rijal al-Kisysyi hlm. 98 cetakan Karbala, dan (2) Tanqihul Maqal fi Ahwali ar-Rijal (2/183—184) cetakan Najef 1350 H.[1]
Ibnu Saba’ adalah orang pertama yang memunculkan akidah wasiat, yaitu keyakinan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewasiatkan kepada Ali radhiallahu ‘anhu untuk menjadi khalifah sepeninggal beliau.
Keyakinan wasiat Ibnu Saba’ ini ada pada Rafidhah, bahkan bagian penting dari akidah Rafidhah. Bukankah hal ini menunjukkan keterkaitan yang erat antara agama Rafidhah dan Ibnu Saba? Keyakinan wasiat Ibnu Saba’ adalah hasil pemikiran Yahudinya sebelum ia menyusup di tengah-tengah muslimin.
Buku-buku rujukan Syiah sendiri yang menetapkan bahwa keyakinan wasiat berasal dari Abdullah bin Saba’. Al-Mamaqani dalam bukunya Tanqih al-Maqal (2/184) menukil ucapan Muhammad bin ‘Umar al-Kisysyi—seorang tokoh Rafidhah, “Ahlul ilmi menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ dahulu seorang Yahudi lalu masuk Islam dan berwala’ kepada ‘Ali radhiallahu ‘anhu. Ketika masih beragama Yahudi, dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun adalah orang yang mendapat wasiat dari Musa. Adapun setelah masuk Islam, dia juga mengatakan hal semisal (yakni wasiat –pen.) terhadap ‘Ali.”[2]
Ibnu Saba’ adalah orang pertama yang menyebarkan kebencian terhadap Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu.
Keyakinan ini adalah bagian terpenting dalam akidah Rafidhah.
Abu Ishaq al-Fazari menyebutkan riwayat dengan sanadnya kepada Suwaid bin Ghafalah, bahwa dia mengunjungi ‘Ali radhiallahu ‘anhu di masa kekhalifahannya. Suwaid berkata, “Sungguh, aku melewati suatu kaum yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar. Mereka juga menyatakan bahwa engkau menyembunyikan celaan padakeduanya (yakni Abu Bakr dan ‘Umar). Di antara kaum itu adalah Abdullah bin Saba’.”—dan dia adalah orang pertama yang menampakkan keyakinan ini.
Ali berkata, “Apa urusanku dengan si hitam yang busuk ini (Ibnu Saba’)?! Aku berlindung kepada Allah dari memendam dalam hati sesuatu terhadap keduanya selain kebaikan.” Kemudian ‘Ali radhiallahu ‘anhu membuang Ibnu Saba’ ke Madain.
Ibnu Hajar rahimahullah membawakan riwayat kisah di atas dalam Lisanul Mizan (3/290) dengan sanad yang sahih.
Itulah beberapa akidah Ibnu Saba’ si Yahudi yang diembuskan di tengah kaum muslimin untuk merusak akidah. Akidah tersebut benar-benar serupa dengan akidah Rafidhah (Syiah) yang memang ditumbuhkan oleh Ibnu Saba’ al-Yahudi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya, Minhajus Sunnah, menyebutkan banyak sisi kesamaan Syiah Rafidhah.[3]
Tidak diragukan, ketika akidah batil ini masuk dalam tubuh kaum muslimin dan berkembang di sebuah negeri Islam, akan sangat mudah bagi musuh-musuh Islam melumpuhkan negeri Islam.
Wallahul Musta’an.
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc
[1] Lihat Ibnu Saba’ Haqiqah La Khayal karya Dr. Sa’di al-Hasyimi.
[2] Dinukil dari ta’liq Muhibudin al-Khathib terhadap kitab al-Muntaqa Min Minhajil I’tidal hlm. 318.
[3] Untuk menyembunyikan hubungan mesranya dengan Yahudi, Syiah Rafidhah bersama dengan orientalis berusaha menghilangkan jejak Ibnu Saba’. Namun, usaha mereka sia-sia. Sebab, keberadaan Ibnu Saba’ adalah kesepakatan (ijma’) Ahli Hadits, Ahlus Sunnah wal Jamaah, demikian pula kesepakatan ahli tarikh. Bahkan, kitab-kitab rujukan Rafidhah sendiri menetapkan keberadaan Ibnu Saba’.
Apakah masuk akal, jika mereka mengingkari kitab-kitab yang mereka sucikan dan agungkan? Mustahil tentunya, kecuali jika mereka telah dungu atau kehilangan akal, atau telah berubah menjadi kera sebagaimana nenek moyang mereka. Dan inilah kenyataannya! asysyariah.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: