Syiahindonesia.com – Dalam sejarah Islam, perbedaan antara Ahlus Sunnah (Sunni) dan Syiah bukanlah sekadar perbedaan mazhab fikih biasa. Ini adalah perbedaan mendasar dalam cara memahami Islam secara keseluruhan: mulai dari sumber hukum, tokoh panutan, prinsip akidah, hingga cara menafsirkan Al-Qur’an dan Hadis. Artikel ini akan membedah secara tuntas bagaimana Syiah dan Ahlus Sunnah memiliki kerangka berpikir yang sangat berbeda, dan mengapa umat Islam perlu waspada terhadap pemahaman Syiah.
1. Sumber Agama: Ahlus Sunnah Berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Shahihah
Ahlus Sunnah menjadikan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ yang shahih sebagai satu-satunya rujukan utama dalam memahami agama. Hadis-hadis yang digunakan telah diseleksi ketat melalui ilmu musthalah dan rijalul hadits, sebagaimana termuat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Sedangkan Syiah, walaupun mengklaim berpegang kepada Al-Qur’an dan hadis, mereka lebih mengutamakan riwayat dari para imam mereka yang 12 (versi Itsna 'Asyariyah). Hadis-hadis tersebut termuat dalam kitab seperti Al-Kāfī karya Al-Kulaini—yang banyak memuat hadis-hadis batil dan bertentangan dengan dalil shahih.
Sebagai contoh, dalam Al-Kāfī disebutkan bahwa para imam Syiah memiliki pengetahuan ghaib dan derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari para nabi, na'udzubillah.
2. Konsep Imamah vs Khilafah
Ahlus Sunnah meyakini bahwa setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, umat Islam dipimpin oleh para khalifah yang dipilih oleh umat—dimulai dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kepemimpinan mereka adalah ijtihad kolektif umat Islam, dan tidak ada satu pun dalil dari Rasulullah ﷺ yang menunjuk satu pemimpin secara eksplisit setelah beliau.
Namun Syiah meyakini bahwa kepemimpinan umat Islam adalah wasiat dari Nabi ﷺ dan hanya boleh dipegang oleh keturunan Ali bin Abi Thalib. Mereka menyebutnya dengan “Imamah” dan menganggapnya sebagai rukun iman. Bahkan menurut mereka, barang siapa yang tidak meyakini imamah Ali dan para imam setelahnya maka dia kafir dan akan masuk neraka.
3. Pandangan Terhadap Sahabat Nabi ﷺ
Salah satu perbedaan paling mencolok adalah sikap terhadap sahabat Rasulullah ﷺ. Ahlus Sunnah mencintai dan memuliakan seluruh sahabat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ المُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS. At-Taubah: 100)
Sedangkan dalam Syiah, para sahabat Rasulullah ﷺ seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman dianggap pengkhianat dan perebut kekuasaan. Ini bukan sekadar opini, tapi sudah menjadi bagian dari akidah mereka. Mereka hanya mengakui sedikit sahabat, dan memaki mayoritas lainnya dalam doa dan ritual mereka.
4. Distorsi Sejarah dan Ritual Asing
Syiah sering merekayasa sejarah dengan cara mendramatisasi peristiwa seperti Karbala. Mereka menjadikan Hari Asyura bukan sebagai hari puasa dan syukur (sebagaimana dalam Sunnah), tapi sebagai hari ratapan, penyesalan, dan bahkan penyiksaan diri.
Dalam riwayat Sunni, Rasulullah ﷺ bersabda:
هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ، وَأَغْرَقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا، فَنَحْنُ نَصُومُهُ
"Hari ini adalah hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, maka Musa berpuasa sebagai bentuk syukur, maka kami pun berpuasa." (HR. Bukhari)
Sebaliknya, Syiah justru menjadikan tanggal 10 Muharram sebagai ajang penuh kebid’ahan dan kesesatan, seperti menyiksa diri, meratap, dan menyalahkan para sahabat.
5. Penolakan Terhadap Hadis Shahih
Syiah menolak seluruh hadis dalam Shahih Bukhari dan Muslim dengan alasan “tidak melalui jalur Ahlul Bait”. Padahal mayoritas ulama hadis dari kalangan Ahlul Bait seperti Imam Ja’far Ash-Shadiq justru diriwayatkan oleh para perawi Sunni dan menjadi bagian penting dalam rantai sanad hadis sahih.
Mereka lebih mengutamakan hadis-hadis dalam kitab buatan ulama Syiah, walaupun banyak di antaranya bertentangan dengan akal sehat dan syariat. Contohnya hadis tentang imam bisa menghidupkan orang mati, mengetahui masa depan, dan lebih mulia dari para nabi.
6. Kesimpulan: Dua Jalan yang Tak Mungkin Bertemu
Syiah dan Ahlus Sunnah bukan hanya berbeda dalam cabang, tapi berbeda dalam fondasi. Ahlus Sunnah berdiri di atas Al-Qur’an dan sunnah shahih yang diwariskan para sahabat dan tabi’in. Sedangkan Syiah mendasarkan keyakinan pada riwayat para imam dan pendapat ulama mereka, yang banyak menyimpang dari Islam.
Inilah sebabnya mengapa para ulama Ahlus Sunnah menegaskan: Syiah bukan bagian dari Islam, tapi sekte sempalan yang membawa pemahaman baru dan berbahaya. Umat Islam harus menyadari perbedaan ini dan menjaga akidah dari infiltrasi pemikiran Syiah.
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: