Breaking News
Loading...

Asaduddin Syirkuh; Pahlawan Pemusnah Daulah Syiah Fathimiyah
Syiahindonesia.com - SINGA GUNUNG Begitulah arti dari Syirkuh (W. 1169 M) dalam bahasa Persi-Urdu (Tabrîzî, 2003: 52). Julukannya, di kemudian hari, dalam bahasa Arab, tak jauh dari itu: “Asaduddin” yang berarti: Singa Agama. Panglima militer kawakan di era Bani Zanki ini terlahir di Duwin, Armenia (Usamah, 1998: 25) sekitar 500 hijriah. Bersama saudaranya; Nadmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin), menghabiskan masa kecilnya di Tikrit. Kala itu, Syadzi, sang ayah, menjadi penanggung jawab benteng Tikrit.

Dengan demikian, baik Asaduddudin dan Najmuddin, sejak kecil merasakansecara langsung nuansa militer (Muhammad Syafi’i, 1962: 31). Hanya saja, meski sama-sama memiliki keberanian mumpuni, antara keduanya ada perbedaan mendasar: kalau Najmuddin lebih defensif (menonjol dalam bidang intilektual, kebijaksanaan dan lebih hati-hati). Sedangkan Syirkuh lebih ofensif dan tidak tahan dengan kezaliman orang. Dengan keberanian dan kepiawaiannya dalam militer, maka siapa pun orang yang lalim akan dilawan, walau nyawa harus melayang.

Melihat pertumbuhannya di lingkungan yang akrab dengan dunia militer, pantas jika di kemudian hari, dia diangkat menjadi panglima perang sekaligus mendapat gelar “Asaduddin” dari keluarga Zanki (Imaduddin dan Nuruddin Mahmud). Bersama saudara kandungnya (Najmuddin), ia mengabdi kepada Dinasti Zankiyah (Shalahuddin, 2000:31).

Sepanjang kiprahnya dalam dunia militer, salah satu karya prestisius Syirkuh yang patut dibanggakan adalah keberhasilannya dalam melenyapkan dan memusnahkan Daulah Syiah Fathimiyah Mesir. Bersama keponakannya (Shalahuddin Al-Ayyubi), dirinya berjuang gigih melenyapkan virus Syiah dari Bumi Kinanah.

Sebelumnya, atas instruksi Nuruddin Mahmud Zanki, Syirkuh mengemban misi besar berupa: mengalahkan Pasukan Salib. Obsesi ini tidak akan berhasil, sebelum Syam dan Mesir disatukan kekuatannya. Sementara itu, yang menjadi aral bagi ekspedisi ini adalah Dinasti Fatimiyah, Mesir. Suatu saat Syirkuh meminta Izin Nuruddin untuk menaklukkan Mesir, namun tak dibolehkan karena belum ada momentum.

Saat momentum tiba, ditandai dengan pergolakan internal perebutan kekuasaan antara Syawar dan Dhorgom atas kekuasaan Khalifah Al-‘Adhid, maka Nuruddin memberi “lampu hijau” untuk misi luhur ini.

Alkisah, pasca kekalahannya dari Dhorgom, Syawur meminta bantuan kepada Nuruddin agar menolongnya menghabisi rivalnya, Dhorgom. Tak tanggung-tanggung, jika berhasil, Syawur berjanji akan memberikan sepertiga penghasilan Mesir kepada Nuruddin. Bagi Nuruddin, ini adalah kesempatan berharga yang tidak boleh disia-siakan jika ingin cita-citanya berhasil.

Untuk mengemban misi besar ini, diutuslah Asaduddin Syirkuh, bersama keponakannya, Shalahuddin Al-Ayyubi. Saat bala bantuan 1000 pasukan dari Nuruddin yang dikomandoi Syirkuh bersama Shalahuddin sukses mematahkan perlawanan Dhorgom bin Tsa’labah (yang bekerjasama dengan Raja Amauri I) di kota Bilbeis (wilayah bagian Muhafadhah Syarqiyah), Syawar berkhianat. Saat janji ditagih, ia tak peduli, bahkan mengusirnya.  “Lain di bibir, lain di hati.” Demikianlah pribahasa yang paling pas menggambarkan sosoknya. Mulutnya seakan memihak dan menjanjikan sesuatu, sedang hatinya menolak dan menganggapnya musuh.

Tak cukup sampai di situ, ia juga memperlakukan tentara dengan tidak baik, bahkan mengusir Asaduddin dan Shalahuddin beserta rombongannya. Seperti inilah sikap Syiah di sepanjang sejarah. Ketika mereka lemah, akan menjilat dan pura-pura bersahabat, namun ketika kuat, mereka akan bertindak semena-mena terhadap orang yang bersebrangan.
Ilustrasi: Dinasti Fatimiyah

Ironisnya, yang lebih menyakitkan, ia bersekongkol dengan tentara Salib untuk mengusir dan menghabisi pasukan pimpinan Syirkuh. Selama tiga bulan Syirkuh mengepung Beilbis meski hanya dengan seribu pasukan. Ia tidak akan angkat kaki dari bumi Kinanah sebelum meringkus Syawar dan penyokongnya. Meski dalam misi ini belum menuai hasil berarti, setidaknya Pasukan Salib mau melakukan gencatan senjata karena tentara Salib di Syam diserang oleh pasukan Nuruddin Mahmud.

Dengan hati geram, Syirkuh kembali ke Syam. Dia bertekad untuk menghabisi penghianat durjana ini. Pada tahun 562 H, ekspedisi ke Dinasti Fatimiyah digencarkan kembali dengan dua ribu tentara. Seperti sebelumnya, Syawar meminta bala bantuan kepada tentara Salib. Syirkuh bersama Shalahuddin baru sukses menumbangkan Syawar pada ekspedisi militer ketiga (564H/1169M).

Akhirnya, dengan perjuangan yang luar biasa, tentara Salib bisa dikalahkan, bahkan Syawur dihukum mati. Setelah itu, diangkatlah Asaduddin menjadi pemimpin. Tak lama kemudian (2 bulan 15 hari), ia pun meninggal dan digantikan oleh Shalahuddin al Ayyubi.

Dari perjalanan sejarah Syirkuh memberantas Daulah Syiah Fathimiyah, kita bisa belajar: Pertama, waspadalah terhadap Syiah. Apa yang ditampakkan, seringkali bertolak belakang dengan yang dibatin. Kedua, ciri khas orang Syiah –sepenjang sejarah- adalah berkhianat dan bersekongkol dengan musuh Islam. Ketiga, sebelum Syiah berkuasa, maka harus ada upaya pencegahan baik dalam bidang pendidikan atau bidang lain agar pengaruhnya tidak dominan. Sejarah adalah guru terbaik agar kita tidak jatuh pada lubang yang sama. */Mahmud Budi Setiawan. Hidayatullah.com

************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: