Breaking News
Loading...

Tetap Keukeuh Terhadap Ajaran Syiah, Pengungsi Sampang Kesulitan Mencari Nafkah
Syiahindonesia.com - Tak hanya rumah, tinggal di pengungsian membuatnya kesulitan mencari nafkah. Uang jaminan hidup per bulan sebesar Rp709 ribu tak cukup menghidupi dia dan lima anaknya. Ia pun berjualan es lilin dan es campur, empat kali sepekan di Pasar Puspa Agro. Sekali berdagang ia bisa mengantongi sekitar Rp 110 ribu, untuk 10 es lilin dan 20 bungkus es campur. Jumlah yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan lima anaknya.

“Jelas nggak cukup, anaknya banyak dan sekolah semua. Yang kedua mau kuliah ga bisa, ga ada biaya” kata Ummi.

Sulungnya, perempuan berusia 20 tahun, kini belajar dan mondok di Sunter, Jakarta. Putra keduanya mondok di Pasuruan, bersama anak ketiga dan keempat yang duduk di bangku SMP dan SD. Sementara bungsunya kini ikut menjadi murid PAUD darurat di rusun Puspa Agro.

Suaminya Tajul Muluk, tak lagi bisa mengupas kelapa setelah mengalami kecelakaan dan menghabiskan biaya Rp90 juta untuk berobat.

Untung saja, pohon jati dan sengon di Sampang masih tumbuh dan bisa dijual untuk hidupnya di rusun. Berbekal komunikasi lewat telepon, Ummi bisa meminta saudaranya menjual kayu dan mengirim uang penjualannya, setelah dipotong ongkos untuk saudaranya.

"Semakin besar semakin mahal. Ada yang (laku) Rp5,7 juta. Tapi nggak penuh dan harus dipotong ongkos untuk saudara”, katanya.

Dua petak sawahnya di Sampang juga menjadi sumber penghidupan keluarganya. Namun, hidup dan matinya sawahnya kini tergantung belas kasih tetangganya. Jika tetangganya sedang ingin menanam padi, Ummi akan mendapatkan bagi hasil 50 kilogram beras. Namun jika ditanami kacang tanah, Ummi akan mendapat kiriman uang.

Beberapa penghuni rusun pulang saat musim hujan untuk bercocok tanam, dan tinggal selama sepekan. Pengungsi pulang berkendara motor atau pun naik ojek. Sejak tiga tahun terakhir, pengungsi lebih leluasa pulang ke kampung halaman untuk bercocok tanam.

"Ada kelonggaran dari Bupati (di Sampang) mereka dibiarkan kembali ke kampung selama tidak ada penganggu kampung (preman),"katanya.

Namun, nasibnya tak seberuntung pengungsi lain. "Mereka boleh, tapi khusus untuk Ustaz Tajul tak boleh pulang ke Sampang (oleh tokoh masyarakat di Sampang)," lanjutnya.

Tangannya memungut ketan yang tak lagi hangat. Ia kunyah dan telan perlahan dengan wajah datar. ngopibareng.id

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: