Di Jawa Timur, setidaknya terdapat tiga kantong penyebaran Syiah dengan kekhususan cirinya masing-masing. Tiga tempat itu adalah YAPI (Yayasan Pesantren Islam) yang bertempat di Bangil, Al-Hujjah yang bertempat di Jember, dan Al-Kautsar yang bertempat di Malang.
YAPI di Bangil, Pasuruan
YAPI didirikan oleh Ustadz Husein bin Abu Bakar al-Habsyi[8] pada tanggal 21 Juni 1976 di Bangil Kabupaten Pasuruan. YAPI yang didirikan di Bangil ini pada mulanya merupakan bagian dari gerakan Syiah yang sudah ada di Bondowoso tahun 1971. YAPI Bangil didirikan oleh Ustadz Husein bin Abu Bakar al-Habsyi seorang, sedangkan YAPI di Bondowoso didirikan oleh tokoh seperti Habib Alwi al-Haddar, Hedra al-Haddar dan Habib Muhammad Saleh al-Muhdar serta beberapa nama lain. Dalam perkembangannya, YAPI Bangil berdiri sendiri dan “terpisah” dengan YAPI yang ada di Bondowoso.
Sebagai lembaga pendidikan, YAPI Bangil aktif mengadakan pengajian, penerbitan majalah dan kegiatan sosial keagamaan seperti peringatan hari besar Islam yang berkaitan dengan kelahiran (wiladah) sampai kematian (syahadah) para Imam Syiah. Hal ini dapat dilihat melalui penerbitan kalender akademik bagi kalangan YAPI sendiri yang memiliki kemiripan dengan kalender yang diterbitkan oleh Kedutaan Besar Iran di Jakarta (ICC).[9] Dalam kalender tersebut tercantum hari peringatan Asyura[10] dan minim (tidak ada) peringatan hari besar lain seperti Isra’ Mi’raj dan Nuzulul Quran.Selain itu, YAPI juga menerbitkan beberapa buku dan VCD yang berisi ceramah atau keterangan tentang ahlu al-bait atau tentang Syiah. sebagai pegangan bagi kader atau santri mereka untuk menghadapi buku Sunni lain yang banyak beredar di tengah masyarakat. Buku-buku berfaham Syiah ini disandarkan pada rujukan utama berjudul al-Kafi. Hal ini juga terbawa pada aspek kurikulum dimana struktur kurikulum yang diajarkan tidak hanya merujuk pada kitab Syiah tapi juga menggunakan kitab-kitab yang biasa digunakan oleh kelompok Sunni. Namun penggunaan kitab-kitab Sunni ini tidak sebagai bahan utama, namun lebih sebagai perbandingan, atau lebih tepat dijadikan bahan kajian untuk mencari kelemahan pendapat ulama Sunni.
Doktrin utama kitab al-Kafi yang menjadi pegangan di YAPI, khususnya di bab Hujjah, memuat dua kategori penting yang kerap kali menimbulkan kemarahan di kalangan Sunni, yaitu tentang tahrif (perubahan mushaf al-Quran yang sudah umum digunakan mayoritas ulama) dan takfir (pengkafiran para pemuka sahabat Nabi SAW selain Ali bin Abi Thalib.
Selain itu, ungkapan shalawat dan salam Syiah kepada Muhammad SAW berbeda dengan umumnya kelompok Sunni menyampaikan shalawat dan salam. Jika kelompok Sunni menggunakan ungkapan SAW (shallallahu ‘alaihi wasallam), maka bagi kelompok Syiah ungkapan ini berbeda menjadi SAAW (shallahu ‘alaihi wa ‘alaihi wasallam) atau SWW (shallahu ‘alaihi wa ‘alihi wasallam). Untuk pada Imam dan juga Fatimah binti Muhammad SAW, kalangan Syiah tidak menggunakan ungkapan radliyallahu anhu (ra), namun menggunakan alaihissalam (as).
Jenjang pendidikan di YAPI menampilkan wajah pengkaderan Syiah mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai tingkat khusus (takhassus). Bagi santri yang sudah menempuh tingkat takhassus, mereka akan mendapatkan materi seperti akidah, fiqih, sejarah, mantiq (logika), dan filsafat Islam.Kurikulum yang diberikan kepada santri ini disebarkan melalui brosur penerimaan santri baru yang diedarkan oleh YAPI. Maka kerap kali brosur tersebut jatuh ke tangan masyarakat di Bangil dan membaca informasi tentang kurikulum yang diajarkan di YAPI. Dari momentum inilah muncul beberapa tuduhan yang mengarah ke YAPI bahwa lembaga pendidikan tersebut berfahamkan Syiah.
Citra bahwa YAPI melakukan “syi’ahisasi”di Pasuruan, memicu respon walisantri yang berfaham ahlu al-sunnah dengan memindahkan anak-anak mereka yang telah terlanjur masuk pesantren tersebut di beberapa pesantren sekitarnya yang juga dikelola oleh kalangan haba’ib (keturunan Rasulullah SAW) seperti pesantren Dar al-Lughah wa al-Dakwah (DALWA), Dar al-Nashihin Lawang, Dar al-Hadits li Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah Malang, Ponpes Sunniyah Salafiyah Kraton, dan sebagainya.
Maka pendeknya, YAPI di Bangil disamping memiliki lembaga pendidikan dari TK sampai SMU, juga memiliki forum pengajian bagi kalangan terbatas dan kalangan umum serta memiliki media cetak yang bernama Islamuna. YAPI melakukan ideologisasi Syiah dengan pendidikan yang diterapkannya, serta mewartakan ajaran Syiah melalui majalah yang diterbitkannya.
Dengan model gerakan seperti ini, YAPI membentuk kader yang ideologis, militan dan mampu mengorganisir diri serta komunitasnya. Kader-kader Syiah yang dihasilkan oleh YAPI diarahkan untuk memperdalam kualitas keilmuan dan ideologi Syiah mereka dengan melanjutkan studi terutama di Qum University Iran, Suriah, atau Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Indonesia. Dengan begitu, kader-kader ini akan memiliki kekuatan ideologi Syiah dalam dirinya sekaligus memiliki kekuatan jaringan untuk kemudian digunakan kembali dalam rangka melakukan ideologisasi Syiah. Namun, kemampuan YAPI untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya beberapa tahun terakhir mulai berkurang semenjak ditinggal wafat oleh Ustadz Husein Abu Bakar al-Habsyi dan diteruskan oleh putranya, Ali Ridha bin Husein al-Habsyi.
Berkurangnya kekuatan adaptasi YAPI dengan lingkungan sekitarnya ini menyebabkan kerap kali terjadi perselisihan antara YAPI dengan beberapa ulama di Pasuruan, sehingga terkesan seperti pertikaian antara Sunni versus Syiah. Perselisihan ini terjadi bukan hanya di forum-forum pengajian, pendidikan, dan majlis taklim lain, namun juga terjadi melalui penyebaran selebaran-selebaran tanpa identitas yang saling menyerang dan membela dua kelompok ini. Pertikaian Sunni-Syiah di Bangil sebenarnya lebih terlokalisir dan direpresentasikan dengan istilah “perang Arab” karena yang getol mewakili Sunni juga ada orang keturunan Arab sedangkan dari pihak Syiah juga dimotori oleh orang keturunan Arab. Maka konflik Sunni-Syiah di Bangil sebenarnya dapat dikatakan sebagai “konflik Arab”. Dari kejadian ini, dalam satu keluarga Arab terkadang ada anggota yang condong ke Sunni dan ada yang condong ke Syiah. Salah satu polemik dari dua kubu ini yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat yaitu persoalan boleh-tidaknya nikah mut’ah. Ustadz Husein Abu Bakar al-Habsyi yang menjadi pengasuh YAPI, membolehkan mut’ah dan ini merupakan salah satu ciri utama dari Syiah, sedangkan ulama Sunni Pasuruan tidak membolehkan mut’ah.
Sumber : nursyam.uinsby ac id
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: