Breaking News
Loading...

Kerap Serang Suriah, Benarkah Israel Memusuhi Rezim Assad?
Syiahindonesia.com - Posisi Israel dalam perang di Suriah yang saat ini masuk tahun kedelapan telah lama menjadi spekulasi di kalangan analis politik dan penduduk di wilayah itu.

Beberapa memandang bahwa Israel lebih memilih Presiden Suriah Bashar Assad untuk tetap berkuasa. Di bawah pemerintahannya, wilayah Suriah Golan yang diduduki Israel tetap tenang, sementara bangkitnya oposisi Suriah dapat menjadi ancaman tak terduga bagi Israel.

Pendapat lain menyebut bahwa hubungan erat Assad dengan Iran yang ikut campur tangan dalam perang dan menyebarkan pengaruhnya dekat dengan perbatasan dengan Israel dapat menimbulkan ancaman yang lebih besar.

Tetapi karena pasukan Assad yang didukung Rusia mendekati oposisi di Suriah selatan, para analis mengatakan Israel kemungkinan akan nyaman dengan Assad yang masih berkuasa, meskipun ada seruan dari para politisi Israel untuk menggulingkan presiden.

“Dengan kesadaran bahwa rezim Assad akan tetap berkuasa, ada kecenderungan di Israel -dan ini mungkin hasil konsultasi Israel-AS-Rusia baru-baru ini- untuk memastikan penerimaan Israel terhadap rezim Assad,” kata Elie Podeh, seorang profesor Timur Tengah di Universitas Ibrani di Yerusalem kepada Al Jazeera.

“Intinya adalah bahwa Israel ingin memastikan stabilitas dan ketenangan perbatasan Israel-Suriah. Jika rezim Assad akan melakukan bagiannya -seperti di masa lalu- maka Israel akan puas,” tambah Podeh.

Sejak intervensi Rusia dalam perang Suriah pada tahun 2015, Israel -yang mempertahankan hubungan baik dengan Moskow- telah diizinkan untuk secara bebas melakukan serangan udara terhadap posisi kelompok Hizbollah Iran, Suriah dan Lebanon di dalam Suriah.

Menunjuk ke peran Moskow sebagai mediator antara banyak pihak yang terlibat dalam perang dan kontrol atas wilayah udara Suriah, seorang pengamat politik mengatakan intervensi Rusia mengubah posisi Israel terhadap Assad.

“Intervensi Rusia pada 2015 memberi pemerintah Israel seseorang untuk diajak bicara dan mengadakan kesepakatan,” kata Aron Lund, peneliti dari The Century Foundation, sebuah think-tank berbasis di New York.

“Rusia dan Israel telah mengembangkan pemahaman mereka sendiri untuk menghindari bentrokan di udara dan untuk menjaga kebebasan bertindak Israel di Suriah tanpa merongrong rencana perang Rusia,” lanjutnya.

Ofer Zalzberg, analis Israel/ Palestina di International Crisis Group, mengatakan bahwa hingga akhir 2016, sebagian besar pemimpin dan pejabat Israel mengharapkan dan berharap Suriah akan terpecah.

“Tapi dengan Assad mendapatkan kembali kontrol, karena intervensi Rusia, Israel menetapkan mekanisme dekonflik dan koordinasi dengan Moskow dan belajar untuk menyeimbangkan antara kepentingan AS dan Rusia,” katanya kepada Al Jazeera.

“Israel menekan Amerika Serikat untuk mempertahankan pasukannya di dalam Suriah. Selain mengamankan persetujuan Moskow kepada Israel untuk menggunakan kekuatan militer terhadap apa yang dianggap sebagai ‘target’ di dalam Suriah,” tambahnya.

Zvi Bar’el, analis urusan Timur Tengah untuk Haaretz, menulis bahwa “Israel ingin Assad tetap berkuasa.”

“Karena ketergantungan Assad pada Rusia, kebijakan luar negeri Suriah -termasuk posisinya terhadap Israel- akan diawasi oleh Kremlin. Dengan demikian, setidaknya koordinasi dengan Israel terjamin dan ancaman dari Suriah berkurang,” kata Bar’el.

“Sebagai gantinya, Israel telah berkomitmen untuk tidak merusak pemerintahan Assad,” tambahnya. Kiblat.net

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: