Syiahindonesia.com - Tragedi Karbala merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang sangat disucikan oleh kaum Syiah. Mereka mengklaim bahwa peristiwa ini merupakan bukti pengkhianatan umat Islam terhadap keluarga Nabi ﷺ, terutama terhadap Al-Husain bin Ali. Namun jika ditelusuri secara ilmiah dan historis, banyak narasi yang dibangun oleh kalangan Syiah ternyata telah mengalami distorsi dan pemalsuan yang mencolok. Pemalsuan sejarah ini bukan hanya menyesatkan umat, tetapi juga menjadi sarana untuk membenarkan doktrin-doktrin ekstrem mereka.
1. Fakta Sejarah Karbala yang Diabaikan
Sumber-sumber sejarah yang otoritatif dari kalangan Ahlus Sunnah menjelaskan bahwa peristiwa Karbala merupakan konflik politik yang tragis, bukan konflik Sunni-Syiah. Al-Husain tidak keluar untuk memproklamasikan imamah sebagaimana diklaim Syiah, tetapi karena menerima surat dari penduduk Kufah yang memintanya datang untuk memimpin mereka menggantikan Yazid bin Muawiyah. Namun kenyataannya, sebagian besar dari penduduk Kufah yang sebelumnya menyatakan dukungan justru mengkhianati janji mereka.
Para peneliti Muslim menyebut bahwa penghianat utama terhadap Al-Husain justru berasal dari kalangan yang mengaku sebagai pendukung Ahlul Bait, yaitu Syiah Kufah. Mereka yang tadinya menyurati Al-Husain agar datang ke Kufah, pada akhirnya meninggalkannya saat pasukan Yazid datang.
2. Distorsi dan Penggambaran Emotif
Syiah membangun narasi Karbala dengan penuh dramatika dan cerita-cerita emosional yang tidak jarang tidak memiliki dasar sejarah yang kuat. Misalnya, kisah bahwa langit berubah merah saat Al-Husain terbunuh, atau bahwa tanah Karbala menyerap darah para syuhada dan berubah menjadi tanah suci, adalah tambahan yang dibuat demi membangun aura sakral seputar tragedi tersebut.
Tidak hanya itu, berbagai ritual seperti menyakiti diri, menangis histeris, bahkan memukul dada dan menyayat tubuh di hari Asyura dilakukan untuk memperingati tragedi Karbala. Praktik ini jelas tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam yang lurus dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ maupun para sahabat.
3. Manipulasi Politik melalui Sejarah Karbala
Pemalsuan sejarah Karbala oleh Syiah juga menjadi alat propaganda politik. Mereka menggunakan narasi ini untuk membenarkan permusuhan terhadap para sahabat, mendiskreditkan khalifah-khalifah Islam terdahulu, dan menjustifikasi konsep imamah sebagai bagian dari hak eksklusif keturunan Ali bin Abi Thalib.
Narasi Karbala versi Syiah menjadi dasar legitimasi bagi kaum Rafidhah untuk terus menanamkan kebencian terhadap Ahlus Sunnah, terutama kepada sosok seperti Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Padahal, dalam Islam yang murni, kita diajarkan untuk mencintai seluruh sahabat dan memuliakan Ahlul Bait tanpa membenturkannya satu sama lain.
4. Sikap Islam yang Benar terhadap Karbala
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui bahwa peristiwa Karbala adalah tragedi yang menyedihkan dan mengenaskan. Al-Husain radhiyallahu ‘anhu adalah cucu Nabi ﷺ yang mulia dan terbunuh dalam keadaan dizalimi. Namun sikap kita bukan dengan meratap dan melaknat, melainkan mendoakan beliau dan mengambil pelajaran dari pengkhianatan manusia terhadap pemimpinnya sendiri.
Islam tidak mengajarkan ratapan dan dendam berkepanjangan atas tragedi masa lalu. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ sendiri tidak menjadikan kematian Hamzah sebagai ritual tahunan, padahal beliau adalah paman dan syuhada Uhud. Maka sangat keliru menjadikan tragedi Karbala sebagai fondasi utama ritual keagamaan.
5. Kesimpulan
Pemalsuan sejarah Karbala oleh kaum Syiah adalah bagian dari strategi besar mereka dalam membangun doktrin imamah dan kebencian terhadap Ahlus Sunnah. Dengan menyesatkan narasi sejarah, mereka menciptakan gambaran yang keliru tentang para sahabat dan membenarkan amalan-amalan yang bertentangan dengan syariat.
Umat Islam harus memahami sejarah berdasarkan sumber yang sahih dan tidak terjebak dalam narasi-narasi palsu yang memicu perpecahan dan permusuhan antar sesama Muslim.
(albert/syiahindonesia.com)
************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!
0 komentar: