Breaking News
Loading...

Syiah dan Sufi dalam Buku Agama Arab Saudi Masih Ada.

 
Tradisi dan praktik Islam Syiah dan sufi terus digambarkan secara negatif dalam buku teks agama di sekolah Arab Saudi. Padahal telah diambil langkah-langkah untuk membersihkan mereka dari bahasa yang penuh kebencian dan intoleran. 



Hal ini disampaikan Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah laporan baru. Buku teks yang digunakan di sekolah-sekolah mempertahankan bahasa yang meremehkan praktik yang terkait dengan Muslim Syiah dan sufi yang jadi minoritas di negara itu.
Hal ini disampaikan kelompok hak asasi yang berbasis di New York itu pada Senin (15/2), meskipun tidak membuat referensi langsung ke Syiah.
"Kemajuan Arab Saudi pada reformasi buku teks tampak akhirnya meningkat dalam beberapa tahun terakhir," kata Wakil Direktur Timur Tengah di HRW, Michael Page, dilansir dari laman Middle East Eye, Selasa (16/2).
"Tapi selama teks tersebut terus meremehkan keyakinan dan praktik agama kelompok minoritas, termasuk sesama warga Arab Saudi, itu akan berkontribusi pada budaya diskriminasi yang dihadapi kelompok-kelompok ini," ujar Page.
HRW meninjau buku teks yang diproduksi Kementerian Pendidikan Arab Saudi untuk tahun akademik 2019-2020 dan 2020-2021. Mereka menemukan bahwa beberapa praktik yang terkait dengan tradisi Syiah dan sufi mendapat kritik keras dan tetap distigmatisasi sebagai praktik yang tidak Islami dan dilarang.
"Teks-teks tersebut dengan keras mengkritik praktik dan tradisi yang terkait erat dengan Islam Syiah dalam arti luas, dalam banyak kasus menandainya sebagai bukti politeisme yang akan mengakibatkan keluar dari Islam dan mendapat kutukan abadi bagi mereka yang mempraktikkannya," jelas Page.
Buku teks yang diperiksa oleh kelompok hak asasi digunakan dalam pendidikan dasar dan menengah selama mata pelajaran wajib yang bertajuk tauhid. Mata pelajaran itu fokus pada pengajaran siswa tentang berbagai agama dan kepercayaan.
HRW tidak meninjau teks pendidikan tambahan yang berhubungan dengan keyakinan Islam seperti hukum, budaya, komentar atau pembacaan Alquran.
Laporan itu menambahkan bahwa ada juga bahasa yang tidak toleran dan merendahkan tentang Kristen dan Yudaisme.
Kelompok hak asasi sebelumnya mempelajari buku teks yang sama pada 2017 dan menemukan bahwa kurikulum Riyadh berisi bahasa yang penuh kebencian dan menghasut terhadap agama dan tradisi Islam yang tidak sesuai dengan interpretasinya terhadap Islam Sunni.
Reformasi  
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat (AS) telah meminta Arab Saudi   mereformasi kurikulum pendidikannya. Saudi diminta meninjau dan merevisi materi pendidikan untuk menghilangkan semua hal yang menyebarkan intoleransi dan kebencian terhadap agama minoritas.
Antara 2017 dan 2020, Kementerian Pendidikan Arab Saudi membuat banyak perubahan pada buku teks sebagai tanggapan atas kritik Amerika Serikat. Pada 2019, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mencap Riyadh sebagai salah satu pelanggar terburuk kebebasan beragama di dunia.  
"Perubahan ini, bagaimanapun, sebagian besar terbatas pada bagaimana agama atau kelompok lain disajikan dalam buku teks, termasuk menghilangkan rujukan kebencian terhadap orang Kristen, Yahudi, dan LGBT, serta menghapus bahasa kekerasan dan anti-Semit," kata HRW.
Untuk referensi Syiah dan sufi Islam, yang paling eksplisit telah diminimalkan tetapi buku teks terus melabeli beberapa praktik mereka sebagai bukti politeisme. Seperti praktik meratapi orang mati, mengunjungi kuburan tokoh agama terkemuka, dan membangun masjid serta tempat suci di atas kuburan, kata laporan itu. "Arab Saudi telah membuat kemajuan tetapi ini bukan waktunya untuk menyatakan kemenangan atas reformasi buku teks," kata Page.
"Selama referensi yang meremehkan agama minoritas tetap ada dalam teks, itu akan terus memicu kontroversi dan kecaman," ujarnya.
Seorang pengacara Arab Saudi dari provinsi mayoritas Syiah di Timur mengatakan kepada HRW bahwa semua Muslim di Arab Saudi diharuskan menggunakan kurikulum.  
Dengan sedikit pengecualian, Kerajaan Arab Saudi tidak mentoleransi ibadah publik oleh penganut agama selain Islam dan secara sistematis mendiskriminasi agama minoritas Muslim, terutama Syiah Dua Belas Imam dan Ismaili, termasuk dalam pendidikan publik, sistem peradilan, kebebasan beragama, dan pekerjaan.  
Dikutip dari republika co id dengan Sumber utama middleeasteye.net
Ini menjadi bukti bahwa pemerintah Saudi sampai saat ini masih konsisten menjaga kemurnian ajaran Islam dari pengaruh syiah, bahkan cenderung mencounter syiah di titik paling rawan yaitu [ada unsur pendidikan. Kita bisa bayangkan, jika misalnya praktek ajaran syiah dilegalkan dalam kurikulum tersebut, maka akan banyak anak muda yang masuk ke dalam syiah.




************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: