Firman Allah SWT.:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ (التوبة:31)
Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih Putra Maryam”. (Q.S. Al -Taubah : 31)
Sudah dimaklumi, bahawa orang-orang Nashara menjadikan Al-Masih sebagai Tuhan. Rasulullah SAW., menginterpretasikan bagaimana cara-cara Yahudi dan Nasrani menjadikan ahli agama dan pendetanya sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Yaitu mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, kemudian mereka taati pemimpinnya itu.
Syiah terbukti melampaui batas juga seperi mereka, menganggap para imamnya ma’shum (tidak mungkin berbuat dosa karena mendapat perlindungan langsung dari Allah – pen.). Pandangan tentang ma’shumnya para Imam sebagai asas madzhab mereka seperti telah ditegaskan oleh Al Kulaini dalam buku Al-Kafi dan Ibnu Babawiyah Al-Qomi di dalam buku AQAAIDUS SYIAH AL IMAMIYYAH dan Syaikh Al-Mufid dalam bukunya AWAAILUL MAQAALAT dan TASHIH AQAIDUS SYIAH AL IMAMIYAH, maka Ijma’ (kesepakatan) jumhur mereka yang terdahulu dan sekarang menandakan bahwa imam Syiah selalu terjaga dari kesalahan, kelalaian dan lupa, baik disengajakan ataupun tidak.
Dan IMAMAH (keimaman) diyakini lebih tinggi dari martabat kenabian.(1) Imam memiliki hak pilih otoritatif dalam menghalalkan dan mengharamkan. Dalam buku “AL-KAFI”, karangan imam mereka Al Kulaini terdapat ungkapan bahwa: “Sesungguhnya Allah menciptakan Muhammad, Ali dan Fatimah kemudian menetap selama seribu abad, kemudian Allah menciptakan segala sesuatu, maka diperlihatkan kepada mereka penciptaan benda-benda tadi dan mewajibkan taat kepada mereka, mengembalikan urusannya kepada mereka dan mereka boleh menghalalkan apa yang mereka kehendaki dan mengharamkan apa saja yang mereka kehendaki.”(2)
Ini adalah kultus keterlaluan kaum Syiah terhadap para imamnya, menjadikan mereka berserikat dengan Allah SWT., dalam kemampuan (qudrah) untuk mengatur dan mengendalikan alam semesta ini, dan Imam Syiah menandingi Allah Azza Wajalla dalam menjadikan bagi diri-Nya hak “At Tadbir” (mengatur).
Dia berfirman:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ (الرعد:2)
Artinya: (Allah) mengatur sesuatu. (Q.S ar-Ra’du : 2).
Pemahaman dan sikap keterlaluan Syiah yang lain, mereka menjadikan para imam berserikat dengan Allah dalam mengetahui ghaib dan segala sesuatu. Al-Kulaini menyebutkan dalam bukunya AL-KAFI sebuah bab berjudul: “Sesungguhnya para imam mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dan tidak ada yang tersembunyi sesuatu pun bagi mereka”. Ini semua bertentangan diametral dengan firman Allah SWT.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ (الجن:26-27)
Artinya: “Dia yang mengetahui ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada siapapun (seorangpun) tentang yang ghaib itu, kecuali orang yang disukai-Nya antara Rasul”. (Q.S al-Jin : 26)
Kita tidak mengingkari bahwa Allah memperlihatkan kepada sebahagian hamba-Nya sesuatu yang ghaib sebagai karamah bagi mereka. Tetapi kita mengingkari bahwa hal ini memang dimiliki oleh suatu makhluk.
Sesungguhnya kesesatan-kesesatan semacam ini memberikan kesempatan bagi orang bodoh dan dajjal untuk mendakwakan kedudukan bagi sebahagian orang di atas kedudukan para Nabi; dan menghapuskan bagian dari syariat Islam yang dikehendaki sesuai selera hawa nafsunya. Pada kenyataannya aqidah orang yang benar bahwa kenabian adalah suatu martabat yang khusus, pemilihan dan penentuan dari Allah SWT., bagi orang yang dikehendaki dan diinginkan sesuai dengan firman-Nya:
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ
Artinya: “Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan manusia.” (Q.S al-Haj : 75)
Kemudian datanglah Khomaini memperkuat dan mempertajam paham keterlaluan ini, karena ingkar terhadap apa yang sudah jelas di dalam Din al-Islam. Ini merupakan kekafiran yang nyata. Khomaini terlihat melampaui batas dalam memberi hak kepada para imam. Para Imam Syiah diberi predikat Al Ishmah (terjaga dari kesalahan), At-Tadbir (hak mengatur); mereka setara ilmu Allah, sehingga kedudukan mereka melebih para Nabi.
Dalam bukunya: “AL HUKUMATUL ISLAMIYYAH”, Khomaini berkata: “Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji, derajat yang tinggi dan kekhilafahan yang diadakan di mana-mana. Sudah menjadi keharusan di dalam madzhab kami, bahwa para imam kami memilki kedudukan yang tak dapat dicapai malaikat yang didekatkan ataupun para Nabi yang diutus. Berdasarkan riwayat dan hadits kami, Rasul yang terbesar SAW., dan para imam Alaihumus Salam berupa cahaya sebelum terciptanya alam semesta ini. Kemudian Allah menjadikan mereka mengelilingi arsy-Nya, dan telah diriwayatkan oleh mereka Alaihumus Salam.
“Bahwa kami (para Imam – Pen.) beserta Allah memiliki keadaan-keadaan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang didekatkan ataupun nabi yang diutus”.(3)
Dia berkata dalam pembahasan lainnya pada kitab ini: “Sesungguhnya ajaran para imam adalah seperti ajaran Al Qur’an, tidak khusus bagi suatu bangsa, akan tetapi untuk seluruh manusia pada segala zaman dan tempat wajib dilaksanakan dan diikuti sampai hari qiyamat.”(4)
Juga berkata: “Sesungguhnya tidak bisa dibayangkan bahwa mereka (para imam) memiliki lupa dan lalai.”(5)
______________________________
Buku “HAYATUL QULUB”, karangan Al Majlisi, jilid III, hal. 10.
Buku Ushulul Kafi, hal. 287 dan hal ini telah dibenarkan oleh Khomaini dalam buku “KASYFUL ASFAR”.
Buku “AL HUKUMATUL ISLAMIYAH”. Hal.:52 (cetakan Cairo 1979) Cetakan Teheran Penerbit Biznuk Al-Islamiyah, silahkan periksa detail-detail lainnya di buku “Shuratani Mutadhadidatani”, Abul Hasan An Nawawi, hal.:77.
AL-HUKUMATUL ISLAMIYAH’, halaman 112
AL-HUKUMATUL ISLAMIYAH’ hal 91.
darulkautsar.net
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ (التوبة:31)
Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih Putra Maryam”. (Q.S. Al -Taubah : 31)
Sudah dimaklumi, bahawa orang-orang Nashara menjadikan Al-Masih sebagai Tuhan. Rasulullah SAW., menginterpretasikan bagaimana cara-cara Yahudi dan Nasrani menjadikan ahli agama dan pendetanya sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Yaitu mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya, kemudian mereka taati pemimpinnya itu.
Syiah terbukti melampaui batas juga seperi mereka, menganggap para imamnya ma’shum (tidak mungkin berbuat dosa karena mendapat perlindungan langsung dari Allah – pen.). Pandangan tentang ma’shumnya para Imam sebagai asas madzhab mereka seperti telah ditegaskan oleh Al Kulaini dalam buku Al-Kafi dan Ibnu Babawiyah Al-Qomi di dalam buku AQAAIDUS SYIAH AL IMAMIYYAH dan Syaikh Al-Mufid dalam bukunya AWAAILUL MAQAALAT dan TASHIH AQAIDUS SYIAH AL IMAMIYAH, maka Ijma’ (kesepakatan) jumhur mereka yang terdahulu dan sekarang menandakan bahwa imam Syiah selalu terjaga dari kesalahan, kelalaian dan lupa, baik disengajakan ataupun tidak.
Dan IMAMAH (keimaman) diyakini lebih tinggi dari martabat kenabian.(1) Imam memiliki hak pilih otoritatif dalam menghalalkan dan mengharamkan. Dalam buku “AL-KAFI”, karangan imam mereka Al Kulaini terdapat ungkapan bahwa: “Sesungguhnya Allah menciptakan Muhammad, Ali dan Fatimah kemudian menetap selama seribu abad, kemudian Allah menciptakan segala sesuatu, maka diperlihatkan kepada mereka penciptaan benda-benda tadi dan mewajibkan taat kepada mereka, mengembalikan urusannya kepada mereka dan mereka boleh menghalalkan apa yang mereka kehendaki dan mengharamkan apa saja yang mereka kehendaki.”(2)
Ini adalah kultus keterlaluan kaum Syiah terhadap para imamnya, menjadikan mereka berserikat dengan Allah SWT., dalam kemampuan (qudrah) untuk mengatur dan mengendalikan alam semesta ini, dan Imam Syiah menandingi Allah Azza Wajalla dalam menjadikan bagi diri-Nya hak “At Tadbir” (mengatur).
Dia berfirman:
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ (الرعد:2)
Artinya: (Allah) mengatur sesuatu. (Q.S ar-Ra’du : 2).
Pemahaman dan sikap keterlaluan Syiah yang lain, mereka menjadikan para imam berserikat dengan Allah dalam mengetahui ghaib dan segala sesuatu. Al-Kulaini menyebutkan dalam bukunya AL-KAFI sebuah bab berjudul: “Sesungguhnya para imam mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dan tidak ada yang tersembunyi sesuatu pun bagi mereka”. Ini semua bertentangan diametral dengan firman Allah SWT.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ (الجن:26-27)
Artinya: “Dia yang mengetahui ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada siapapun (seorangpun) tentang yang ghaib itu, kecuali orang yang disukai-Nya antara Rasul”. (Q.S al-Jin : 26)
Kita tidak mengingkari bahwa Allah memperlihatkan kepada sebahagian hamba-Nya sesuatu yang ghaib sebagai karamah bagi mereka. Tetapi kita mengingkari bahwa hal ini memang dimiliki oleh suatu makhluk.
Sesungguhnya kesesatan-kesesatan semacam ini memberikan kesempatan bagi orang bodoh dan dajjal untuk mendakwakan kedudukan bagi sebahagian orang di atas kedudukan para Nabi; dan menghapuskan bagian dari syariat Islam yang dikehendaki sesuai selera hawa nafsunya. Pada kenyataannya aqidah orang yang benar bahwa kenabian adalah suatu martabat yang khusus, pemilihan dan penentuan dari Allah SWT., bagi orang yang dikehendaki dan diinginkan sesuai dengan firman-Nya:
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ
Artinya: “Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan manusia.” (Q.S al-Haj : 75)
Kemudian datanglah Khomaini memperkuat dan mempertajam paham keterlaluan ini, karena ingkar terhadap apa yang sudah jelas di dalam Din al-Islam. Ini merupakan kekafiran yang nyata. Khomaini terlihat melampaui batas dalam memberi hak kepada para imam. Para Imam Syiah diberi predikat Al Ishmah (terjaga dari kesalahan), At-Tadbir (hak mengatur); mereka setara ilmu Allah, sehingga kedudukan mereka melebih para Nabi.
Dalam bukunya: “AL HUKUMATUL ISLAMIYYAH”, Khomaini berkata: “Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji, derajat yang tinggi dan kekhilafahan yang diadakan di mana-mana. Sudah menjadi keharusan di dalam madzhab kami, bahwa para imam kami memilki kedudukan yang tak dapat dicapai malaikat yang didekatkan ataupun para Nabi yang diutus. Berdasarkan riwayat dan hadits kami, Rasul yang terbesar SAW., dan para imam Alaihumus Salam berupa cahaya sebelum terciptanya alam semesta ini. Kemudian Allah menjadikan mereka mengelilingi arsy-Nya, dan telah diriwayatkan oleh mereka Alaihumus Salam.
“Bahwa kami (para Imam – Pen.) beserta Allah memiliki keadaan-keadaan yang tidak bisa dicapai oleh malaikat yang didekatkan ataupun nabi yang diutus”.(3)
Dia berkata dalam pembahasan lainnya pada kitab ini: “Sesungguhnya ajaran para imam adalah seperti ajaran Al Qur’an, tidak khusus bagi suatu bangsa, akan tetapi untuk seluruh manusia pada segala zaman dan tempat wajib dilaksanakan dan diikuti sampai hari qiyamat.”(4)
Juga berkata: “Sesungguhnya tidak bisa dibayangkan bahwa mereka (para imam) memiliki lupa dan lalai.”(5)
______________________________
Buku “HAYATUL QULUB”, karangan Al Majlisi, jilid III, hal. 10.
Buku Ushulul Kafi, hal. 287 dan hal ini telah dibenarkan oleh Khomaini dalam buku “KASYFUL ASFAR”.
Buku “AL HUKUMATUL ISLAMIYAH”. Hal.:52 (cetakan Cairo 1979) Cetakan Teheran Penerbit Biznuk Al-Islamiyah, silahkan periksa detail-detail lainnya di buku “Shuratani Mutadhadidatani”, Abul Hasan An Nawawi, hal.:77.
AL-HUKUMATUL ISLAMIYAH’, halaman 112
AL-HUKUMATUL ISLAMIYAH’ hal 91.
darulkautsar.net
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: