Syiahindonesia.com – Peristiwa Karbala merupakan tragedi yang memilukan dalam sejarah Islam, di mana Sayyidina Husain bin Ali رضي الله عنه gugur sebagai syahid pada tahun 61 H di tangan pasukan Yazid. Tragedi ini memang menyedihkan, namun kaum Syiah telah menjadikannya sebagai alat politik, doktrin, dan propaganda kebencian terhadap kaum Muslimin — terutama terhadap Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka tidak sekadar memperingati peristiwa itu, tetapi memanfaatkannya untuk menanamkan dendam turun-temurun kepada umat Islam yang tidak mengikuti ajaran mereka.
1. Karbala Dijadikan Simbol Kebencian terhadap Sunni
Bagi Syiah, Karbala bukan sekadar tragedi sejarah, tetapi simbol permusuhan abadi antara “pengikut Ali” dan “pengikut Yazid”. Dalam banyak ritual Syiah, umat Sunni dianggap sebagai penerus Yazid, sehingga mereka menganggap seluruh Sunni adalah musuh Husain dan keluarga Nabi ﷺ.
Di Iran dan sebagian wilayah Syiah lainnya, khutbah dan majelis duka (ma’tam) dipenuhi caci maki terhadap para sahabat Nabi ﷺ seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman رضي الله عنهم, dengan dalih bahwa mereka “berkhianat kepada Ahlul Bait”.
Padahal, Islam mengajarkan kita untuk mencintai seluruh sahabat Nabi ﷺ tanpa terkecuali. Allah ﷻ berfirman:
وَٱلَّذِينَ جَآءُوا۟ مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَـٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّۭا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka berkata: Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.”
(QS. Al-Hasyr: 10)
Ayat ini jelas menolak kebencian yang dipupuk Syiah terhadap para sahabat dan umat Islam lainnya.
2. Ritual Karbala: Propaganda Emosional yang Sistematis
Setiap tanggal 10 Muharram, Syiah memperingati Hari Asyura dengan cara-cara yang jauh dari tuntunan Islam:
- Menyayat tubuh dan melukai diri sebagai simbol duka.
 - Menangis histeris sambil mengutuk sahabat Nabi ﷺ.
 - Melakukan arak-arakan dan drama yang menggambarkan penderitaan Husain.
 
Semua ini bertujuan menggugah emosi dan menanamkan rasa dendam terhadap “musuh-musuh Ahlul Bait”, yang mereka tuding sebagai umat Sunni. Padahal, Nabi ﷺ melarang berlebihan dalam berkabung:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan dari golongan kami orang yang menampar pipi, merobek pakaian, dan berteriak dengan seruan jahiliyah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Penggunaan Karbala untuk Tujuan Politik
Kisah Karbala terus dijadikan alat untuk menggerakkan massa Syiah dalam urusan politik dan kekuasaan.
- Iran menggunakan narasi Karbala untuk membenarkan ekspansi militernya di Timur Tengah, seolah mereka sedang “membela Husain melawan Yazid modern”.
 - Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman juga menggunakan slogan “Ya Husain!” sebagai pembenaran atas peperangan mereka terhadap kaum Sunni.
 
Dengan demikian, Karbala bukan hanya tragedi sejarah, tetapi dijadikan ideologi politik untuk memperluas pengaruh Syiah dan menanamkan kebencian terhadap umat Islam yang berbeda mazhab.
4. Menyimpangkan Makna Pengorbanan Husain رضي الله عنه
Sayyidina Husain adalah cucu Rasulullah ﷺ, seorang syahid mulia yang berjuang menegakkan keadilan, bukan untuk menciptakan perpecahan. Namun Syiah memelintir makna perjuangannya menjadi doktrin dendam dan kebencian. Mereka menjadikan Husain sebagai simbol pemberontakan terhadap umat Islam sendiri, bukan teladan kesabaran dan keteguhan di jalan Allah.
Padahal Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَـٰتٌۭ بَلْ أَحْيَآءٌۭ وَلَـٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah bahwa mereka mati; sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
(QS. Al-Baqarah: 154)
Ayat ini menunjukkan bahwa Husain adalah syahid mulia, bukan alat propaganda untuk menyebar kebencian antar-Muslim.
5. Kesimpulan
Syiah telah memanfaatkan kisah Karbala bukan untuk meneladani keberanian Husain, melainkan untuk menanamkan kebencian terhadap kaum Sunni dan melemahkan persatuan umat Islam. Mereka mengubah tragedi menjadi doktrin dendam, dan menjadikan air mata sebagai senjata ideologis.
Umat Islam harus memahami bahwa cinta kepada Ahlul Bait tidak boleh bercampur dengan kebencian kepada sahabat Nabi ﷺ. Islam mengajarkan cinta yang seimbang, bukan fanatisme yang menyesatkan.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: