Syiahindonesia.com – Di tengah maraknya keberadaan restoran yang dimiliki oleh berbagai golongan, muncul pertanyaan penting dari kalangan kaum Muslimin: “Apakah halal makan di restoran milik orang Syiah?” Pertanyaan ini bukan sekadar masalah furu’ (cabang), melainkan juga menyangkut aspek akidah dan kehati-hatian dalam menjaga agama. Mari kita kupas persoalan ini dari sisi akidah, fiqih, dan realita.
1. Siapa Itu Syiah dan Apa Akidah Mereka?
Sebelum masuk ke hukum makan di restoran milik Syiah, kita harus tahu dulu bagaimana akidah Syiah. Mereka bukan hanya berbeda dalam beberapa pandangan fiqih, tapi mereka menyimpang secara mendasar dari ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ. Di antara penyimpangan besar mereka:
-
Mengkafirkan para sahabat Nabi ﷺ seperti Abu Bakar, Umar, dan Aisyah.
-
Meyakini imam-imam mereka ma’shum seperti para nabi.
-
Membolehkan nikah mut’ah (kawin kontrak).
-
Menolak sebagian besar hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
-
Menyebarkan doktrin taqiyah (berpura-pura menjadi Sunni).
Syiah bukan sekadar mazhab dalam Islam, tapi merupakan aliran sesat yang membahayakan aqidah umat.
2. Hukum Makan di Tempat Orang Syiah: Persoalan Aqidah dan Thaharah
Masalah utama makan di restoran milik Syiah bukan hanya soal “siapa yang masak”, tapi bagaimana kondisi makanan itu:
✅ Kalau makanannya murni halal dan tidak tercemar najis, hukumnya secara fiqih boleh, selama tidak ada mudarat akidah. Namun hal ini tetap harus ditinjau dengan hati-hati.
❌ Namun jika makanan itu berasal dari sembelihan mereka, maka diharamkan. Mengapa?
Mayoritas ulama tidak menerima sembelihan dari orang yang menyimpang dari Islam. Imam Nawawi rahimahullah menyatakan:
"Tidak sah sembelihan orang kafir selain Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), seperti Majusi dan selainnya."
(Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 9/74)
Sedangkan sebagian besar ulama mengklasifikasikan Rafidhah (Syiah ekstrim) sebagai bukan dari Ahlus Sunnah dan keluar dari Islam, karena menghina sahabat dan keyakinan kufur lainnya.
3. Masalah Dukungan Finansial
Makan di restoran Syiah juga berarti kita secara tidak langsung mendukung ekonomi dan dakwah mereka. Bayangkan jika uang kita digunakan untuk:
-
Mendanai majelis-majelis mereka yang mencela sahabat Nabi ﷺ.
-
Membiayai dakwah penyebaran ajaran Syiah di tengah masyarakat Sunni.
-
Memperkuat eksistensi mereka di lingkungan kita.
Allah ﷻ berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
(QS. Al-Ma'idah: 2)
Maka sangat tidak layak bagi seorang Muslim yang cinta kepada Nabi dan para sahabatnya, untuk menghidupi usaha musuh-musuh sahabat Nabi, walau hanya dengan sepiring makanan.
4. Hukum Makan di Restoran Syiah Jika Tidak Tahu
Jika seseorang tidak tahu bahwa restoran tersebut milik Syiah, dan makanannya bukan hasil sembelihan Syiah, maka tidak berdosa. Namun jika sudah tahu, maka wajib meninggalkannya, sebagai bentuk:
-
Wala’ (loyalitas) kepada Ahlus Sunnah
-
Bara’ (berlepas diri) dari aliran sesat
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ أَحَبَّ قَوْمًا حُشِرَ مَعَهُمْ
“Barang siapa mencintai suatu kaum, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka (di akhirat).”
(HR. Abu Dawud, Hasan)
Kesimpulan
Hukum makan di restoran milik orang Syiah harus ditinjau dari sisi fiqih, aqidah, dan sosial. Secara umum:
✅ Boleh jika makanannya murni halal dan tidak dari sembelihan Syiah, serta tidak menimbulkan dukungan terhadap aliran sesat mereka.
❌ Haram jika sembelihan mereka tidak sah, atau jika kita tahu usaha itu digunakan untuk menyebarkan paham sesat.
Namun, sebagai bentuk hati-hati dalam agama, dan menghindari mendukung aliran sesat, maka meninggalkannya adalah sikap yang paling selamat dan lebih berpahala.
Wallahu a’lam.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: