Breaking News
Loading...

Syiah Menganggap al-Quran tidak Orisinil
Syiahindonesia.com - Menurut seorang ulama Syi’ah al-Mufid dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa al-Quran yang ada saat ini tidak orisinil. Al-Qur’an sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangan. Tokoh Syi’ah lain mengatakan dalam kitab Mir’atul ‘Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa al-Qur’an telah mengalami pengurangan dan perubahan.

Al-Qummi, tokoh mufassir Syi’ah, menegaskan dalam mukaddimah tafsirnya bahwa ayat-ayat al-Qur’an ada yang dirubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya seperti ketika diturunkan oleh Allah. Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarsi, seorang tokoh Syi’ah abad ke-6 H menegaskan dalam kitab al-Ihtijaj, bahwa al-Qur’an yang ada sekarang adalah palsu, tidak asli dan telah terjadi pengurangan.

Ni’matullah al-Jazairi menyatakan dalam kitabnya al-Anwar al-Nu’maniyah, semua imam Syi’ah menyatakan ada tahrif (perobahan) al-Qur’an kecuali pendapat Murtadha, al-Shaduq dan al-Thabarsi yang berpendapat bahwa tidak ada tahrif.  Dalam keterangan selanjutnya, dia menjelaskan bahwa ulama yang menyatakan tidak ada tahrif pada al-Qur’an itu sedang bertaqiyah.

Para ulama Syi’ah yang muktabar, seperti al-Mufid, al-Jazairi dan al-Majlisi, menjelaskan alasan Syi’ah memakai al-Qur’an yang ada saat ini, “Sungguh kaum Syi’ah disuruh membaca al-Qur’an yang  ada di antara 2 sampul dan tidak menyatakan adanya tambahan atau pengurangan sampai datangnya al-Qaim (Mahdi), pada saat itu barulah al-Qaim membacakan kepada manusia wahyu Allah yang dikumpulkan oleh Ali ibn Abi Thalib. Mereka melarang kita untuk membaca riwayat-riwayat yang bertambah dari yang sudah ada di mushaf sekarang ini karena sumbernya tidak mutawatir alias ahad dan seorang bisa salah dalam menukilnya. Disisi lain, jika orang Syi’ah membaca selain dari pada yang ada di mushaf saat ini menyebabkan dirinya tertipu dan menyeretnya pada kehancuran, oleh sebab itulah para imam ma’shum melarang kita membaca selain dari yang ada di mushaf saat ini.”

Dalam publikasi Syi’ah Indonesia disebutkan,”Transkrip ini (Mushaf Ali) berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutic dari Rasulullah yang beberapa diantaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Qur’an. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadits dalam Ushul al-Kafi. Ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Al Qur’an yang diturunkan bersama ayat-ayat Al-Qur’an. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Al Qur’an jika dijumlahkan mencapai 17.000 ayat”; “ Yang dimaksud Imam Ali dengan ‘penjelasannya’adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya transkrip itu diberikan kepada para imam mereka yang juga menyembunyikannya hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Qur ‘an diantara kaum muslimin. Qur’an dan tafsirnya yang dikumpulkan Imam Ali tidak terdapat di kalangan Syi’ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Ali dulu diterima, maka sekarang ini Qur’an dengan tafsir yang khusus itu sudah berada di tangan umat, tetapi kenyataanya tidak begitu”.

Pandangan Ulama Sunni

Para ulama menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur’an yang dipegang dan diamalkan umat Islam saat ini di seluruh dunia adalah asli, tidak ada pengurangan maupun penambahan.  Allah Swat langsung yang menjamin keaslian dan keterpeliharaannya dari tahrif (distorsi dan interpolasi), “Sungguh Kami yang telah menurunkan al-Quran dan Kami pula yang akan menjaganya”

(QS.AL- Hijr: 9). Keyakinan inilah yang menjadi prinsip yang dipegang seluruh ulama Islam.

Al-Qadhi ‘Iyadh menukil pernyataan Abu Utsman al-Haddad bahwa semua ahli tauhid bersepakat atas kekafiran orang yang mengingkari satu huruf dari al-Qur’an. Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan, “Tidak ada perbedaan di antara kaum muslimin bahwa orang yang mengingkari satu surah atau ayat atau kata, atau huruf dari al-Qur’an, disepakati telah kafir”.

Imam Ibnu Hazm berkata, mengatakan di antara dua sampul al-Qur’an ada perobahan adalah kekufuran yang nyata dan mendustai Rasulullah SAW. Abdul Qahir al-Baghdadi menulis, “Ahlussunnah mengkafirkan orang Rafidhah yang beranggapan al-Qur’an saat ini tidak menjadi hujjah disebabkan klaimnya bahwa para sahabat Nabi telah merobah sebagian al-Quran dan mentahrif sebagian lainnya.”

Al-Imam al-Hafizh Abu ‘Amr al-Dani berkata, “Orang yang menolak atau mengingkari 1 (satu) huruf dalam al-Quran adalah kafir. Orang yang meyakini terjadinya perubahan dalam al-Quran adalah sesat, menyesatkan, kafir dan bermaksud membatalkan ajaran Islam.” Syaikh Nawawi Banten berkata, “Orang yang mengingkari satu ayat atau satu huruf al-Qur’an, atau menambahkan satu huruf ke dalam al-Quran, adalah murtad i’tiqadi.”

Imam al-Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits tentang penolakan Sayidina Ali atas tuduhan orang-orang yang menyangka bahwa beliau telah menerima wahyu selain al-Qur’an.

حدثنا أحمد بن يونس حدثنا زهير حدثنا مطرف أن عامرا حدثهم عن أبي جحيفة رضي الله عنه قال: قلت لعلي رضي الله عنه هل عندكم شيء من الوحي إلا ما في كتاب الله؟ قال والذي فلق الحبة وبرأ النسمة ما أعلمه إلا فهما يعطيه الله رجلا في القرآن وما في هذه الصحيفة. قلت وما في الصحيفة قال العقل وفكاك الأسير وأن لا يقتل مسلم بكافر.

Dari Abu Juhaifah, bahwa ia bertanya kepada Ali, “Apakah anda menyimpan wahyu selain al-Qur’an?”  Ali menjawab, “Tidak, demi Allah yang membela biji dan menciptakan jiwa, aku tidak mengetahui hal itu, kecuali pemahaman al-Qur’an yang diberikan Allah kepada seseorang, dan isi lembaran ini.” bertanya:”apa isi lembaran itu? ”  Ali menjawab:”diyat aqilah, pelepasan tawanan, dan seorang muslim tidak dibunuh sebab orang kafir.”

Jika merujuk ke Fathul Bari, dijelaskan bahwa Ali telah menegaskan bahwa ahlul bait tidak memiliki kitab suci selain al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud al-Sijistani (230- 316 H) meriwayatkan 5 atsar dari Ali bin Abi Thalib yang memuji Abu Bakr  as-Shiddiq sebagai orang pertama yang melakukan pengumpulan Qur’an ke dalam suhuf. Ia juga meriwayatkan 2 atsar dari Ali bin Abi Thalib yang memuji kebijakan Khalifah Utsman bin Affan yang membakar mushaf-mushaf selain kodifikasi mushaf Utsmani.  “Jika Utsman tidak melakukannya, maka aku yang akan melakukan itu”, tegas Ali. Ini membuktikan ijma’ para sahabat Nabi, termasuk Ali dan ahlulbaitnya, dan seluruh umat Islam atas kodifikasi Mushaf al-Imam (Utsmani).

Selain itu, ragam qiraat al-Quran yang mutawatir dari Rasulullah ada tujuh yang populer disebut ‘Qiraat Sab’ah‘. Syarat mutlak suatu qiraat dinilai mutawatir salah satunya adalah kesesuaian qiraat itu dengan sistem penulisan (rasm) Mushaf Utsmani yang menjadi ijma’ para sahabat. Ada empat (4) jalur sanad qiraat sab’ah yang mutawatir itu, yang dicatat oleh Ibnu al-Jazari (w.751-833 H), bersumber dari riwayat Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait, yaitu:

1).  Qiraat Abu ‘Amr bin al-‘Ala (68-154 H) dari Nashr bin ‘Ashim dari Yahya bin Ya’mur.  Keduanya menerima qiraat dari Abul Aswad ad-Duali, dari Ali bin Abi Thalib.

2).  Qiraat ‘Ashim bin Abi an-Nujud (w.127 H) dari Abu Abdirrahman as-Sullami, yang menerimanya langsung dari Ali bin Abi Thalib.

3).  Qiraat Hamzah az-Zayyat (80-156 H) dari Ja’far As-Shadiq dari Muhammad al-Baqir dari Ali Zainal Abidin dari al-Husain dari Ali bin Abi Thalib.

4).  Qiraat al-Kisa’I (w.189 H) dari Hamzah az-Zayyat dengan jalur sanad seperti jalur sanad pada nomor 3 di atas. Dengan jalur-jalur sanad itu kita dapat pastikan bahwa Ahlulbait tidak keluar dari ijma’ kaum muslimin yang menyepakati otoritas Mushaf Utsmani.

Seluruh fakta di atas telah membantah keyakinan Syi’ah bahwa al-Qur’an yang dijadikan pedoman umat Islam di seluruh penjuru dunia adalah palsu atau tidak sempurna, meski secara de facto tetap mereka gunakan. Hal ini sangat bertentangan dengan pendapat kaum muslimin dan para ulama shalih. Padahal Rasul menyatakan bahwa, “Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan“. Sehingga kaum Syiah telah menyalahi ketentuan ini dan telah mengingkari hadits shahih serta bertentangan dengan keyakinan umat Islam. Dengan demikian, Syi’ah telah menyimpang karena “Mengingkari autentisitas (keaslian) dan kebenaran al-Qur’an”, sebagaimana poin nomor 4 dari 10 kriteria pedoman identifikasi aliran sesat yang difatwakan MUI di Rakernas tahun 2007.

 Judul asli: Penyimpangan Faham tentang Orisinalitas al-Qur’an

Sumber buku: BUKU PANDUAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Mengenal&Mewaspadai Penyimpangan SYI’AH di Indonesia//Majelis Ulama Indonesia

mediadakwah.id

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: