Syiahindonesia.com - Sebuah acara bertajuk “Majelis Peringatan 10 Muharram” yang diselenggarakan oleh Lembaga Komunikasi Ahlul Bayt (LKAB) kembali menarik perhatian publik. Acara ini digelar pada hari Minggu, 6 Juli 2025 di The Krakatau Grand Ballroom, TMII, Jakarta, dengan membawa tema yang sangat politis dan ideologis: “Spirit Perjuangan Al-Husain as di Karbala untuk Keutuhan NKRI dan Kemerdekaan Palestina.”
Sekilas, kegiatan ini tampak seperti majelis keagamaan yang sah, menggabungkan aspek sosial seperti santunan yatim piatu dan donor darah. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, simbol-simbol dan narasi yang digunakan mengindikasikan adanya upaya penyebaran paham Syiah Rafidhah secara terselubung kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Sunni.
Simbolisme dan Narasi Syiah dalam Acara “Majelis Peringatan 10 Muharram”
Gambar utama dalam poster acara tersebut menampilkan simbol-simbol kuat khas Syiah, seperti:
-
Bendera merah bertuliskan “Ya Husain” (يا حسين) — yang sering digunakan dalam ritual Syiah, khususnya dalam peringatan Asyura.
-
Kuburan Karbala dan kubah emas — referensi ke maqam Imam Husain di Irak, yang menjadi pusat ziarah Syiah.
-
Penggambaran Imam Husain dengan kuda dan medan Karbala — narasi yang sering dipakai untuk memprovokasi sentimen sektarian.
-
Dome of the Rock (Qubbah As-Sakhrah) — meski mewakili Palestina, keberadaannya di sini menekankan agenda ideologis transnasional, khas Syiah politik.
Pemilihan narasi seperti “untuk Keutuhan NKRI dan Kemerdekaan Palestina” adalah strategi lama kaum Syiah untuk membungkus ideologi mereka dengan jargon-jargon nasionalisme dan kemanusiaan, sehingga terkesan moderat dan dapat diterima oleh masyarakat luas.
Syiah dan Strategi Taqiyah (Penyamaran Akidah)
Ajaran Syiah memiliki prinsip taqiyah, yaitu menyembunyikan keyakinan sebenarnya demi keselamatan atau kemaslahatan politik. Maka tak heran jika acara semacam ini:
-
Tidak terang-terangan menyebut dirinya sebagai acara Syiah.
-
Menggunakan istilah "Ahlul Bayt" yang dalam tradisi Sunni merujuk pada keluarga Nabi, namun dimonopoli oleh Syiah untuk membenarkan kekuasaan eksklusif atas agama.
-
Mengaitkan perjuangan Husain dengan “NKRI” dan “Palestina” — padahal, sejarah mencatat bahwa pengkhianatan terbesar terhadap Imam Husain datang dari kalangan Syiah Kufah sendiri.
Mengapa Kita Harus Waspada?
1. Distorsi Sejarah
Syiah dikenal kerap memelintir sejarah Islam. Mereka menjadikan tragedi Karbala bukan semata pelajaran moral, melainkan senjata politik sektarian untuk menyebarkan kebencian kepada Sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman – bahkan terhadap Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Rasulullah ﷺ.
2. Ritual Asyura yang Tidak Sesuai Syariat
Peringatan 10 Muharram dalam tradisi Sunni adalah momen puasa dan syukur atas diselamatkannya Nabi Musa. Namun dalam tradisi Syiah, justru diisi dengan:
-
Meratap, menangis histeris
-
Memukul-mukul diri dengan rantai atau pedang
-
Membuat drama Karbala secara teatrikal
Ini semua tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam yang shahih, dan bahkan dilarang oleh banyak ulama.
3. Misi Syiah Global
Iran sebagai pusat Syiah dunia secara terbuka mengakui bahwa mereka memiliki misi ekspansi ideologi, termasuk ke Indonesia. Kegiatan seperti ini adalah bagian dari strategi "soft power" mereka.
Fatwa dan Sikap Ulama Sunni Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama telah menyatakan kesesatan ajaran Syiah, terutama dalam aspek:
-
Pengkafiran terhadap para Sahabat Nabi
-
Pengubahan Al-Qur’an (menuduh Mushaf Utsmani tidak lengkap)
-
Keyakinan terhadap imam-imam maksum yang lebih tinggi dari Nabi
-
Penghalalan nikah mut’ah
Beberapa ormas Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah juga sudah mengeluarkan peringatan keras terhadap infiltrasi Syiah, terutama lewat lembaga-lembaga pendidikan, media, dan acara keagamaan seperti ini.
Solusi dan Langkah Preventif
-
Meningkatkan Literasi Umat
Umat Islam perlu memahami perbedaan mendasar antara Sunni dan Syiah. Kajian sirah Nabawiyah, sejarah sahabat, serta akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah harus digalakkan di semua level. -
Waspada Terhadap Simbol-Simbol
Banyak acara Syiah kini tidak menyebut kata "Syiah", namun menggunakan istilah seperti "Ahlul Bayt", "Asyura", "Imam Husain", dst. Ini perlu diwaspadai. -
Peran Pemerintah dan Aparat
Pemerintah perlu meninjau kembali izin acara-acara semacam ini yang bisa menjadi sarana penyebaran paham menyimpang dan merusak kerukunan antar umat Islam.
Penutup
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim Sunni terbesar di dunia tidak boleh lengah. Penyebaran Syiah bukan hanya ancaman akidah, tetapi juga ancaman terhadap stabilitas sosial dan ukhuwah Islamiyah. Kita harus tegas menolak upaya-upaya penyebaran Syiah dalam bentuk apapun, sekalipun dibungkus dengan nama-nama mulia seperti Imam Husain dan Ahlul Bayt.
Semoga Allah menjaga negeri ini dari fitnah Syiah dan menguatkan kita di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Aamiin.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: