Syiahindonesia.com - Iran menanggap serius serangan Raja Salman bin Abdulaziz dari Arab Saudi terhadap negaranya. Bahkan negeri itu meminta kerajaan untuk berhenti memuat tuduhan tak berdasar dan menyebarkan kebencian.
Hal ini ditegaskan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh. Ia mengatakan adalah hal tak lazim penguasa membuat pernyataan seperti itu.
"Tapi saya yakin pesan Iran sudah jelas ... rezim Saudi harus tahu bahwa perdamaian tidak dapat dicapai dengan membunuh rakyat Yaman," ujarnya merujuk pada konflik Saudi dan milisi Houthi dikutip dari Aljazeera, Selasa (17/11/2020).
"Uang tidak dapat digunakan untuk melobi ... Selama penguasa Saudi tidak berbalik dari jalan yang salah ini, tidak akan ada prospek untuk memperbaiki situasi Saudi yang terisolasi bahkan di kawasan Teluk Persia."
Ia pun meminta persatuan negara-negara Muslim di kawasan itu. Menurutnya seharusnya negara Muslim saling membantu dan memajukan sesama bukan saling mengkhianati.
"Berdasarkan keyakinan kami, tangan persahabatan Republik Syiah (Iran) masih terbuka untuk semua negara-negara Islam," katanya lagi.
Sebelumnya, Ini merupakan pernyataan keras kedua sang raja ke Iran di 2020, setelah pidato di depan Majelis Umum PBB September lalu.
"Saudi menegaskan bahaya proyek regional oleh rezim Iran," katanya dalam pernyataan di Dewan Syura dikutip dari Reuters.
"Kami menolak campur tangan Iran ... dan dukungannya untuk terorisme, ekstremisme dan sektarianisme."
Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengambil posisi kuat ke Iran dan memastikan tidak memiliki senjata pemusnah massal."
Dalam persebaran geopolitik di Timur Tengah, Arab Saudi dan Iran selalu menjadi seteru abadi. Dua negara besar itu selalu berusaha memperbesar pengaruhnya dan memperebutkan posisi sebagai motor politik internasional timur tengah.
Dilansir dari BBC, sebab dari rivalitas yang tajam ini adalah haluan agama kedua negara. Arab Saudi menjadi motor dari Islam , sementara Iran lebih cenderung kearah Syiah.
Secara historis, Arab Saudi melihat dirinya sebagai pemimpin dunia islam. Namun setelah Revolusi terjadi di Iran tahun 1979, Iran bertransformasi menjadi negara baru dengan haluan "Teokrasi Revolusioner" yang dipimpin oleh seorang pemuka agama tertinggi yang disebut dengan "Ayatollah Agung".
Dengan revolusi ini, Iran bertekad untuk memperluas model kenegaraan ini ke seluruh dunia Arab. Ini yang membuat dinamika hubungan antara Arab Saudi dan Iran makin memanas dalam 20 tahun terakhir.
Pada invasi yang dimotori AS ke Irak pada 2003, Saddam Hussein yang telah menjadi musuh utama Iran, digulingkan. Melihat hal itu Iran membuka jalan kepada kelompok Syiah di Baghdad untuk memimpin negara kaya minyak itu.
Setelah itu pengaruh Iran telah meningkat di Irak. Pada Arab Spring yang dimulai pada tahun 2011, hubungan kedua negara makin memburuk setelah mereka mulai mencampuri urusan negara-negara yang sedang bergejolak seperti Suriah, Yaman, dan Bahrain. cnbcindonesia.com
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: