Breaking News
Loading...

Syiah dan Konsep Imamah: Doktrin yang Tidak Ada dalam Islam


Syiahindonesia.com
– Dalam ajaran Syiah, terdapat konsep yang sangat mendalam dan mendasar yang disebut Imamah, yang meyakini bahwa para Imam memiliki kedudukan khusus dan otoritas yang tidak hanya terbatas pada kepemimpinan spiritual, tetapi juga sebagai penerus wahyu Allah setelah Nabi Muhammad ﷺ. Konsep ini merupakan salah satu ajaran utama dalam aliran Syiah, khususnya dalam mazhab Syiah Dua Belas Imam (Ithna Asyariyah).

Imamah dalam Syiah tidak sekadar melibatkan kepemimpinan politik, tetapi lebih jauh, Imam dianggap memiliki pengetahuan yang tidak terbatas, maksum (terbebas dari dosa), dan sebagai sosok yang memiliki otoritas mutlak atas umat Islam. Namun, klaim ini bertentangan dengan ajaran Islam secara umum, khususnya dalam mazhab Sunni, yang tidak mengakui konsep Imamah seperti yang diyakini oleh Syiah. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai konsep Imamah dalam Syiah, serta mengapa doktrin ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang hakiki.


Definisi Imamah dalam Ajaran Syiah

Konsep Imamah dalam Syiah menganggap bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, kepemimpinan umat Islam tidak boleh sembarangan, tetapi harus dilanjutkan oleh orang yang telah ditunjuk oleh Allah, yang disebut Imam. Menurut ajaran Syiah, ada dua belas Imam yang memiliki kedudukan khusus dan merupakan penerus Nabi Muhammad ﷺ. Imam pertama, Ali bin Abi Thalib, dianggap sebagai orang yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad ﷺ untuk menggantikan kepemimpinannya.

Dalam ajaran Syiah, Imam-Imam ini tidak hanya sekadar pemimpin politik atau sosial. Mereka diyakini memiliki kekuasaan ilahi, yaitu kemampuan untuk mengetahui perkara gaib, memimpin umat Islam dalam hal agama, dan bahkan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah duniawi umat. Setiap Imam ini dianggap maksum, yaitu terjaga dari dosa dan kesalahan dalam semua aspek kehidupan.


Imamah dan Pengaruhnya dalam Masyarakat Syiah

Konsep Imamah di dalam Syiah memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan keagamaan dan sosial masyarakat Syiah. Para pengikut Syiah sangat menghormati dan memuliakan Imam-Imam mereka, bahkan beberapa di antaranya meyakini bahwa Imam-Imam tersebut memiliki hak untuk mengubah hukum-hukum Islam, meskipun itu bertentangan dengan wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa ajaran Syiah memiliki distorsi terhadap ajaran Islam yang asli.

Pengikut Syiah sering kali menganggap bahwa tanpa mengikuti Imam yang sah, umat Islam akan kehilangan petunjuk dan jalan yang benar. Bahkan, bagi sebagian besar penganut Syiah, mengikuti Imam yang benar adalah syarat mutlak untuk memperoleh keselamatan. Mereka meyakini bahwa Imam adalah pemimpin yang lebih tinggi derajatnya daripada sekadar seorang ulama atau mufti, dan kedudukan mereka dalam Islam dianggap lebih penting daripada semua pihak lainnya.


Konsep Imamah dalam Perspektif Islam Sunni

Dalam ajaran Islam Sunni, konsep kepemimpinan umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ tidak didasarkan pada garis keturunan atau penunjukan ilahi, melainkan pada kemampuan kepemimpinan dan ketaatan kepada syariat. Sunnah Nabi Muhammad ﷺ dan Al-Qur'an tetap menjadi petunjuk utama bagi umat Islam, sementara para sahabat Nabi dan khalifah yang dipilih secara konsensus dianggap sebagai pemimpin yang sah.

Berdasarkan ajaran Sunni, para sahabat Nabi Muhammad ﷺ memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan dihormati. Namun, mereka bukanlah sosok yang maksum atau memiliki kekuasaan lebih dari orang lain dalam urusan agama. Khalifah pertama, Abu Bakr, misalnya, dipilih secara musyawarah sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad ﷺ, dan hal ini disetujui oleh mayoritas umat Islam pada saat itu.

Perbedaan mendasar antara Sunni dan Syiah adalah dalam hal konsep kepemimpinan ini. Syiah menganggap bahwa Imam memiliki kedudukan yang lebih tinggi, bahkan ada yang berpendapat bahwa Imam tidak hanya memimpin umat Islam tetapi juga menjadi sumber wahyu. Sementara itu, dalam ajaran Sunni, kepemimpinan bersifat fungsional, dan semua pemimpin yang baik adalah mereka yang mengikuti petunjuk Al-Qur'an dan Sunnah, tanpa harus mengklaim otoritas ilahi seperti yang diyakini oleh Syiah.


Imamah: Bertentangan dengan Konsep Kenabian dalam Islam

Salah satu aspek yang paling kontroversial dari konsep Imamah dalam Syiah adalah keyakinan bahwa Imam-Imam ini tidak hanya memiliki otoritas dalam urusan agama tetapi juga di dalam urusan duniawi. Bahkan, dalam beberapa doktrin Syiah, Imam-Imam ini dianggap memiliki kekuatan untuk menafsirkan hukum Islam secara bebas, yang berarti bahwa ajaran Islam yang ada bisa berubah berdasarkan keputusan Imam tersebut.

Konsep ini sangat bertentangan dengan prinsip dasar dalam Islam, yaitu bahwa wahyu Allah yang diturunkan melalui Nabi Muhammad ﷺ adalah sempurna dan tidak akan ada lagi wahyu setelahnya. Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 3, Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama untuk kalian." (QS. Al-Ma’idah: 3)

Ayat ini menegaskan bahwa Islam sebagai agama telah disempurnakan pada masa Nabi Muhammad ﷺ, dan tidak ada perubahan atau penambahan wahyu setelahnya. Dengan demikian, doktrin Imamah yang mengklaim bahwa Imam-Imam Syiah memiliki otoritas untuk mengubah atau menafsirkan hukum-hukum agama adalah klaim yang bertentangan dengan prinsip dasar Islam.


Bantahan Terhadap Doktrin Imamah Syiah

1. Tidak Ada Dalil yang Jelas dalam Al-Qur’an atau Hadis
Meskipun ada klaim dari pihak Syiah bahwa Nabi Muhammad ﷺ secara eksplisit menunjuk Imam Ali sebagai pengganti beliau, tidak ada dalil yang jelas dan sahih dalam Al-Qur’an atau Hadis yang menyebutkan hal tersebut. Sebaliknya, banyak ayat dan hadis yang menunjukkan bahwa tidak ada penunjukan langsung mengenai siapa yang harus menggantikan Nabi Muhammad ﷺ sebagai pemimpin umat.

2. Imamah Tidak Diperlukan dalam Islam
Islam telah menyediakan sistem kepemimpinan yang jelas melalui konsensus umat dan para ulama yang berkompeten. Konsep kepemimpinan yang didasarkan pada ilmu dan ketaatan kepada syariat lebih sesuai dengan ajaran Islam yang universal. Islam mengajarkan bahwa semua umat Islam dapat berperan dalam meneruskan petunjuk Allah dan Nabi tanpa harus mengikuti satu garis keturunan tertentu.

3. Hanya Nabi yang Maksum
Dalam pandangan Sunni, hanya Nabi Muhammad ﷺ yang memiliki status maksum, yaitu dijaga dari dosa. Imam-Imam Syiah yang dianggap maksum dalam doktrin mereka tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an atau Hadis. Semua manusia, termasuk para Imam, tidak bebas dari kesalahan kecuali Nabi Muhammad ﷺ sebagai utusan Allah yang terakhir.


Kesimpulan

Konsep Imamah dalam ajaran Syiah adalah sebuah doktrin yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan Hadis. Meskipun dihormati oleh penganut Syiah, Imam-Imam ini tidak memiliki kekuasaan ilahi atau otoritas yang lebih tinggi dari Nabi Muhammad ﷺ. Pandangan Syiah tentang Imamah bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa kepemimpinan umat Islam tidak bersifat dinasti atau keturunan, melainkan berdasarkan pada ilmu, ketaatan kepada Allah, dan petunjuk Nabi Muhammad ﷺ.

Islam yang hakiki adalah agama yang mengajarkan persaudaraan, kesetaraan, dan kepatuhan terhadap wahyu yang sempurna, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, doktrin Imamah dalam Syiah harus dilihat dengan kritis dan tidak dijadikan dasar dalam memahami ajaran Islam yang sesungguhnya.

(albert/syiahindonesia.com)



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: