Breaking News
Loading...

Menikah dengan Seorang Wanita hanya dalam Beberapa Jam? Inilah Nikah Mut’ah Syiah!

 


Syiahindonesia.com – Nikah mut’ah adalah salah satu praktik kontroversial yang dilakukan oleh sebagian kelompok Syiah. Dalam pernikahan ini, seorang pria dapat menikahi seorang wanita hanya dalam waktu yang sangat singkat, bahkan beberapa jam, dengan persyaratan tertentu. Nikah mut’ah ini sangat berbeda dengan pernikahan yang diatur dalam ajaran Islam, terutama dalam mazhab Sunni, yang mengharuskan adanya komitmen jangka panjang dan ikatan suci antara suami dan istri.

Namun, apakah nikah mut’ah benar-benar diperbolehkan dalam Islam? Dan bagaimana cara pernikahan ini diterima oleh kelompok Syiah? Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu nikah mut’ah, asal-usulnya, serta perspektif Islam terkait hal ini.

1. Apa Itu Nikah Mut’ah?

Nikah mut’ah (mut’ah marriage) dalam bahasa Arab berarti “pernikahan yang sementara” atau “pernikahan kontrak”. Dalam praktiknya, nikah mut’ah memungkinkan seorang pria menikahi wanita untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama, dengan adanya sejumlah syarat yang ditentukan. Pernikahan ini bisa berlangsung hanya selama beberapa jam, beberapa hari, atau beberapa bulan, tergantung pada kesepakatan antara kedua belah pihak. Setelah masa pernikahan yang disepakati berakhir, keduanya berpisah tanpa adanya kewajiban atau ikatan yang mengikat seperti dalam pernikahan biasa.

Nikah mut’ah ini awalnya diperbolehkan oleh Rasulullah ﷺ pada awal Islam, namun pada masa khalifah Umar bin Khattab, nikah mut’ah secara tegas dilarang. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

"إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ"
"Rasulullah ﷺ pernah membolehkan nikah mut’ah dengan wanita."
(HR. Muslim)

Namun, dalam sejarahnya, nikah mut’ah akhirnya dilarang secara permanen oleh Khalifah Umar bin Khattab, yang mengatakan:

"إِنِّي أُحَرِّمُهَا وَأَحْلِفُ عَلَى ذَلِكَ"
"Saya mengharamkan nikah mut’ah dan bersumpah atas hal itu."
(HR. Bukhari)

Pada akhirnya, mazhab Sunni secara tegas menganggap bahwa nikah mut’ah adalah sesuatu yang tidak sah dan dilarang, sedangkan mazhab Syiah tetap mempertahankan praktik ini sebagai bagian dari ajaran mereka.

2. Perspektif Syiah terhadap Nikah Mut’ah

Bagi sebagian besar penganut Syiah, nikah mut’ah dianggap sebagai praktik yang sah dan diterima dalam Islam. Mereka berpendapat bahwa larangan nikah mut’ah yang diberlakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab tidak berdasarkan pada wahyu atau petunjuk dari Rasulullah ﷺ, melainkan hanya merupakan kebijakan politik yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Oleh karena itu, menurut mereka, nikah mut’ah tetap diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat tertentu.

Dalam pandangan Syiah, nikah mut’ah diizinkan dalam kondisi tertentu, misalnya ketika seorang pria dan wanita tidak bisa menikah secara permanen atau ingin memenuhi kebutuhan biologis mereka untuk sementara waktu tanpa harus melanggar batasan-batasan syariat.

Namun, meskipun dianggap sah dalam mazhab Syiah, nikah mut’ah tetap memunculkan banyak kontroversi, baik di kalangan umat Islam itu sendiri maupun di luar komunitas Muslim.

3. Ciri-Ciri Nikah Mut’ah

Beberapa ciri-ciri dari nikah mut’ah adalah sebagai berikut:

  • Durasi waktu pernikahan: Pernikahan ini memiliki jangka waktu yang telah disepakati sebelumnya. Bisa berlangsung beberapa jam, hari, atau bulan. Setelah masa itu berakhir, pernikahan otomatis berakhir tanpa perlu perceraian.

  • Tanpa kewajiban warisan: Tidak ada kewajiban warisan antara suami dan istri dalam nikah mut’ah. Harta yang diperoleh masing-masing tetap menjadi milik pribadi.

  • Tidak ada ikatan jangka panjang: Nikah mut’ah tidak mengikat kedua belah pihak dalam jangka panjang. Setelah pernikahan berakhir, masing-masing pihak bebas untuk melanjutkan hidup mereka tanpa kewajiban kepada pasangan sebelumnya.

4. Nikah Mut’ah dan Pandangan Islam Ahlus Sunnah

Mazhab Sunni memandang nikah mut’ah sebagai praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Islam, menurut mazhab Sunni, mengajarkan bahwa pernikahan seharusnya menjadi ikatan yang sakral dan panjang, yang berdasarkan pada komitmen bersama antara suami dan istri untuk hidup bersama dengan tujuan membentuk keluarga yang kuat dan bahagia.

Dalam ajaran Islam yang benar, pernikahan bukanlah kontrak sesaat yang berakhir setelah beberapa jam atau beberapa hari. Pernikahan adalah ikatan yang mengarah pada keharmonisan, saling mencintai, dan merawat satu sama lain.

Rasulullah ﷺ sendiri mengatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Nasa'i:

"الزَّوَاجُ سُنَّتِي وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي"
"Pernikahan adalah sunnahku, dan siapa yang berpaling dari sunnahku, maka dia bukan bagian dari diriku."
(HR. Al-Nasa'i)

Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya pernikahan dalam Islam dan bahwa pernikahan adalah ikatan suci yang harus dipertahankan dengan komitmen yang kuat, bukan hanya berdasarkan pada kesepakatan sementara.

5. Nikah Mut’ah dan Masalah Moral

Selain masalah hukum, nikah mut’ah juga menimbulkan persoalan moral. Beberapa orang menganggap bahwa praktik ini dapat merendahkan martabat wanita, karena mereka diperlakukan seolah-olah sebagai objek untuk pemenuhan kebutuhan biologis pria dalam jangka waktu yang terbatas. Bahkan, beberapa kritik mengatakan bahwa nikah mut’ah membuka pintu untuk eksploitasinya.

Rasulullah ﷺ menekankan dalam haditsnya bahwa wanita harus dihormati dan diperlakukan dengan baik, serta diberi hak-hak mereka dalam pernikahan:

"خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ"
"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik dalam memperlakukan keluarganya."
(HR. Tirmidzi)

Dengan demikian, Islam mengajarkan bahwa pernikahan seharusnya didasarkan pada rasa saling menghormati, cinta, dan pengertian, bukan pada kontrak sementara yang bisa merugikan pihak-pihak yang terlibat.

6. Kesimpulan: Nikah Mut’ah dalam Islam

Nikah mut’ah adalah praktik yang sangat kontroversial dalam dunia Islam. Meskipun diakui oleh mazhab Syiah, hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Islam yang mengajarkan tentang pentingnya komitmen dalam pernikahan. Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya tidak pernah mengajarkan atau menganjurkan praktik semacam ini.

Pernikahan dalam Islam adalah ikatan suci yang didasarkan pada niat baik, kasih sayang, dan saling mendukung dalam kehidupan. Oleh karena itu, meskipun nikah mut’ah masih diterima dalam mazhab Syiah, banyak ulama Sunni yang menilai bahwa pernikahan ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sejati.

(albert/syiahindonesia.com)



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: