Syiahindonesia.com - Salah seorang warga desa Karang Gayam, Madura, Syarifin mengatakan, selalu merasa gelisah ketika mendengar nama Tajul Muluk, apalagi saat mendengar wacana kepulangan mereka.
"Masih ada [luka lama], masih trauma dan membekas. Tidak akan bisa pulih. Pokoknya ada isu Tajul mau pulang, masyarakat sudah resah semua," kata Syarifin di sebuah kedai kopi.
Ia mengatakan selama delapan tahun Tajul Muluk dan pengikutnya mengungsi, kondisi desa aman, kondusif, dan tidak ada gangguan terkait agama dan keyakinan lain.
Tokoh masyarakat yang menjadi anggota Tim 5 - perwakilan warga Desa Karang Gayam, Mahdi Salim menegaskan, sulit bagi warga untuk melupakan luka lama yang dilakukan Tajul Muluk karena telah menghina agama dan para ulama.
Di tambah lagi, katanya, masyarakat takut bahwa Tajul Muluk sedang melakukan taqiyyah.
"Sudah tiga kali Tajul berjanji, dan semua dilanggar. Semua masyarakat di Karang Gayam dan Blu'uran sudah tidak percaya dan meyakini bahwa Tajul Muluk 100% melakukan taqiyyah," katanya.
Ketakutan itu menyebabkan peluang Tajul Muluk dan pengikutnya untuk kembali ke desa sangat kecil walaupun sudah kembali ke Suni.
Apa tanggapan Tajul Muluk atas tudingan dirinya melakukan 'taqiyyah'?
"Kalau [tuduhan taqiyyah], hak setiap orang meragukannya," kata Tajul saat ditemui BBC News Indonesia di lokasi pengungsian di rumah susun Sidoarjo.
"Makanya poin-poin isi baiat nanti itu berasal dan kesepakatan dari ulama di Madura, kami harus terima karena memang harus begitu," tambahnya.
"Kalau tidak terima, kami tidak bisa meyakinkan mereka kalau kami betul-betul kembali ke Aswaja," ujar Tajul.
'Salah satu poin yang disepakati dalam pembaiatan yaitu menyatakan Syiah adalah ajaran yang sesat dan menyesatkan, itu yang harus kami terima walaupun mungkin akan ada ketersinggungan dari mereka (kelompok Syiah).
Istilah taqiyyah di kalangan kelompok Suni dikonotasikan sebagai sikap berbohong, namun di komunitas Syiah, istilah taqqiyah merujuk pada sikap berhati-hati dengan cara tidak berterus terang.
Hal ini dilakukan oleh komunitas Syiah untuk apa yang disebut upaya mereka untuk menyembunyikan identitas diri demi menjaga keselamatan.
Namun luka lama yang dialami warga desa mereka sebutkan bisa pulih dan kepercayaan kembali tumbuh dengan satu syarat, yaitu mendapatkan izin para ulama usai menjalani penggemblengan di pesantren Suni untuk kembali ke kampung halaman.
"Seandainya sudah digembleng dan betul-betul 100% kembali ke Suni, dan dikembalikan oleh ulama Sampang dan Madura ke sini, kami terima. Jangan pemerintah yang mengantar, tapi harus ulama," katanya sebagaimana dilansir bbc.com, (5/10/20).
"Namun prosesnya untuk 100% itu panjang, bisa lima hingga 10 tahun bahkan lebih karena itu sudah terlalu mengakar di mereka," katanya. (albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: