Narasi “kami ditindas” adalah fondasi penting dalam identitas Syiah. Mereka terus mengulang-ulangnya, bahkan ketika mereka sudah berkuasa di banyak tempat. Berikut alasan paling jelas dan sistematis mengapa Syiah membangun identitas sebagai kaum tertindas.
1. Doktrin Utama Syiah Dibangun dari Tragedi: Karbala
Syiah meyakini bahwa seluruh dunia Islam sejak dulu “zalim kepada Ahlul Bait”.
Puncaknya adalah tragedi Karbala — kematian Husain radhiyallahu ‘anhu.
Untuk Syiah, tragedi ini bukan sejarah, tetapi agenda emosional yang harus:
-
ditangisi
-
diulang setiap tahun
-
dijadikan simbol bahwa semua Sunni itu penindas
Karena itu, mereka selalu menampilkan diri sebagai korban sepanjang masa.
2. Strategi Politik: Narasi Korban Menarik Simpati
Syiah menggunakan narasi “tertindas” untuk:
-
menggalang simpati politik
-
menarik massa awam
-
menggambarkan Sunni sebagai musuh
-
memperoleh dukungan internasional
Narasi ini terbukti efektif untuk memperluas pengaruh Iran di Irak, Lebanon, Suriah, dan Yaman.
Padahal di negara-negara itu justru Syiah yang berkuasa dan menindas Sunni.
3. Doktrin Teologis: Mereka Yakin Dunia Memusuhi Mazhab Mereka
Dalam kitab-kitab Syiah, kaum Sunni digambarkan sebagai:
-
nashibi (pembenci Ahlul Bait)
-
zalim
-
merampas hak Ahlul Bait
-
selalu memusuhi “agama yang benar” (versi Syiah)
Karena mereka menolak sahabat, menolak khilafah, dan menganggap Imam mereka maksum, maka perbedaan itu dijadikan alasan bahwa Sunni adalah penindas — meskipun tanpa bukti.
4. Mentalitas Minoritas yang Diromantisir
Meskipun jumlah Syiah di dunia kecil (sekitar 10–13%), mereka justru memanfaatkan status minoritas sebagai keuntungan:
-
“Kami minoritas, karena kami yang benar.”
-
“Jumlah sedikit itu bukti kezaliman sejarah.”
-
“Mayoritas tidak pernah menerima kami.”
Padahal menjadi minoritas bukan bukti bahwa akidah mereka benar atau ditindas.
Itu hanya strategi membentuk citra kesucian palsu.
5. Pengalihan dari Penyimpangan Ajaran
Syiah memiliki banyak penyimpangan besar:
-
mut’ah
-
kultus kuburan
-
mencela sahabat
-
akidah imamah yang lebih tinggi dari kenabian
-
imam maksum
-
doa-doa buatan
-
keyakinan imam tahu ghaib
Agar perhatian umat tidak fokus pada penyimpangan itu, mereka menciptakan narasi:
“Kami dizalimi sejak dulu. Makanya ajaran kami dianggap salah.”
Narasi ini dipakai untuk menolak kritik.
6. Dendam Sejarah Dijadikan Identitas
Syiah menjadikan:
-
dendam terhadap para sahabat
-
kebencian terhadap Bani Umayyah
-
kesedihan Karbala
-
klaim bahwa hak Ahlul Bait dicuri
sebagai identitas kelompok.
Jika dendam itu hilang, Syiah kehilangan inti ajarannya.
Karena itu mereka perlu mempertahankan narasi bahwa:
“Kami disakiti. Kami dizalimi. Kami ditindas.”
Hanya dengan narasi itu pengikut Syiah tetap loyal.
7. Taktik Propaganda: Menutupi Kezaliman Syiah Modern
Setiap kali Syiah (Iran, Hizbullah, Houthi) menindas Sunni, mereka selalu mengatakan:
-
“Ini pembalasan terhadap penindasan masa lalu.”
-
“Kami diserang dulu.”
-
“Kami hanya mempertahankan diri.”
Padahal realitanya di banyak wilayah, Sunni yang menjadi korban.
Maka narasi “tertindas” hanyalah perisai untuk menyembunyikan agresi politik.
Kesimpulan
Syiah menganggap diri mereka sebagai kaum tertindas karena:
-
Ajaran mereka memang dibangun dari tragedi dan kesedihan.
-
Narasi korban sangat efektif sebagai strategi politik.
-
Mereka butuh alasan untuk membenci Sunni.
-
Mereka memanfaatkan status minoritas.
-
Mereka ingin mengalihkan perhatian dari penyimpangan ajaran.
-
Dendam sejarah adalah identitas inti mereka.
-
Mereka gunakan narasi itu untuk menutup kezaliman politik modern yang mereka lakukan.
Narasi “tertindas” bukan realita — tetapi alat propaganda.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: