Breaking News
Loading...

Bagaimana Syiah Menggunakan Politik untuk Menyebarkan Ajaran Sesatnya


Syiahindonesia.com -
Salah satu alasan mengapa penyebaran ajaran Syiah begitu cepat di berbagai negara adalah karena mereka tidak hanya bergerak melalui jalur dakwah agama, tetapi juga memanfaatkan kekuatan politik sebagai mesin utama ekspansi ideologi. Syiah menjadikan kekuasaan sebagai alat penyebaran keyakinan, bukan sekadar untuk menegakkan agama, melainkan membentuk hegemoni ideologis yang bertentangan dengan Islam Sunni yang menjadi mayoritas umat Islam dunia.

Artikel ini membahas bagaimana Syiah menggunakan politik sebagai kendaraan untuk menyebarkan ajaran sesatnya, serta bagaimana umat Islam dapat mewaspadai strategi tersebut.


1. Ajaran Syiah Sejak Awal Sudah Bernuansa Politik

Akar ideologi Syiah berawal dari konflik politik seputar kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Mereka meyakini bahwa kepemimpinan harus menjadi hak eksklusif keluarga Ali.

Padahal Rasulullah ﷺ tidak pernah menunjuk secara eksplisit siapa penggantinya. Islam mengajarkan bahwa pemimpin dipilih melalui musyawarah:

قَوْلُهُ تَعَالَى:
"وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ"
“Urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)

Namun Syiah mengganti prinsip syura dengan konsep imamah absolut yang tidak bisa dipilih rakyat dan tidak bisa diganti. Dari sinilah politik menjadi dasar ajaran Syiah.


2. Syiah Menjadikan Negara Syiah sebagai Markas Penyebaran Ideologi

Negara Iran sejak Revolusi 1979 menjadi pusat internasional gerakan politik Syiah. Iran memiliki misi ekspansi ideologi yang terang-terangan disebut dalam konstitusi mereka: “menyebarkan revolusi ke seluruh dunia”.

Iran menggunakan:

  • dana negara,

  • diplomasi internasional,

  • jaringan intelijen,

  • dan organisasi agama

untuk memperluas pengaruhnya di negara mayoritas Sunni.

Ini bukan gerakan dakwah, tetapi gerakan politik global.


3. Syiah Memanfaatkan Konflik Politik Negara Lain

Dimanapun ada konflik, Syiah hadir menawarkan diri sebagai “penolong”, padahal tujuannya adalah menanamkan ideologi.

Contohnya:

  • Irak (Syiah mengambil alih pemerintahan pasca invasi AS)

  • Suriah (Syiah mendukung rezim yang membunuh ratusan ribu muslim Sunnah)

  • Yaman (Houthi sebagai proxy Iran)

  • Lebanon (Hizbullah menguasai politik dan militer)

Dengan memanfaatkan kekacauan politik, Syiah dapat membangun basis ideologi yang kuat.


4. Syiah Menggunakan Strategi Taqiyyah dalam Politik

Syiah memiliki doktrin taqiyyah, yaitu menyembunyikan identitas dan keyakinan demi tujuan tertentu.

Dalam politik, taqiyyah digunakan untuk:

  • menyusup ke partai-partai mayoritas,

  • menyamar sebagai tokoh Sunni,

  • mengambil simpati publik,

  • mempengaruhi kebijakan,

  • dan menguasai jabatan strategis.

Padahal Rasulullah ﷺ melarang keras tipu daya dalam urusan agama:

قَالَ النَّبِيُّ ﷺ:
"مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا"
“Siapa yang menipu kami maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)

Namun Syiah menjadikan tipuan sebagai ibadah dan strategi politik.


5. Lembaga Pendidikan dan Organisasi Dijadikan Alat Politik

Syiah mendirikan:

  • majelis-majelis taklim,

  • yayasan,

  • beasiswa luar negeri,

  • sekolah,

  • dan pusat kajian

yang bukan sekadar pendidikan, melainkan propaganda ideologi.

Targetnya jelas:

  • mahasiswa,

  • tokoh muda,

  • aktivis sosial,

  • dan kelompok rentan ekonomi.

Perlahan mereka menguasai sendi politik lewat generasi yang sudah dicetak oleh lembaga Syiah.


6. Syiah Menggunakan Media untuk Propaganda Politik

Saluran televisi, website, film sejarah, hingga media sosial digunakan untuk membangun simpati kepada ajaran Syiah.

Narasi yang selalu muncul:

  • “Kami adalah kelompok tertindas.”

  • “Kami lah pecinta Ahlul Bait yang sebenarnya.”

  • “Sunni menzalimi Syiah sejak dahulu.”

Padahal kenyataannya Syiah-lah yang menghina sahabat, menolak hadis sahih, dan membuat ajaran baru yang tidak pernah diajarkan Nabi ﷺ.


7. Syiah Menggunakan Aliansi Politik dengan Non-Muslim

Syiah sering bersekutu dengan kelompok non-muslim untuk meraih keuntungan politik.

Di Suriah, Irak, dan Lebanon, milisi Syiah bersekutu dengan:

  • sekuler,

  • komunis,

  • Yahudi sekular,

  • dan Kristen tertentu

demi mempertahankan kekuasaan politik.

Sedangkan Islam melarang menjadikan musuh agama sebagai sekutu yang merugikan umat:

قَوْلُهُ تَعَالَى:
"لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ"
“Janganlah kamu menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin loyalitas.” (QS. Al-Maidah: 51)

Tetapi Syiah menjadikan mereka aliansi politik.


8. Syiah Menggunakan Politik untuk Menekan Dakwah Sunni

Di negara-negara yang dikuasai Syiah:

  • masjid Sunni diserang,

  • ulama dibunuh atau diusir,

  • kitab Sunni disita,

  • mazhab Sunni dilarang,

  • dan media Sunni dimatikan.

Ini membuktikan bahwa tujuan Syiah bukan persatuan, tetapi dominasi ideologi lewat politik.


9. Ancaman Syiah bagi Indonesia

Indonesia adalah negara Sunni terbesar di dunia. Ini membuat Indonesia menjadi sasaran empuk bagi ekspansi politik Syiah.

Strategi mereka:

  • menyusup ke kampus,

  • masuk ke organisasi kemanusiaan,

  • menggunakan isu “penindasan minoritas”,

  • menyusup ke partai politik,

  • membangun jejaring tokoh publik,

  • menampilkan citra moderat,

  • dan mengatasnamakan Ahlul Bait.

Jika dibiarkan, mereka dapat mengacaukan stabilitas keagamaan dan politik di Indonesia.


Kesimpulan

Syiah bukan sekadar kelompok agama, tetapi gerakan politik ideologis yang terorganisir secara global. Tujuan mereka bukan persatuan Islam, tetapi membangun dominasi ideologi Syiah dengan memanfaatkan kekuasaan politik, media, pendidikan, konflik, dan diplomasi.

Umat Islam Sunni harus waspada, belajar, dan memahami akidah yang benar agar tidak tertipu oleh strategi politik Syiah yang dibungkus dengan slogan “cinta Ahlul Bait”.



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: