Breaking News
Loading...

Sejarah Kediktatoran Khumaini (Bag. 3)
Bagaimana Presiden Dipilih.

Selanjutnya Al Khumaini membentuk "Majlis Shiyanah Ad Dustur" (majlis pembuat undang-undang) yang bertugas memilih siapa saja yang berkompeten menjadi presiden. Ironisnya, majlis ini hanya terdiri dari dua belas anggota saja, enam diantaranya sudah langsung terpilih oleh MursyidTsaurah, sedangkan selebihnya dinominasi oleh Mahkamah Agung tentunya setelah adanya izin dari Mursyid, perlu diketahui bahwa anggota Mahkamah Agung sendiri langsung ditunjuk oleh MursyidTsaurah, ini berarti semua anggota majlis pembuat undang-undang adalah orang-orang yang dipilih sendiri oleh Mursyid Tsaurah atau yang diridhainya.Majlis ini kemudian menyeleksi calon-calon yang ingin menempati jabatan presiden, karena itu calon-calon tersebut tidak akan diterima kecuali memiliki ikatan yang sangat kuat serta kedekatan dengan Mursyid Tsaurah!!

Maka tidak ada peluang sama sekali bagi orang yang menentangmursyid, sedangkan adanya partai “Al Muhafizhin” dan “Ishlahiyin” hanya sebagai gambaran palsu dari perbedaan kecil pada aspek yang masih ditolelir oleh Mursyid.Kita tahu dalam pemilu terakhir, ada sekitar 471 calon presiden yang mengajukan diri,namun tidak ada yang diterima oleh majlis pembuat undang-undang kecuali hanya empat, dua diantaranya dari partai Muhafizhin dan dua lainnya dari partai Ishlahiyin, yang kesemuanya merupakan anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurah.

AhmadiNejad sangat dekat dengan Mursyid At TsaurahAli Khamenei, dan dia merupakan sosok yang sangat fanatic terhadap teori “Wilayatul Faqih.”Ahmadi Nejad dari partai Muhafizhin, sementara lawan terberatnya adalah Mayer Husain Musawi dari partai Ishlahiyin, dia juga termasuk anak-anak revolusi. Pernah hijrah ke Paris dan menabat sebagai perdana Mentri pada zaman Al Khumaini berkuasa tahun 1981 hingga 1989 M, yang merupakan perdana menteri terakhir sebelum akhirnya Al Khumaini meniadakan jabatan ini selamanya. Sedangkan calon presiden yang ketiga adalah Mahdi Kurbi dari partai Ishlahiyin, ketua Parlemen Iran tahun 1989 hingga 1992 M, dan calon presiden keempat adalah Muhsin Ridha’I dari Al Muhafizhin, seorang pendiri markaz garda revolusi dalam perang Iran-Irak.

Sejatinya mereka semua adalah anak-anak dari buah peraturan Mursyid At Tsaurahdan para pendukung setia setiap pernyataan yang di nyatakan oleh Mursyid At Tsaurah.

Terkadang seorang presiden yang dipilih oleh rakyat lupa akan kedudukannya, kemudian dia mengambil kebijakan yang menyelisihi pendapat Mursyid At Tsaurah, lalu apa yang akan terjadi?

Tidak perlu berspekulasi, sungguh kami telah melihat realita sebenarnya, contohnya, seperti yang terjadi atas diri Bani Sadr yang seharusnya menjadi presiden pertama Iran pada masa Al Khumeini tahun 1980 M. Bani Sadr mengira dirinya akan diberi kekuasaan sebagaimana presiden negara lainnya.  Terlebih lagi dia berhasil menduduki kursi pemerintahan dengan dukungan lebih dari 75 persen suara rakyat. Namun ia mendapati dirinya tidak mempunyai daya dan upaya apapun, dan tidak berhak memilih perdana menterinya sendiri, bahkan tidak berhak bergabung dalam majlis pemilihan menteri-menteri dalam pemerintahannya. Karena segala hal yang berhubungan dengan negara, besar atau sekecil apapun itu harus rujuk kepada Al Khumaini sebagai Mursyid Tsaurah.

Lantas, apa yang dihasilkannya?
Maka Al Khumaini melengserkan dari jabatannya, dan memilih Presiden lain.
Diturunkan setelah 75 persen suara rakyat berpihak kepadanya… Maka apa gunanya Pemilu jika hal ini terjadi? Untuk apa membelanjakan harta hanya untuk propaganda? Apa gunanya menyelenggarakan perdebatan di media-media?...

Seperti halnya, ketika Presiden Ali Khameni  1981-1989 M (sebelum menjadi Mursyid Tsaurah -penj), mengizinkan sebuah undang-undang pekerja setelah ditentang oleh Majlis pembuat undang-undang atas inisiatif Mursyid Al Khumaini. Maka Al Khumaini langsung melayangkan surat teguran keras kepada Presiden Ali Al Khamenei pada waktu itu, dan mengingatkannya dalam surat itu bahwa “Wilayah Faqih” sebagaimana halnya “Wilayah Rasul”, karena ia terpilih dari Imam yang ghaib, segera saja Presiden Ali Al Khamenei menyadari kesalahannya meskipun setelah wafatnya Al Khumaini, ia menabat sebagai Mursyid At Tsaurah, kema’shuman pun berpindah kepadanya dan tidak boleh ada yang menentang dalam keputasannya.


Ishlahiyin adalah wajah lain dari Muhafizhin 

Kemudian kita lihat, ketika Iran dipimpin oleh seorang Ishlahiyyin sebagai presiden yaitu Muhammad Khatimi sejak 1997 hingga 2005 M, apakah kita melihat ada hal baru?Apakah Iran ketika di pegang oleh Ishlahiyin mengalami perubahan layaknya ketika di pegang oleh Muhafizhin? Ataukah pada akhirnya tampuk kekuasaan yang sesungguhnya dipegang oleh seorang Mursyid?.

Kami katakan juga bahwa partai Ishlahiyin maupun Muhafizhin sama sekali tidak mencerminkan partai yang terpisah di Iran, bahkan tidak pernah ada badan-badan legislative yang mengusung presiden tertentu, Ahmadi Nejad hanya mewakili dirinya sendiri dalam Pemilu, begitu juga Meir Husain Musawi yang dari partai Ishlahiyin, hal ini tidak seperti yang ada di Amerika, ketika Obama menjadi wakil kandidat dari partai Demokrat, sementara McCain menjadi wakil kandidat dari partai republik. Sedangkan masalah tersebut di Iran sangat jauh berbeda, sebab yang berlaku di Iran hanya sekedar representatif tanpa adanya pertimbangan.

Bahkan ketikaterjadi konflik antara para kandidat di tengah jalan di Iran, dan saling tuding di media-media masa, namun anehnya para tokoh agama hanya diam dari masalah itu, sepertinyamereka sengaja diam, sehingga Meir Husain Musawi yang merasa dirugikanmenyatakan: "Setiap akses untuk meraih hak-hak telah ditutup, sungguh rakyat Iran hanya akan menghadapi kebisuan dari para tokoh agama yang sok penting." Dia juga menambahkan bahwa kebisuan ini lebih berbahaya daripada penipuan.

Para tokoh agama sengaja membisu untuk menampakkan 'konflik', seakan-akan konflik untuk memperebutkan posisi tersebut sangat penting, disamping untuk menampakkan azas demokrasi di negeri tersebut, serta adanya dua partai dalam menimbang partai satu dengan yang lainnya diserahkan melalui rakyat. Yang pada akhirnya semuanya itu tidak lebih hanya sebatas permainan, rakyat pun akan memilih kandidat yang akan menjalankan apa saja yang ditulis oleh skenario sang pemimpin revolusi!!

Dan musibah yang sebenarnya adalah karena sang Mursyid tidak berhukum atas dasar Al Qur’an dan  Sunnah, bahkan dia menyelewengkan aqidah Umat ini dengan penyimpangan yang sangat membahayakan. Di samping itu, dia juga berhukum berdasarkan otoritas dari imam ghaib yang sembunyi di Sirdab, kemudian berupaya menjalankan negara seutuhnya berdasarkan hawa nafsu yang tidak boleh ditentang.


Faktor-FaktorYang Menjadi Daya Tarik.

Jika faktanya demikian, lantas kenapa kita terpesona dengan kondisi seperti ini? Kenapa banyak jurnal –bahkan jurnal Islami- yang mengangkat isu Iran sebagai negara yang patut dicontoh?

Barangkali kita terpesona karena beberapa hal; diantaranya karena kebanyakan dari kita tidak mengetahui pasti hakikat dalam perundang-undangan dan hukum yang berlaku di Iran, dan di dalam hubungan antara Mursyid dengan Presiden.Karena itu, kebanyakan kita menghukuminya dengan rasa simpati, bukan dengan akal.Kebanyakan kita condong kepada sosok yang mengangkat nama Islam, walaupun sebenarnya sesat dan tidak mewakili Islam yang sebenarnya.

Diantaranya pula, kebanyakan kita tidak mengetahui Syiah yang sebenarnya, yang membolehkan kaum Muslimin mencela Abu Bakar dan Umar, bahkan membolehkan mendebat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perkara yang bukan termasuk wahyu.

Diantaranya pula, kebanyakan kita merasa muak dengan pemerintahan dictator di negara Arab yang berbuat semena-mena, adanya penipuan di pemilu serta kerusakan besar lainnya yang ada di setiap sektor wilayah, karena itu kebanyakan kita mencari potret kesuksesan meskipun dengan gambaran yang sempit dengan mengabaikan hal-hal negatif dan menutup segala sisinya,yang pada akhirnya kebanyakan kita berkata: “Alhamdulillah ada Daulah Islamiyah yang menegakkan sistem syura!!.”

Diantaranya pula, kebanyakan dari kitatidak menelusuri berbagai resiko yang dihadapi oleh Iraq, Bahrain, Saudi, Suria, Mesir dan Lebanon, bahkan diantara Ahlusunnah di Iran sendiri mengangkat seorang mursyid yang meyakini prinsip “Wilayatul Faqih”,seorang Mursyid yang meyakini bahwa Ahlussunnah di dunia adalah orang-orang ekstrimis, meyakini imam yang ghaib telah mengamanahkan kepadanya untuk memperbaiki kondisi dunia sehingga siap menerima kedatangan Imam Mahdi.

Kebanyakan dari kita juga merasa muak dengan kezhaliman yang di lakukan Amerika dan Yahudi, serta turut gembira jika mendengar seseorang yang bicara tentang permasalahan keduanya, namun kebanyakan kita tidak memperhatikan tindak lanjut dari beberapa kejadian, tidak pula membaca sejarah, supaya kita tahu bahwa perlawanan yang dilakukan Iran terhadap Israel untuk membebaskan Palestina sama sekali nihil…!!

Wahai kaum Muslimin, sungguh hal yang harus kita lakukan sebenarnya adalah membangun umat ini atas dasar yang baik dan pondasi yang benar, bukan atas Manhaj timur atau barat, Syiah maupun Khawarij, akan tetapi atas Al Quran dan Sunnah dan kembali pada pokok ajaran Islam, mempelajari Manhaj Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perubahan yang sebenarnya, dan juga Manhaj orang-orang shalih yang termaktub dalam sejarah, begitu banyaknya mereka. Sedangkan kagum terhadap orang-orang yang menyimpang bukanlah pekerjaan orang-orang shalih…. (team/syiahindonesia.com)

Sumber: As-Syiah Nidhol am Dholal oleh DR. Raghib As Sirjani.



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: