Breaking News
Loading...

BEDAH SYIAH JAWA TIMUR - SERI 2 : AL-HUJJAH DI JEMBER

Di Jawa Timur, setidaknya terdapat tiga kantong penyebaran Syiah dengan kekhususan cirinya masing-masing. Tiga tempat itu adalah YAPI (Yayasan Pesantren Islam) yang bertempat di Bangil, Al-Hujjah yang bertempat di Jember, dan Al-Kautsar yang bertempat di Malang.

BEDAH SYIAH JAWA TIMUR-2) AL-HUJJAH DI JEMBER

Sejarah Berdiri
Al-Hujjah adalah sebuah yayasan yang didirikan dan dibina oleh Ustadz Husein al-Habsyi di Jember tahun 1987. Yayasan yang berdiri diatas ½ hectare tanah ini mengelola lembaga pendidikan al-Quran yang dipusatkan di sebuah masjid dan juga memiliki rumah anak yatim. Lembaga ini dikelola oleh murid Ustadz Husein al-Habsyi yang bernama Jamaluddin Asymawi yang berasal dari Madura. Ia pernah mengenyam pendidikan agama di pesantren Sunni, memiliki ketertarikan dengan faham Wahabi, namun akhirnya ia mengkonversi keyakinannya sebagaimana faham Syiah. Hal itu dibuktikan Asymawi dengan pembelajaran yang dilakukannya pada Ustadz Husein al-Habsyi di Bangil dan meneruskan pendalaman ajaran Syiah di Iran pada tahun 1982. Setelah pulang pada tahun 1987, ia diajak Ustadz Husein al-Habsyi mendirikan al-Hujjah. Asymawi meninggal tahun 2002 dan kepemimpinannya diteruskan oleh Lamidi.



 

Program dan Taqiyah
Organisasi ini memiliki sebuah majalah yang terbit tahun 1992 sebagai corong penyebar doktrin ajarannya kepada masyarakat yang memuat beberapa rubrik berkaitan dengan kajian keislaman. Majalah ini memuat tulisan yang terkesan “berimbang” dan menjadi jembatan dari Sunni dan Syiah (Su-si) di Jember. Dari sisi Sunni, majalah al-Hujjah terkesan menjadi media dialog antara pemikiran Sunnah dan Syiah secara obyektif ketika meneropong problematika umat yang sedang terjadi. Dari sisi Syiah, majalah ini berguna sebagai media untuk mengimplementasikan konsep taqiyah yang dipraktekkan oleh faham Syiah.
Kolaborasi yang dikembangkan oleh komunitas Syiah dengan doktrin Sunni melalui yayasan al-Hujjah ini menjadi fenomena tersendiri bagi Syiah di Indonesia. Namun, kolaborasi ini juga membawa dampak negatif dimana tidak ada kejelasan sikap yang diterapkan oleh al-Hujjah tentang satu persoalan keagamaan. Standar Sunni diakui, standar Syiah juga diakui, singkatnya al-Hujjah menggunakan double standart dalam menetapkan penjelasan atas persoalan tertentu. Inilah yang kemudian membingungkan warga sekitarnya. Jargon “menghidupkan ukhuwah” menjadi semboyan utama al-Hujjah untuk mampu survival di Jember sebagai basis utama nahdliyyin, namun semboyan ini juga yang kemudian membawa ketidakjelasan identitas ideologi al-Hujjah di mata masyarakat sekitarnya sehingga menyandang predikat organisasi “Su-Si” (Sunni sekaligus Syiah).
 

Sumber : nursyam.uinsby ac id



************************
Ayo Gabung dengan Syiahindonesia.com Sekarang Juga!

Artikel Syiah Lainnya

0 komentar: