Breaking News
Loading...

Mengapa Syiah Menganggap Imam Mereka Ma’shum Seperti Nabi?


Syiahindonesia.com
– Salah satu doktrin utama dalam ajaran Syiah adalah keyakinan bahwa para Imam mereka adalah Ma’shum, yang berarti "terjaga dari kesalahan dan dosa". Hal ini menjadikan mereka percaya bahwa Imam-imam Syiah memiliki kedudukan yang setara dengan atau bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad dalam hal kesempurnaan dan otoritas. Pemahaman ini berbeda dengan pandangan Ahlus Sunnah yang memandang Nabi Muhammad sebagai satu-satunya manusia yang terjaga dari dosa dan kesalahan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengapa Syiah menganggap Imam mereka Ma’shum dan apa dampaknya terhadap pemahaman Islam secara umum.


1. Konsep Ma’shum dalam Syiah: Keistimewaan Imam

Konsep Ma’shum dalam Syiah mengacu pada keyakinan bahwa Imam-imam yang mereka ikuti tidak hanya memiliki pengetahuan yang mendalam, tetapi juga terjaga dari dosa dan kesalahan. Keyakinan ini didasarkan pada beberapa hadits yang mereka anggap sahih, yang menunjukkan bahwa para Imam tidak bisa melakukan dosa, bahkan dalam hal-hal kecil. Dalam ajaran Syiah, jumlah Imam yang Ma’shum adalah dua belas, dimulai dari Imam Ali bin Abi Talib dan berlanjut hingga Imam Mahdi, yang diyakini akan kembali sebagai pemimpin yang menyelamatkan umat Islam.

Berdasarkan pandangan ini, Imam-imam Syiah dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada hanya sekedar pemimpin umat, karena mereka diyakini memiliki hak ilahi dan wewenang untuk memimpin umat Islam. Imam ini, menurut pandangan Syiah, tidak hanya memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan yang luar biasa, tetapi juga tidak dapat membuat kesalahan dalam urusan agama dan politik.


2. Perbedaan dengan Pandangan Sunni Mengenai Ma’shum

Dalam pandangan Ahlus Sunnah, konsep Ma’shum hanya berlaku untuk Nabi Muhammad SAW, yang diangkat oleh Allah sebagai rasul untuk menyampaikan wahyu-Nya. Nabi Muhammad SAW dipandang sebagai pribadi yang dilindungi dari segala dosa dan kesalahan, baik dalam urusan agama maupun kehidupan sehari-hari. Dalam pandangan Sunni, tidak ada manusia selain Nabi yang dapat dikatakan Ma’shum. Oleh karena itu, pernyataan bahwa Imam Syiah adalah Ma’shum dianggap bertentangan dengan ajaran mainstream Islam, karena dalam ajaran Sunni, hanya nabi yang memiliki kedudukan tersebut.

Hal ini menjadi salah satu titik perbedaan besar antara Sunni dan Syiah, di mana Syiah melihat para Imam mereka sebagai pemimpin agama yang tidak bisa salah, sedangkan Sunni memandang mereka sebagai manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan.

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"Sesungguhnya Allah hanya bermaksud untuk menghilangkan kekejian dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian dengan pembersihan yang sempurna."
(QS. Al-Ahzab: 33)


3. Dasar-Dasar Keyakinan Syiah tentang Imam Ma’shum

Dasar-dasar keyakinan Syiah tentang Imam Ma’shum terutama bersumber dari interpretasi mereka terhadap Al-Qur’an dan hadits-hadits yang mereka anggap sahih. Mereka percaya bahwa Allah telah menetapkan para Imam sebagai penerus Nabi Muhammad dalam memimpin umat Islam. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an dianggap oleh Syiah sebagai bukti bahwa Imam-imam tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada pemimpin biasa.

Salah satu ayat yang sering dikutip oleh Syiah untuk mendukung konsep Imam Ma’shum adalah ayat tentang Ahlul Bayt yang terdapat dalam Surat Al-Ahzab (33:33). Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa Dia membersihkan Ahlul Bayt dari kekejian dan menjadikan mereka suci. Menurut Syiah, Ahlul Bayt yang dimaksud dalam ayat ini mencakup Imam-imam mereka, yang dianggap terjaga dari segala dosa dan kesalahan.


4. Hadits-Hadits yang Digunakan Syiah sebagai Landasan

Selain ayat-ayat Al-Qur’an, Syiah juga mengandalkan sejumlah hadits yang mereka anggap sahih untuk membuktikan bahwa Imam-imam mereka adalah Ma’shum. Salah satu hadits yang terkenal adalah hadits yang disebutkan dalam buku "Al-Kafi" yang diriwayatkan oleh Al-Kulayni. Hadits ini menyatakan bahwa para Imam Syiah adalah pelindung umat Islam dari kesalahan dan bimbingan yang benar dalam urusan agama.

Dalam hadits lain, Imam Ali, sebagai Imam pertama, disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits Ghadir Khumm sebagai pemimpin umat setelah beliau. Hal ini menjadi dasar keyakinan Syiah bahwa Imam-imam memiliki otoritas yang tidak bisa dibantah dalam masalah agama dan politik.


5. Implikasi Keyakinan Ma’shum terhadap Ajaran Islam

Keyakinan bahwa Imam-imam Syiah adalah Ma’shum memiliki implikasi yang besar terhadap pandangan mereka tentang Islam. Pertama, ini berarti bahwa umat Syiah meyakini bahwa otoritas dalam Islam tidak hanya berada pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, tetapi juga pada para Imam yang mereka anggap Ma’shum. Oleh karena itu, ajaran-ajaran Imam dianggap setara dengan wahyu yang diterima Nabi Muhammad.

Kedua, keyakinan ini mendorong umat Syiah untuk mengikuti ajaran-ajaran Imam mereka secara ketat, bahkan dalam masalah-masalah yang tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an atau hadits. Sebagai contoh, dalam beberapa aspek hukum dan tata cara ibadah, umat Syiah merujuk kepada keputusan dan fatwa para Imam, yang mereka anggap sebagai panduan yang tidak bisa salah.


6. Kritik terhadap Konsep Imam Ma’shum

Banyak ulama Ahlus Sunnah yang mengkritik konsep Imam Ma’shum yang diyakini oleh Syiah. Mereka berpendapat bahwa konsep tersebut tidak sesuai dengan prinsip dasar Islam yang menekankan kesetaraan umat manusia di hadapan Allah, kecuali dalam hal takwa dan amal salih. Konsep bahwa hanya Nabi Muhammad SAW yang Ma’shum dianggap lebih tepat karena beliau adalah rasul yang diutus untuk umat manusia, sementara Imam-imam lainnya adalah manusia biasa yang bisa membuat kesalahan.

Sebagian besar ulama Sunni menilai bahwa memberikan status Ma’shum kepada Imam-imam selain Nabi Muhammad justru bisa mengarah pada penyimpangan dalam memahami ajaran Islam yang murni. Konsep ini, menurut mereka, dapat mengarah pada pengagungan berlebihan terhadap Imam, yang bisa merusak tauhid dan kesederhanaan dalam beribadah kepada Allah.


Kesimpulan

Keyakinan Syiah bahwa Imam mereka adalah Ma’shum adalah salah satu aspek penting dalam ajaran mereka, yang membedakan mereka secara signifikan dari Sunni. Konsep ini memberikan otoritas spiritual dan politik yang besar kepada para Imam, yang diyakini tidak bisa melakukan dosa atau kesalahan. Meskipun demikian, pandangan ini tidak diterima oleh mayoritas umat Islam, khususnya Sunni, yang hanya mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai satu-satunya manusia yang Ma’shum. Pemahaman ini berperan penting dalam perbedaan pemikiran yang ada antara kedua aliran tersebut, serta menjadi salah satu titik perdebatan teologis dalam dunia Islam.

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَاةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ
"Sesungguhnya wali kalian adalah Allah dan rasul-Nya, serta orang-orang yang beriman yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, sementara mereka dalam keadaan ruku'."
(QS. Al-Ma'idah: 55)


(albert/syiahindonesia.com)


************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: