Fenomena perbedaan mazhab dalam Islam merupakan kenyataan sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Namun, ketika suatu kelompok menyebarkan ajaran yang menyimpang dari pokok-pokok aqidah Islam yang benar, hal ini menjadi ancaman serius bagi umat. Salah satu bentuk penyimpangan itu dapat ditemukan dalam praktik taqiyyah yang dijadikan prinsip utama oleh kaum Syiah. Dengan dalih melindungi diri, praktik ini justru digunakan untuk menutupi kebatilan dan menipu umat Islam agar terjerumus dalam pemahaman yang sesat. Karena itu, memahami bagaimana Syiah menyesatkan umat dengan taqiyyah menjadi sangat penting dalam menjaga kemurnian akidah.
Di Indonesia, penyebaran ajaran Syiah semakin terlihat melalui berbagai lembaga, media, bahkan kegiatan keagamaan yang dikemas dengan istilah cinta Ahlul Bait. Padahal, dibalik slogan tersebut tersimpan misi besar: mengaburkan kebenaran Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Taqiyyah dijadikan alat utama dalam menyembunyikan ajaran sesat mereka agar terlihat seolah-olah sama dengan Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Banyak kaum Muslimin yang tidak menyadari bahaya ini, terutama ketika taqiyyah dikaitkan dengan sikap toleransi atau strategi dakwah. Padahal, dalam kenyataannya taqiyyah ala Syiah justru menjadikan kebohongan sebagai ibadah, dan hal ini bertentangan dengan prinsip dasar kejujuran yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Oleh sebab itu, artikel ini akan mengurai secara tuntas bagaimana praktik taqiyyah dalam Syiah, dalil-dalil yang mereka selewengkan, serta bantahan dari Al-Qur’an, hadits, dan para ulama Ahlus Sunnah.
Pengertian Taqiyyah dalam Syiah
Secara bahasa, taqiyyah berarti menutupi atau menjaga diri. Dalam Syiah, konsep ini dipahami sebagai menyembunyikan keyakinan yang sebenarnya demi kepentingan kelompok, bahkan dengan cara berbohong kepada umat Islam lainnya. Mereka meyakini bahwa taqiyyah adalah bagian dari agama yang tidak boleh ditinggalkan.
Imam besar Syiah, Al-Kulaini dalam kitab Al-Kafi—kitab induk Syiah—menyatakan: “Taqiyyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Barangsiapa yang tidak melakukan taqiyyah maka ia tidak beragama.” (Al-Kafi, 2/217).
Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya taqiyyah dalam doktrin Syiah, bahkan lebih penting dari kejujuran itu sendiri. Padahal, Islam yang dibawa Rasulullah ﷺ menekankan kejujuran sebagai ciri utama orang beriman.
Dalil Al-Qur’an tentang Kejujuran
Islam menolak segala bentuk kebohongan yang dijadikan prinsip. Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah: 119).
Ayat ini menegaskan bahwa kejujuran adalah landasan iman, bukan kebohongan. Maka, menjadikan kebohongan sebagai bagian dari agama jelas merupakan penyimpangan yang nyata.
Bagaimana Syiah Menyalahgunakan Konsep Taqiyyah?
Penyebaran Ajaran Syiah
Melalui taqiyyah, Syiah sering menyamar sebagai bagian dari Ahlus Sunnah. Mereka hadir dalam pengajian, masjid, dan lembaga dakwah dengan tampilan seolah sama, padahal di dalamnya mereka menyusupkan doktrin kebencian terhadap sahabat Nabi ﷺ, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu ‘anhum.
Manipulasi Dalil
Syiah menggunakan ayat Al-Qur’an yang membolehkan seseorang menyembunyikan iman dalam kondisi terpaksa (darurat), seperti kisah sahabat Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, untuk membenarkan taqiyyah mereka. Padahal, konteks ayat tersebut berbeda. Allah ﷻ berfirman:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah setelah ia beriman, kecuali orang yang dipaksa sedangkan hatinya tetap tenang dalam keimanan...” (QS. An-Nahl: 106).
Ayat ini tidak bisa dijadikan landasan untuk menjadikan kebohongan sebagai ibadah rutin. Ammar bin Yasir dipaksa menyatakan kekufuran dengan lisan, namun hatinya tetap kokoh dalam iman. Itu pun terjadi dalam kondisi darurat, bukan untuk menyebarkan ajaran sesat.
Alasan Politik dan Kekuasaan
Sejarah mencatat, taqiyyah dijadikan alat oleh kaum Syiah untuk meraih simpati politik dan kekuasaan. Di hadapan umat Muslim, mereka menampilkan wajah toleran dan damai, tetapi di balik itu menyimpan kebencian dan rencana penyebaran ajaran Rafidhah.
Pandangan Ulama Ahlus Sunnah tentang Taqiyyah
Para ulama Ahlus Sunnah telah menegaskan bahwa taqiyyah Syiah adalah kedustaan yang dilegalkan. Ibn Taimiyah rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Rafidhah adalah kelompok paling banyak berdusta. Taqiyyah adalah agama mereka, dan kedustaan adalah ibadah mereka.” (Majmu’ Fatawa, 28/209).
Ibnul Qayyim rahimahullah juga menyatakan bahwa kebohongan Syiah sudah menjadi ciri khas mereka, sehingga tidak bisa dipercaya kesaksiannya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa taqiyyah bukanlah bagian dari Islam yang lurus, melainkan alat kebohongan untuk menutupi kesesatan.
Bahaya Taqiyyah bagi Umat Islam
Mengikis Kepercayaan Umat
Ketika kebohongan dijadikan prinsip, umat Islam akan sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini bisa menimbulkan keraguan terhadap agama Islam itu sendiri.
Merusak Persatuan
Syiah dengan taqiyyahnya sering menuduh Ahlus Sunnah sebagai musuh. Mereka menyebarkan fitnah bahwa sahabat Nabi ﷺ telah merampas hak Ahlul Bait. Fitnah ini merusak persatuan umat dan menimbulkan konflik berkepanjangan.
Membuka Ruang Penyimpangan Aqidah
Melalui taqiyyah, Syiah menyembunyikan ajaran sesat seperti keyakinan bahwa Al-Qur’an sudah tahrif (berubah), imam mereka maksum, dan bahwa kepemimpinan (imamah) adalah rukun agama. Semua ini jelas bertentangan dengan Islam yang benar.
Fakta Sejarah tentang Taqiyyah Syiah
Dalam sejarah Islam, praktik taqiyyah Syiah terbukti menjadi strategi mereka dalam menyusup. Misalnya, di masa Dinasti Abbasiyah, kelompok Syiah berhasil meraih posisi politik penting dengan berpura-pura mendukung penguasa Sunni. Namun, setelah memiliki kekuatan, mereka menyebarkan kebencian terhadap sahabat dan menyimpangkan akidah umat.
Hal serupa juga terjadi di berbagai negara Muslim, termasuk Indonesia, di mana Syiah menyusup lewat jalur pendidikan, media, dan organisasi kemasyarakatan. Semuanya dilakukan dengan metode taqiyyah.
Perbedaan Taqiyyah dan Tawriyah
Sebagian orang mencoba membela Syiah dengan mengatakan bahwa taqiyyah sama seperti tawriyah dalam Islam. Padahal, perbedaan keduanya sangat jelas.
-
Taqiyyah Syiah: berbohong sebagai prinsip agama dan ibadah.
-
Tawriyah: berbicara dengan maksud ganda yang masih benar, dan hanya dilakukan dalam kondisi darurat, bukan sebagai ibadah.
Dengan demikian, menyamakan taqiyyah dengan tawriyah adalah kesalahan fatal.
Kesimpulan
Taqiyyah yang dijadikan prinsip oleh Syiah adalah bentuk penyimpangan serius dari ajaran Islam. Mereka menjadikan kebohongan sebagai ibadah, padahal Al-Qur’an memerintahkan untuk selalu bersama orang-orang yang jujur. Para ulama Ahlus Sunnah telah mengingatkan bahwa taqiyyah adalah kedustaan yang dilegalkan demi kepentingan politik dan penyebaran ajaran sesat.
Bahaya taqiyyah tidak hanya merusak akidah, tetapi juga mengancam persatuan umat dan membuka jalan bagi penyebaran fitnah. Oleh karena itu, kaum Muslimin di Indonesia harus waspada terhadap segala bentuk penyusupan ajaran Syiah yang bersembunyi di balik taqiyyah. Hanya dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an, Sunnah, dan pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, umat Islam akan selamat dari tipu daya Syiah Rafidhah.
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: