Syiahindonesia.com - Setiap tahun, umat Syiah di seluruh dunia merayakan Hari Asyura, yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriyah. Hari ini bukan hanya menjadi momen untuk mengenang peristiwa wafatnya Husain bin Ali, cucu Rasulullah ﷺ, di medan perang Karbala pada tahun 680 M. Namun, perayaan Asyura di kalangan Syiah juga dikenal dengan berbagai ritual penyiksaan diri, yang sering kali menimbulkan pertanyaan: Mengapa Syiah melakukan hal ini, dan apa makna di baliknya?
1. Peringatan terhadap Tragedi Karbala
Perayaan Asyura bagi umat Syiah bukan hanya sekadar mengenang hari wafatnya Husain, tetapi lebih kepada menghidupkan kembali perjuangan dan pengorbanan Husain dan pengikutnya dalam pertempuran di Karbala melawan pasukan Yazid bin Muawiyah. Husain dianggap oleh Syiah sebagai pemimpin yang melawan kezaliman, yang rela mengorbankan nyawanya demi membela prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
Namun, bagi umat Islam secara keseluruhan, termasuk Sunni, perayaan ini seharusnya menjadi pengingat akan kesedihan dan pengorbanan tanpa melibatkan ritual yang mengarah pada penyiksaan diri.
2. Ritual Penyiksaan Diri: Dari Mana Asalnya?
Salah satu hal yang membedakan perayaan Asyura di kalangan Syiah adalah ritual penyiksaan diri, seperti memukul dada, memukul punggung dengan rantai, bahkan menyayat tubuh dengan pedang atau pisau. Mereka meyakini bahwa dengan melakukan ini, mereka berusaha merasakan sebagian kecil dari penderitaan yang dialami oleh Husain dan pengikutnya di Karbala.
Namun, tidak ada dasar ajaran Islam yang mengajarkan umatnya untuk menyiksa diri. Nabi ﷺ sendiri melarang umatnya melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri, apalagi untuk memperingati peristiwa bersejarah.
Ritual penyiksaan diri ini berakar dari kebiasaan yang berkembang di kalangan sebagian besar komunitas Syiah, terutama dalam tradisi Iran dan beberapa negara lainnya, dan lebih dilihat sebagai produk budaya daripada ajaran agama yang sebenarnya.
3. Taqiyah dan Manipulasi Emosi
Di balik ritual-ritual ini, ada unsur taqiyah, yaitu berpura-pura atau menyembunyikan keyakinan yang sebenarnya. Syiah sering kali menggunakan perayaan Asyura sebagai alat untuk memanipulasi emosi umat Muslim, mengingatkan mereka tentang tragedi Karbala secara dramatis dengan tujuan membangkitkan sentimen religius dan solidaritas. Dengan cara ini, mereka berharap untuk menggalang dukungan politik dan memperkokoh posisi mereka di negara-negara mayoritas Sunni.
Ritual-ritual ini juga berfungsi untuk membedakan diri mereka dari umat Islam lainnya, terutama Sunni, yang tidak merayakan Asyura dengan cara yang sama.
4. Mengapa Perayaan Ini Tidak Diterima dalam Islam
Dalam pandangan Ahlus Sunnah, perayaan Asyura adalah hari yang penuh kesedihan, namun tidak diperbolehkan untuk memperingatinya dengan penyiksaan diri. Rasulullah ﷺ telah mengajarkan umatnya untuk menahan diri dalam kesedihan dan tidak menyakiti tubuh. Hadis-hadis yang melarang memukul wajah, merobek pakaian, atau melakukan tindakan berlebihan dalam meratap sangat jelas dalam Sunnah.
Sebagai contoh, Nabi ﷺ bersabda:
"Bukan termasuk golongan kami orang yang memukul pipi, merobek pakaian, dan menyeru dengan seruan jahiliyyah."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Melakukan ritual penyiksaan diri bertentangan dengan ajaran ini dan lebih mendekati praktik jahiliyah yang dilarang dalam Islam.
5. Konsep Ajaran yang Menyimpang dalam Syiah
Bagi sebagian kalangan Syiah, perayaan Asyura dan ritual penyiksaan diri dianggap sebagai bentuk penebusan dosa atau tanda kesetiaan mereka kepada Imam Husain. Namun, ajaran seperti ini tidak hanya menyimpang dari praktik Islam yang sahih, tetapi juga dapat mengarah pada penyalahgunaan emosi dan eksploitasi penderitaan demi tujuan-tujuan politik atau sosial tertentu.
Kesimpulan
Perayaan Asyura dengan ritual penyiksaan diri adalah tradisi yang dipraktikkan oleh sebagian kalangan Syiah dan berakar dari keyakinan mereka tentang pengorbanan Husain. Namun, tindakan ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya, yang mengajarkan untuk menjaga tubuh dan menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri.
Asyura seharusnya menjadi momen untuk merenung, bukan untuk menyiksa diri. Sebagai umat Islam, kita seharusnya memeringati hari ini dengan mengambil pelajaran moral dari perjuangan Husain, yakni keberanian untuk berdiri pada kebenaran meski harus mengorbankan segalanya, tanpa harus terjebak dalam ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi ﷺ.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: