Syiahindonesia.com – Dalam memahami perbedaan mendasar antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Sunni) dan kelompok Syiah, salah satu hal pokok yang wajib dikaji secara mendalam adalah konsep imamah (kepemimpinan umat). Syiah menjadikan imamah sebagai inti dari ajaran agama mereka, bahkan lebih tinggi kedudukannya daripada kenabian dalam beberapa tafsir ulama mereka. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pemahaman Sunni, yang menganggap kepemimpinan umat adalah masalah ijtihadiyah (hasil musyawarah), bukan bagian dari rukun iman. Artikel ini akan membongkar secara ilmiah dan tuntas mengapa Syiah memiliki konsep imam yang berbeda dari Sunni, agar umat Islam di Indonesia dapat mengenali penyimpangan akidah mereka dan tidak terpengaruh oleh propaganda Syiah.
1. Konsep Imamah dalam Syiah adalah Rukun Iman
Berbeda dengan Sunni yang memiliki enam rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, dan takdir), Syiah menambahkan imamah sebagai salah satu rukun iman. Artinya, siapa yang tidak meyakini imamah 12 imam, dianggap kafir menurut sebagian besar ulama Syiah.
Dalam kitab Ushul al-Kafi, kitab utama hadis Syiah, disebutkan:
“Barang siapa tidak mengenal imamnya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.”
(Ushul al-Kafi, jilid 1, hal. 377)
Mereka mengklaim bahwa setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, kepemimpinan harus berpindah kepada Imam Ali bin Abi Thalib, bukan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Keyakinan ini membuat mereka menolak seluruh khalifah sebelum Ali dan menyebut pengangkatan mereka sebagai bentuk pengkhianatan terhadap wasiat Nabi.
2. Imam dalam Syiah Disebut Ma’shum (Terjaga dari Dosa)
Menurut Syiah, imam bukan hanya pemimpin politik, tetapi juga pemimpin spiritual yang tidak pernah salah (ma’shum), bahkan lebih tinggi derajatnya dari para nabi kecuali Nabi Muhammad ﷺ.
Salah satu pernyataan ulama Syiah terkenal, Al-Kulaini, menyatakan:
“Imam memiliki seluruh ilmu para nabi, dan mereka mengetahui apa yang telah dan akan terjadi.”
(al-Kafi, Jilid 1, hal. 260)
Dalam ajaran Sunni, tidak ada manusia setelah Nabi Muhammad ﷺ yang ma’shum, karena kemaksuman hanya dimiliki para nabi, berdasarkan ayat Al-Qur'an:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.”
(QS. Ali ‘Imran: 144)
3. Imam dalam Syiah Memiliki Hak Mutlak atas Umat
Syiah menganggap bahwa imam adalah representasi Tuhan di bumi yang memiliki hak untuk menetapkan hukum, menghapus hukum syariat, bahkan mengampuni dosa. Ini jelas bertentangan dengan Islam, yang mengajarkan bahwa hanya Allah yang berhak menetapkan hukum dan memberi ampunan.
Imam Syiah juga dianggap sebagai tempat kembali dalam seluruh urusan agama dan dunia, padahal dalam Islam, hal itu hanya berlaku pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ.
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Jika kamu berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul.”
(QS. An-Nisa’: 59)
4. Imam dalam Syiah Dibatasi pada 12 Orang
Syiah Itsna ‘Asyariyah (Syiah Dua Belas Imam) meyakini bahwa imam hanya ada 12 orang, dimulai dari:
-
Ali bin Abi Thalib
-
Hasan bin Ali
-
Husein bin Ali
... hingga -
Muhammad bin Hasan al-Mahdi (yang menurut mereka masih ghaib hingga sekarang)
Keyakinan bahwa Imam Mahdi saat ini hidup secara ghaib dan akan muncul di akhir zaman untuk menegakkan keadilan, menjadi doktrin pokok yang mengarahkan pengikut Syiah untuk menunggu-nunggu kemunculannya, bahkan sebagian ekstremis Syiah mengklaim bahwa mereka sudah dapat berbicara langsung dengan imam ghaib tersebut.
Dalam Islam (Sunni), tidak ada imam ghaib, dan Imam Mahdi hanya dikenal sebagai tokoh akhir zaman, bukan bagian dari rantai imamah spiritual yang ditentukan oleh Allah secara ilahiyah.
5. Imamah Syiah Tidak Berdasarkan Musyawarah
Dalam Islam (Sunni), kepemimpinan (khilafah) dipilih berdasarkan musyawarah para sahabat, sebagaimana pengangkatan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Allah ﷻ berfirman:
وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.”
(QS. Asy-Syura: 38)
Sementara dalam Syiah, imamah bersifat ilahiyah dan ditentukan langsung oleh Allah, tanpa musyawarah, dan hanya berlaku bagi keturunan Husain dari jalur Fatimah az-Zahra.
Konsep ini memunculkan unsur keturunan, elitis, dan tidak demokratis, serta bertentangan dengan sistem syura yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada para sahabat.
6. Dampak Konsep Imamah Syiah terhadap Umat
Konsep imam versi Syiah telah menghasilkan berbagai dampak buruk, antara lain:
-
Mengkafirkan umat Islam yang tidak meyakini imamah 12 imam
-
Merusak persatuan umat karena tidak mengakui pemimpin Islam lain
-
Membuka pintu kultus individu dan penyerupaan imam dengan sifat ilahi
-
Menolak sejarah sahabat dan sistem kekhalifahan yang sah
Inilah mengapa konsep ini dianggap menyimpang dan sesat oleh mayoritas ulama Islam.
Kesimpulan: Konsep Imamah Syiah Bertentangan dengan Islam
Syiah memiliki konsep imam yang sangat berbeda dari Sunni karena mereka menganggap imam sebagai sosok suci, maksum, ditunjuk langsung oleh Allah, dan memiliki otoritas ilahiyah atas umat. Ini sangat bertentangan dengan pemahaman Islam yang benar, yang mengajarkan bahwa pemimpin dipilih dengan musyawarah, bukan turun-temurun, dan tidak ada manusia setelah Rasulullah ﷺ yang ma’shum atau memiliki hak menetapkan syariat baru.
Umat Islam di Indonesia perlu mewaspadai ajaran ini, karena konsep imamah Syiah bukan sekadar perbedaan politik, tetapi merusak fondasi akidah Islam itu sendiri.
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
"Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar, dan berikan kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami yang batil itu batil, serta berikan kami kemampuan untuk menjauhinya."
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: