Oleh: Zulkarnain El-Madury
Salah satu cela yang membuat Syiah berang dengan sunni,
adalah tuduhan Syiah yang mengungguli Sahabat Nabi, dengan perkataan yang
paling buruk dari segala ucapan manasia kafor sepanjang abad kehidupan. Di Mata
Syiah, tak sedikitpun ada kebaikan para sahabat, mereka semua dipandang jelek
dengan sekedar alasan kitab kitab mereka yeng mencekoki korban korbannya dengan
kisah kisah tragis sebagaimana skenario Syiah, yang memang menghendaki
hancurnya Islam di dunia dan sebagai timbal baliknya Syiahlah yang akan menjadi
kebenaran mutlaq mereka.
Penistaan kepada tiga khalifah menjadi sebuah nyanyian wajib
mereka hingga dalam sholat sholatnya, nyanyian kutukan didendangkan dari mulut
busuknya. Sekalipun Ali bin Abi Thalib adalah manusia yang paling rendah diri
dan mengabdi pada kebenaran. Ketiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib,
bertiga mereka menuai baiat dan pujian dari Ali. Tetapi justru para pengikut
Ali yang bermanhaj kekuafah, wilayah yang melahirkan tukang adu domba antara
Husein dan Yazid , mereka sama sikapnya dengan petinggi Syiah Abdullah bin
Saba, setali tiga uang dalam membenci para sahabat.
Kalau membuka kitab kitab riawayat, banyak fakta yang
menyatakan Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang jumawa, jantan mengakui
dirinya dan mengakui orang lain. Rendah hati dalam memahami apa yang terjadi. Sebagaiaman
pengakuannya ketika ditanya berkaitan dengan wasiat Nabi padanya, ini terlukis
dalam ucapannya
حدثني أبو معمر إسماعيل بن إبراهيم حدثنا ابن علية عن يونس عن الحسن عن قيس بن عباد قال قلت لعلي رضى الله عنه أرأيت مسيرك هذا عهد عهده إليك رسول الله صلى الله عليه وسلم أم رأي رأيته قال ما تريد إلى هذا قلت ديننا ديننا قال ما عهد إلي رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء ولكن رأي رأيته
Telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar Ismaa’iil bin
Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, dari Yuunus, dari
Al-Hasan, dari Qais bin ‘Ubaad, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu : “Apakah perjalananmu ini merupakan wasiat yang telah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallamwasiatkan kepadamu atau
itu hanyalah pendapatmu saja ?”. ‘Aliy berkata : “Apa yang engkau maksudkan
tentang hal ini ?”. Aku menjawab : “Agama kami, agama kami”. ‘Aliy berkata : “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak mewasiatkan sesuatupun kepadaku. Akan tetapi
ini adalah pendapatku saja” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah dalam tambahannya
terhadap Al-Musnad 1/148 no. 1271 dan dalam As-Sunnah no.
1266].
Artinya kalau memang ada hadits wasiat Nabi, apapun jenisnya
yang berkaitan dengan kekuasaan, sudah pasti akan dikatakan oleh Ali kepada
umat. Namun sampai beliau meninggalkan umat Islam, tidak terdapat satupun
riwayat yang menyatakan Nabi ada memberikan wasiat kepada-Nya. Baik Ali atau
Sahabat yang tak mendapatkan wasiat apa apa, jika memang ada, akan ada ribuan
hadits sebagai saksi kebenaran wasiatnya. Atau mungkin cukup sepuluh hadits
yang sama sebagai syarat Mutawatirnya hadits wasiat kalau ada.
Berkaitan dengan baiat Ali, lebih menyerupai deklarasi Ali
yang mendukung kebasaan 3 sahabat sebagai khalifah Nabi :
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata
:
حَدَّثَنِي أَبُو مُحَمَّدٍ جَعْفَرُ بْنُ حُمَيْدٍ الْكُوفِيُّ أَخُو
أَحْمَدَ بْنِ حُمَيْدٍ يُلَقَّبُ بِدَارِ بِأُمِّ سَلَمَةَ، حَدَّثَنِي يُونُسُ
بْنُ أَبِي يَعْفُورَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ الْعَبْدِيِّ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " شَهِدْتُ خُطْبَةَ عَلِيٍّ يَوْمَ الْبَصْرَةِ قَالَ:
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَمَا عَالَجَ مِنَ النَّاسِ ثُمَّ قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
إِلَيْهِ ثُمَّ رَأَى الْمُسْلِمُونَ أَنْ يَسْتَخْلِفُوا أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ فَبَايعُوا وَعَاهَدُوا وَسَلَّمُوا، وَبَايَعْتُ وَعَاهَدْتُ
وَسَلَّمْتُ، وَرَضُوا وَرَضِيتُ، وَفَعَلَ مِنَ الْخَيْرِ وَجَاهَدَ حَتَّى
قَبَضَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَحْمَةُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَاسْتُخْلِفَ عُمَرُ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَبَايَعَهُ الْمُسْلِمُونَ وَعَاهَدُوا وَسَلَّمُوا،
وَبَايَعْتُ وَعَاهَدْتُ وَسَلَّمْتُ، وَرَضُوا وَرَضِيتُ، ......
Telah menceritakan kepadaku Abu Muhammad Ja’far bin Humaid
Al-Kuufiy saudara Ahmad bin Humaid : Telah menceritakan kepadaku Yuunus bin Abi
Ya’quub, dari ayahnya, dari Al-Aswad bin Qais Al-‘Abdiy, dari ayahnya, ia
berkata : Aku menyaksikan khutbah ‘Aliy (bin Abi Thaalib) pada satu hari di
kota Bashrah, ia berkata : “Ia (‘Aliy) memuji dan menyanjung Allah, lalu
menyebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan apa-apa
dilakukan beliau kepada manusia, kemudian Allah ‘azza wa jalla mewafatkan
beliau. Kemudian kaum muslimin berpandangan untuk menjadikan Abu Bakr radliyallaahu
‘anhu sebagai pengganti beliau sebagai khalifah. Lalu mereka membaiatnya,
membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Dan aku (‘Aliy) pun berbaiat
kepadanya, membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya. Mereka (kaum
muslimin) ridlaa, dan aku pun juga ridlaa. Ia (Abu Bakr) melakukan kebaikan,
berjihad, dan kemudian Allah ‘azza wa jalla mewafatkannya. Semoga
Allah merahmatinya. Kemudian ‘Umar radliyallaahu ‘anhu menggantikannya.
Lalu kaum muslimin membaiatnya, membuat perjanjian kepadanya, dan menerimanya.
Aku pun berbaiat kepadanya, mengadakan perjanjian kepadanya, dan menerimanya.
Mereka ridlaa kepadanya dan aku pun ridlaa kepadanya………… [As-Sunnah,
2/567-568 no. 1329].
Al-Balaadzuriy rahimahullah berkata:
حَدَّثَنِي رَوْحُ بْنُ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ، عَنْ أَبِي عَوَانَةَ،
عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ، أَنَّ
عَلِيًّا أَتَاهُمْ عَائِدًا، فَقَالَ: " مَا لَقِيَ أَحَدٌ هَذِه الأُمَّةَ
مَا لَقِيتُ، تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا
أَحَقُّ النَّاسِ بِهَذَا الأَمْرِ، فَبَايَعَ النَّاسُ أَبَا بَكْرٍ،
فَاسْتَخْلَفَ عُمَرَ، فَبَايَعْتُ وَرَضِيتُ وَسَلَّمْتُ، ثُمَّ بَايَعَ النَّاسُ
عُثْمَانَ، فَبَايَعْتُ وَسَلَّمْتُ وَرَضِيتُ، وَهُمُ الآنَ يَمِيلُونَ بَيْنِي
وَبَيْنَ مُعَاوِيَةَ "
Telah menceritakan kepadaku Rauh bin ‘Abdil-Mu’min, dari Abu
‘Awaanah, dari Khaalid Al-Hadzdzaa’, dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Bakrah :
Bahwasannya ‘Aliy pernah datang menjenguk mereka, lalu berkata : “Tidak ada
seorang pun dari umat ini yang mengalami seperti yang aku alami. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallamwafat sedangkan aku adalah orang yang paling berhak dalam
urusan ini. Lalu orang-orang membaiat Abu Bakr, kemudian ‘Umar menggantikannya. Lalu
aku pun berbaiat (kepadanya), merasa ridlaa, dan menerimanya. Kemudian
orang-orang membaiat ‘Utsmaan, lalu aku juga berbaiat (kepadanya),
merasa ridlaa, dan menerimanya. Dan sekarang mereka cenderung antara aku
dan Mu’aawiyyah” [Ansaabul-Asyraf, 2/402].
Keterangan tersebut menunjukkan kalau Ali bukan seperti yang
dibayangkan oleh para pemfitnah, dari kalangan pendukung Dajjal yang bernama Al
Qaaim. Tetapi seorang Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang dinkari oleh Syiah,
kalau Ali seorang yang lemah lembut dan peramah. Tidak memberi pernyataan
pernyataan seperti kelompok Syiah yang ngaku sebagai pendukung ahlul baitnya,
sekalipun tidaklah demikian keadaannnya.
SEKITAR WASIAT RASUL TENTANG KHILAFAH ALI BIN ABI THALIB
Bahkan dalam sarung pedangnya Ali bin Abi Thalib yang
dikesankan terdapat wasiat berharga mereka tidaklah demikian beritanya. Namun yang pasti, Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah memberikan mandat kepemimpinan yang
jelas secara khusus kepada seseorang. Tidak kepada Abu Bakr, tidak ‘Umar, tidak
‘Utsmaan, tidak pula ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عُبَادٍ، قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا
وَالْأَشْتَرُ إِلَى عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقُلْنَا: هَلْ عَهِدَ
إِلَيْكَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ
يَعْهَدْهُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً؟ قَالَ: لَا، إِلَّا مَا فِي كِتَابِي هَذَا،
قَالَ: وَكِتَابٌ فِي قِرَابِ سَيْفِهِ، فَإِذَا فِيهِ: " الْمُؤْمِنُونَ
تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ، وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ، وَيَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ
أَدْنَاهُمْ، أَلَا لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ، وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي
عَهْدِهِ، مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan
kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah, dari Qataadah, dari Al-Hasan, dari Qais
bin ‘Ubaad, ia berkata : Aku pergi bersama Al-Asytar menuju ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu. Kami bertanya :
“Apakah Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat sesuatu
kepadamu yang tidak beliau wasiatkan kepada kebanyakan manusia ?”. Ia berkata :
“Tidak, kecuali apa-apa yang terdapat dalam kitabku ini”. Perawi berkata
: Dan kitab yang terdapat dalam sarung pedangnya dimana padanya bertuliskan : ‘Orang-orang
mukmin sederajat dalam darah mereka. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang
lain, dimana orang-orang yang paling rendah dari kalangan mereka berjalan
dengan jaminan keamanan mereka. Ketahuilah, tidak boleh dibunuh seorang mukmin
karena membunuh orang kafir. Tidak pula karena membunuh orang kafir yang punya
perjanjian dengan kaum muslimin. Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru
(dalam agama) atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya,
laknat para malaikat dan manusia seluruhnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad,
1/122;shahih].
Secara kesinambungan tidak ada satupun perintah kepada Ahlul
bait Nabi atau sahabat berupa warisan dinasti kepemimpinan Nabi. Musyawarah di
jaman para sahabat itulah yang menjadi lambang pemilihan di kemudian hari dari
kalangan manusia dalam memilih pemimpin.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: